Header Ads

Terang Sabda

Kitab Hukum Kanonik - Buku 2

Kitab Hukum Kanonik
(1983)

BUKU II
UMAT ALLAH

BAGIAN I
KAUM BERIMAN  KRISTIANl
Kan. 204 - § 1. Kaum beriman kristiani ialah mereka yang, karena melalui baptis diinkorporasi pada Kristus, dibentuk menjadi umat Allah dan karena itu dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas imami, kenabian dan rajawi Kristus, dan sesuai dengan kedudukan masing-masing, dipanggil untuk menjalankan perutusan yang diper-cayakan Allah kepada Gereja untuk dilaksanakan di dunia.
§ 2. Gereja ini, yang di dunia ini dibentuk dan ditata sebagai masyarakat, ada dalam Gereja katolik yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya.
Kan. 205 - Yang secara penuh ada dalam persekutuan Gereja katolik di dunia ini ialah orang-orang terbaptis yang dalam tatanannya yang kelihatan dihubungkan dengan Kristus, yakni dengan ikatan-ikatan pengakuan iman, sakramen-sakramen dan kepemimpinan gerejawi.
Kan. 206 - §1. Berdasarkan alasan khusus, juga dikaitkan dengan Gereja para katekumen, yang, atas dorongan Roh Kudus, memohon dengan kehendak jelas untuk diinkorporasi dalam Gereja; dan karenanya dengan kerinduan itu sendiri, seperti juga dengan kehidupan iman, harapan dan kasih yang dijalankannya, digabungkan dengan Gereja yang menyayangi mereka sudah sebagai anak-anaknya sendiri.
§ 2. Para katekumen mendapat perhatian khusus dari Gereja; seraya mengundang mereka untuk menghayati hidup injili dan mengantar mereka merayakan liturgi suci, Gereja sudah melimpahkan kepada mereka pelbagai hak istimewa (praerogativa), yang khas bagi orang-orang kristiani.
Kan. 207 - § 1. Oleh penetapan ilahi, di antara kaum beriman kris-tiani dalam Gereja ada pelayan-pelayan suci, yang dalam hukum juga disebut para klerikus; sedangkan lain-lainnya juga disebut awam.
§ 2. Dari kedua pihak ini ada kaum beriman kristiani yang dengan mengikrarkan nasihat-nasihat injili dengan kaul-kaul atau ikatan suci lain yang diakui dan dikukuhkan Gereja, dengan caranya yang istimewa dibaktikan kepada Allah dan bermanfaat bagi perutusan keselamatan Gereja; status mereka, meskipun tidak menyangkut susunan hirarkis Gereja, adalah bagian dari kehidupan dan kekudusannya.


JUDUL I
KEWAJIBAN DAN HAK SEMUA ORANG BERIMAN KRISTIANI

Kan. 208 - Di antara semua orang beriman kristiani, yakni berkat kelahiran kembali mereka dalam Kristus, ada kesamaan sejati dalam martabat dan kegiatan; dengan itu mereka semua sesuai dengan kedudukan khas dan tugas masing-masing, bekerjasama membangun Tubuh Kristus.
Kan. 209 - § 1. Kaum beriman kristiani terikat kewajiban untuk selalu memelihara persekutuan dengan Gereja, juga dengan cara bertindak masing-masing.
§ 2. Hendaknya mereka dengan penuh ketelitian menjalankan kewajiban-kewajiban yang mengikat mereka, baik terhadap Gereja universal maupun partikular, di mana mereka menurut ketentuan hukum menjadi anggota.
Kan. 210 - Semua orang beriman kristiani, sesuai dengan kedu-dukan khasnya, harus mengerahkan tenaganya untuk menjalani hidup yang kudus dan memajukan perkembangan Gereja serta pengudusannya yang berkesinambungan.
Kan. 211 - Semua orang beriman kristiani mempunyai kewajiban dan hak mengusahakan agar warta ilahi keselamatan semakin menjangkau semua orang dari segala zaman dan di seluruh dunia.
Kan. 212 - § 1. Yang dinyatakan oleh para Gembala suci yang mewakili Kristus sebagai guru iman, atau yang mereka tetapkan sebagai pemimpin Gereja, harus diikuti dengan ketaatan kristiani oleh kaum beriman kristiani dengan kesadaran akan tanggungjawab masing-masing.
§ 2. Adalah hak sepenuhnya kaum beriman kristiani untuk me-nyampaikan kepada para Gembala Gereja keperluan-keperluan mereka, terutama yang rohani, dan juga harapan-harapan mereka.
§ 3. Sesuai dengan pengetahuan, kompetensi dan keunggulannya, mereka mempunyai hak, bahkan kadang-kadang juga kewajiban, untuk menyampaikan kepada para Gembala suci pendapat mereka tentang hal-hal yang menyangkut kesejahteraan Gereja dan untuk memberi-tahukannya kepada kaum beriman kristiani lainnya, tanpa mengurangi keutuhan iman dan moral serta sikap hormat terhadap para Gembala, dan dengan memperhatikan manfaat umum serta martabat pribadi orang.
Kan. 213 - Adalah hak kaum beriman kristiani untuk menerima dari para Gembala suci bantuan yang berasal dari harta rohani Gereja, terutama dari sabda Allah dan sakramen-sakramen.
Kan. 214 - Adalah hak kaum beriman kristiani untuk menunaikan ibadat kepada Allah menurut ketentuan-ketentuan ritus masing-masing yang telah disetujui oleh para Gembala Gereja yang legitim, dan untuk mengikuti bentuk khas hidup rohani, yang selaras dengan ajaran Gereja.
Kan. 215 - Adalah hak sepenuhnya kaum beriman kristiani untuk dengan bebas mendirikan dan juga memimpin perserikatan-perserikatan dengan tujuan amal-kasih atau kesalehan, atau untuk mengembangkan panggilan kristiani di dunia, dan untuk mengadakan pertemuan-pertemuan guna mencapai tujuan-tujuan itu bersama-sama.
Kan. 216 - Kaum beriman kristiani seluruhnya, karena mengambil bagian dalam perutusan Gereja, mempunyai hak untuk memajukan atau mendukung karya kerasulan, juga dengan inisiatif sendiri, menurut status dan kedudukan masing-masing; tetapi tiada satu usaha pun boleh memakai nama katolik tanpa persetujuan otoritas gerejawi yang berwenang.
Kan. 217 - Kaum beriman kristiani, yang karena baptis dipanggil untuk menjalani hidup yang selaras dengan ajaran injili, mempunyai hak atas pendidikan kristiani, agar dengan itu dibina sewajarnya untuk mencapai kedewasaan pribadi manusiawi dan sekaligus untuk mengenal dan menghayati misteri keselamatan.
Kan. 218 - Mereka yang berkecimpung dalam ilmu-ilmu suci mempunyai kebebasan sewajarnya untuk mengadakan penelitian dan juga untuk mengutarakan pendapatnya secara arif dalam bidang keahliannya, tetapi dengan mengindahkan sikap-menurut (obsequium) yang harus mereka tunjukkan kepada Magisterium Gereja.
Kan. 219 - Semua orang beriman kristiani mempunyai hak atas kebebasan dari segala paksaan dalam memilih status kehidupan.
Kan. 220 - Tak seorang pun boleh mencemarkan secara tidak legitim nama baik yang dimiliki seseorang, atau melanggar hak siapa pun untuk melindungi privacynya.
Kan. 221 - § 1. Kaum beriman kristiani berwenang untuk secara legitim menuntut dan membela hak yang dimilikinya dalam Gereja di forum gerejawi yang berwenang menurut norma hukum.
§ 2. Adalah juga hak kaum beriman kristiani, apabila dipanggil ke pengadilan oleh otoritas yang berwenang, untuk diadili sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum yang harus diterapkan secara wajar.
§ 3. Adalah hak kaum beriman kristiani untuk tidak dijatuhi hu-kuman kanonik kecuali menurut norma undang-undang.
Kan. 222 - § 1. Kaum beriman kristiani terikat kewajiban untuk membantu memenuhi kebutuhan Gereja, agar tersedia baginya yang perlu untuk ibadat ilahi, karya kerasulan dan amal-kasih serta sustentasi yang wajar para pelayan.
§ 2. Mereka juga terikat kewajiban untuk memajukan keadilan sosial dan juga, mengingat perintah Tuhan, membantu orang-orang miskin dengan penghasilannya sendiri.
Kan. 223 - § 1. Dalam melaksanakan hak-haknya kaum beriman kristiani, baik secara perseorangan maupun tergabung dalam perseri-katan, harus memperhatikan kesejahteraan umum Gereja dan hak-hak orang lain serta kewajiban-kewajibannya sendiri terhadap orang lain.
§ 2. Demi kesejahteraan umum otoritas gerejawi berwenang mengatur pelaksanaan hak-hak yang dimiliki kaum beriman kristiani.



JUDUL II
KEWAJIBAN DAN HAK KAUM BERIMAN
KRISTIANl AWAM

Kan. 224 - Selain kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang berlaku sama bagi semua orang beriman kristiani dan yang ditetapkan dalam kanon-kanon lain, kaum beriman kristiani awam terikat kewajiban-kewajiban dan memiliki hak-hak yang disebut dalam kanon-kanon dari  judul ini.
Kan. 225 - § 1. Seperti semua orang beriman kristiani yang ber-dasarkan baptis dan penguatan ditugaskan Allah untuk kerasulan, kaum awam terikat kewajiban umum dan mempunyai hak, baik secara perseorangan maupun tergabung dalam perserikatan, untuk mengusaha-kan, agar warta ilahi keselamatan dikenal dan diterima oleh semua orang di seluruh dunia; kewajiban itu semakin mendesak dalam keadaan-keadaan dimana Injil tidak dapat didengarkan dan Kristus tidak dapat dikenal orang selain lewat mereka.
§ 2. Mereka, setiap orang menurut kedudukan masing-masing, juga terikat kewajiban khusus untuk meresapi dan menyempurnakan tata dunia dengan semangat injili, dan dengan demikian khususnya dalam menangani masalah-masalah itu dan dalam memenuhi tugas-tugas keduniaan memberi kesaksian tentang Kristus.
Kan. 226 - § 1. Mereka yang hidup dalam status perkawinan, sesuai dengan panggilan khasnya, terikat kewajiban khusus untuk berusaha membangun umat Allah melalui perkawinan dan keluarga.
§ 2. Orangtua, karena telah memberi hidup kepada anak-anaknya, terikat kewajiban yang sangat berat dan mempunyai hak untuk mendidik mereka; maka dari itu adalah pertama-tama tugas orangtua kristiani untuk mengusahakan pendidikan kristiani anak-anak menurut ajaran yang diwariskan Gereja.
Kan. 227 - Kaum beriman kristiani awam mempunyai hak agar dalam perkara-perkara masyarakat dunia diakui kebebasannya, sama seperti yang merupakan hak semua warga masyarakat; tetapi dalam menggunakan kebebasan itu hendaknya mereka mengusahakan agar kegiatan-kegiatan mereka diresapi semangat injili, dan hendaknya mereka mengindahkan ajaran yang dikemukakan  Magisterium  Gereja;
tetapi hendaknya mereka berhati-hati jangan sampai dlm soal-soal yang masih terbuka mengajukan pendapatnya sendiri sebagai ajaran Gereja.
Kan. 228 - § 1. Orang-orang awam yang diketahui cakap berke-mampuan untuk diangkat oleh Gembala suci untuk mengemban jabatan-jabatan dan tugas-tugas gerejawi, yang menurut ketentuan-ketentuan hukum dapat mereka emban.
§ 2. Orang-orang awam yang unggul dalam pengetahuan, kearifan dan integritas hidup, dapat berperan sebagai ahli-ahli atau penasihat, juga dalam dewan-dewan menurut norma hukum, untuk membantu para Gembala Gereja.
Kan. 229 - § 1. Orang-orang awam, agar mampu hidup menurut ajaran kristiani dan mewartakannya sendiri dan, jika perlu, dapat membelanya, lagi pula agar dapat menjalankan peranannya dalam merasul, terikat kewajiban dan mempunyai hak untuk memperoleh pengetahuan tentang ajaran itu, yang disesuaikan dengan kemampuan serta kedudukan masing-masing.
§ 2. Mereka juga mempunyai hak untuk memperoleh pengetahuan yang lebih penuh dalam ilmu-ilmu suci yang diberikan di universitas-universitas atau fakultas-fakultas gerejawi atau lembaga-lembaga ilmu keagamaan, dengan mengikuti kuliah-kuliah dan meraih gelar-gelar akademis.
§ 3. Demikian pula, dengan menepati ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan mengenai kecakapan yang dituntut, mereka dapat menerima mandat untuk mengajar ilmu-ilmu suci dari otoritas legitim gerejawi.
Kan. 230 - § 1. Orang awam pria, yang sudah mencapai usia dan mempunyai sifat-sifat yang ditentukan oleh dekret Konferensi para Uskup, dapat diangkat secara tetap untuk menjalankan pelayanan sebagai lektor dan akolit dengan ritus liturgis yang ditentukan; tetapi pemberian tugas-tugas itu tidak memberikan hak atas sustentasi atau imbalan yang harus disediakan oleh Gereja.
§ 2. Dengan penugasan sementara orang-orang awam dapat menu-naikan tugas lektor dalam kegiatan-kegiatan liturgis; demikian pula semua orang beriman dapat menunaikan tugas komentator, penyanyi atau tugas-tugas lain menurut norma hukum.
§ 3. Bila kebutuhan Gereja memintanya karena kekurangan pela-yan, juga kaum awam, meskipun bukan lektor atau akolit, dapat menjalankan beberapa tugas, yakni melakukan pelayanan sabda, memimpin doa-doa liturgis, menerimakan baptis dan membagikan Komuni Suci, menurut ketentuan-ketentuan hukum.
Kan. 231 - § 1. Kaum awam, yang secara tetap atau untuk sementara diperbantukan untuk pengabdian khusus Gereja, terikat kewajiban untuk memperoleh pembinaan yang tepat yang dituntut untuk melakukan tugas secara semestinya, dan untuk menjalankan tugas itu dengan sadar, sungguh-sungguh dan rajin.
§ 2. Dengan tetap berlaku ketentuan kan. 230, § 1, mereka mempunyai hak atas imbalan yang wajar sesuai dengan keadaannya, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan pribadi serta keluarganya dengan layak, dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan hukum sipil; demikian pula mereka berhak, agar masa depan dan jaminan sosial serta bantuan kesehatan mereka diatur semestinya.


JUDUL III
PARA PELAYAN SUCI ATAU KLERIKUS

BAB I
PEMBINAAN KLERIKUS

Kan. 232 - Gereja mempunyai kewajiban dan juga hak yang bersifat miliknya sendiri dan eksklusif untuk membina mereka yang ditugaskan bagi pelayanan suci.
Kan. 233 - § 1. Tugas seluruh jemaat kristianilah untuk membina panggilan, agar kebutuhan-kebutuhan akan pelayanan suci di seluruh Gereja terpenuhi dengan cukup; kewajiban ini terutama mengikat keluarga-keluarga kristiani, para pendidik dan, dengan alasan khusus, para imam, terutama para pastor paroki. Para Uskup diosesan yang paling berkepentingan untuk memajukan panggilan, hendaknya mengajar umat yang dipercayakan kepadanya tentang pentingnya pelayanan suci dan kebutuhan akan pelayan-pelayan dalam Gereja, dan hendaknya mereka membangkitkan serta mendukung usaha-usaha untuk membina panggilan, terutama dengan karya-karya yang diadakan untuk itu.
§ 2. Selain itu hendaknya para imam, tetapi terutama para Uskup diosesan, memperhatikan agar para pria yang sudah lebih matang dalam usia dan merasa dirinya dipanggil untuk pelayanan suci, dibantu secara arif dengan kata dan karya dan dipersiapkan sewajarnya.
Kan. 234 - § 1. Hendaknya dipelihara, kalau ada, dan juga dibina seminari-seminari menengah atau lembaga-lembaga sejenis, di mana diselenggarakan pendidikan keagamaan khusus bersama dengan pendi-dikan humaniora dan ilmiah demi pembinaan panggilan; bahkan, bilamana dinilai bermanfaat, hendaknya Uskup diosesan mengusahakan didirikannya seminari menengah atau lembaga sejenis.
§ 2. Kecuali dalam kasus-kasus tertentu keadaan menganjurkan lain, hendaknya orang-orang muda yang bermaksud menjadi imam dibekali pendidikan humaniora dan ilmiah agar di wilayah masing-masing orang-orang muda itu dipersiapkan untuk menjalani studi lanjut.
Kan. 235 - § 1. Orang-orang muda yang bermaksud menjadi imam hendaknya dididik di seminari tinggi untuk pembinaan rohani yang memadai dan untuk tugas-tugasnya sendiri selama seluruh waktu pendidikan, atau, bila menurut penilaian Uskup diosesan keadaan menuntutnya, sekurang-kurangnya selama empat tahun.
§ 2. Mereka yang secara legitim tinggal di luar seminari, hendak-nya oleh Uskup diosesan dipercayakan kepada seorang imam yang saleh dan cakap, untuk mengusahakan agar mereka dibina dengan seksama bagi hidup rohani dan kedisiplinan.
Kan. 236 - Para calon diakon-tetap, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Konferensi para Uskup, hendaknya dibina untuk memupuk hidup rohaninya dan dididik untuk menjalankan tugas-tugas khas tahbisannya dengan baik:
10 orang-orang muda, sekurang-kurangnya selama tiga tahun, tinggal dalam suatu rumah khusus, kecuali karena alasan-alasan berat Uskup diosesan menentukan lain;
20 pria yang sudah lebih matang dalam usia, baik yang selibater maupun yang beristri, melalui program pendidikan selama tiga tahun yang ditentukan oleh Konferensi para Uskup tersebut.
Kan. 237 - § 1. Kalau mungkin dan bermanfaat, di setiap keus-kupan hendaknya ada seminari tinggi; kalau tidak, hendaknya para mahasiswa yang mempersiapkan diri untuk pelayanan-pelayanan suci, dipercayakan kepada seminari lain atau didirikan seminari inter-diosesan.
§ 2. Janganlah didirikan suatu seminari interdiosesan sebelum diperoleh aprobasi dari Takhta Apostolik, baik mengenai hal mendiri-kan seminari itu sendiri maupun mengenai statutanya; dan juga dari Konferensi para Uskup, bila mengenai seminari untuk seluruh wilayah Konferensi para Uskup itu; kalau tidak, dari para Uskup yang ber-kepentingan.
Kan. 238 - § 1. Seminari-seminari yang didirikan secara legitim, menurut hukum sendiri mempunyai status badan hukum dalam Gereja.
§ 2. Rektor mewakili badan hukum seminari dalam semua urusan, kecuali otoritas yang berwenang menentukan lain untuk perkara-perkara tertentu.
Kan.  239 - § 1. Di setiap seminari hendaknya ada rektor yang mengepalainya, wakil rektor bila diperlukan, ekonom; dan jika para seminaris belajar di seminari itu sendiri, hendaknya ada juga pengajar-pengajar untuk memberikan pelbagai mata pelajaran yang terkoordinasi secara tepat.
§ 2. Di setiap seminari hendaknya sekurang-kurangnya ada seorang direktor spiritual, tetapi para seminaris tetap mempunyai kebebasan untuk menghadap imam-imam lain yang ditugaskan oleh Uskup untuk itu.
§ 3. Dalam statuta seminari hendaknya ditentukan cara-cara bagaimana para pembina lainnya, pengajar-pengajar, bahkan juga para seminaris sendiri, mengambil bagian dalam tanggungjawab rektor, terutama dalam memelihara kedisiplinan.
Kan. 240 - § 1. Selain bapa pengakuan tetap, hendaknya juga ada beberapa bapa pengakuan lain yang secara teratur datang ke seminari dan, dengan tetap berlaku tata-tertib seminari, para seminaris selalu boleh mengunjungi setiap bapa pengakuan, baik di seminari maupun di luar seminari.
§ 2. Dalam pengambilan keputusan mengenai para seminaris sehu-bungan dengan penerimaan tahbisan atau dalam hal mengeluarkan mereka dari seminari, tidak pernah dapat diminta pendapat direktor spiritual dan bapa pengakuan.
Kan. 241 - § 1. Hanya mereka yang dianggap mampu untuk membaktikan diri bagi pelayanan suci untuk selamanya, dengan memperhatikan bakat-bakat manusiawi dan moral, spiritual dan intelektual, kesehatan fisik dan psikis, dan juga kehendak yang benar, boleh diterima di seminari tinggi oleh Uskup diosesan.
§ 2. Sebelum diterima, mereka harus menunjukkan dokumen-dokumen tentang baptis dan penguatan yang telah diterima, dan lain-lain yang dituntut menurut ketentuan-ketentuan Pedoman Pembinaan Calon Imam.
§ 3. Dalam hal penerimaan mereka yang telah dikeluarkan dari seminari lain atau tarekat religius, selain itu juga dituntut surat keterangan dari pemimpin yang bersangkutan terutama mengenai alasan dikeluarkannya atau kepergian mereka.
Kan. 242 - § 1. Setiap bangsa hendaknya mempunyai Pedoman Pembinaan Calon Imam yang harus ditetapkan Konferensi para Uskup, dengan memperhatikan norma-norma yang telah dikeluarkan otoritas tertinggi Gereja, dan yang harus mendapat aprobasi dari Takhta Suci, dan harus disesuaikan dengan keadaan-keadaan baru, juga dengan aprobasi Takhta Suci; dengan Pedoman itu hendaknya dirumuskan asas-asas pokok serta norma-norma umum pendidikan yang harus diberikan di seminari yang disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan pastoral masing-masing wilayah atau provinsi.
§ 2. Norma-norma Pedoman yang disebutkan dalam § 1 hendak-nya ditaati di semua seminari, baik diosesan maupun interdiosesan.
Kan. 243 - Selain itu setiap seminari hendaknya mempunyai peraturan masing-masing yang disetujui oleh Uskup diosesan atau, jika mengenai seminari interdiosesan, oleh para Uskup yang bersangkutan; dengan peraturan itu norma-norma Pedoman Pembinaan Calon Imam hendaknya disesuaikan dengan keadaan-keadaan khusus dan terutama pokok-pokok kedisiplinan yang menyangkut hidup sehari-hari para seminaris dan aturan seluruh seminari dijabarkan lebih rinci.
Kan. 244 - Pembinaan rohani dan pengajaran ilmu bagi para mahasiswa di seminari hendaknya dikoordinasi secara terpadu, dan diarahkan dengan tujuan agar mereka, sesuai dengan ciri masing-masing dan kematangan manusiawi yang semestinya, dapat menghayati semangat Injil serta hubungan erat dengan Kristus.
Kan. 245 - § 1. Hendaknya dengan pembinaan rohani para mahasiswa menjadi cakap untuk menjalankan pelayanan pastoral secara berhasil dan dididik dalam semangat misioner, dengan belajar bahwa pelayanan yang dijalankan dalam iman yang hidup dan cintakasih selalu memajukan kesuciannya sendiri; demikian pula hendaknya mereka belajar mengolah keutamaan-keutamaan yang dalam hidup bersama menjadi makin berharga, sedemikian sehingga mereka mampu memadukan dengan tepat nilai-nilai manusiawi dan adikodrati.
§ 2. Para mahasiswa hendaknya dibina sedemikian sehingga mereka diresapi cinta akan Gereja Kristus, merasa terikat pada Paus pengganti Petrus dengan kerendahan hati dan kasih keputeraan, bersatu dengan Uskup masing-masing sebagai rekan kerja yang setia, dan bekerjasama sebagai rekan dengan saudara-saudara; lewat hidup bersama di seminari dan ikatan persahabatan serta hubungan dengan orang-orang lain, mereka dipersiapkan untuk kesatuan persaudaraan dengan presbiterium keuskupan yang akan merupakan rekan-rekan dalam mengabdi Gereja.
Kan. 246 - § 1. Perayaan Ekaristi hendaknya menjadi pusat seluruh hidup seminari, sedemikian sehingga setiap hari para seminaris, dengan mengambil bagian dalam kasih Kristus, menimba kekuatan jiwa untuk karya kerasulan dan hidup rohaninya terutama dari sumber melimpah itu.
§ 2. Hendaknya mereka dibina untuk merayakan ibadat harian; dengan itu para pelayan Allah atas nama Gereja berdoa kepada Allah untuk seluruh umat yang dipercayakan kepadanya, bahkan untuk seluruh dunia.
§ 3. Hendaknya dibina devosi kepada Santa Perawan Maria juga dengan rosario, demikian pula doa batin dan latihan-latihan kesalehan lainnya, agar para seminaris memperoleh semangat doa dan mendapat-kan kekuatan bagi panggilannya.
§ 4. Hendaknya para seminaris membiasakan diri sering menerima sakramen tobat, dan dianjurkan agar masing-masing mempunyai pembimbing hidup rohani yang dipilihnya dengan bebas untuk dapat membuka hatinuraninya penuh kepercayaan.
§ 5. Setiap tahun para seminaris hendaknya mengikuti retret.
Kan. 247 - § 1. Hendaknya mereka dipersiapkan dengan pendi-dikan yang sesuai untuk menghayati status hidup selibat, dan belajar menghargainya sebagai anugerah istimewa dari Allah.
§ 2. Para seminaris hendaknya diberi informasi semestinya menge-nai kewajiban-kewajiban dan beban-beban yang khas bagi para pelayan suci Gereja, tanpa menyembunyikan satu pun kesukaran hidup imamat.
Kan. 248 - Pendidikan doktrinal yang harus diberikan bertujuan agar para mahasiswa mendapat, bersama dengan budaya umum yang selaras dengan tuntutan tempat dan waktu, ajaran yang menyeluruh dan solid dalam ilmu-ilmu suci, sedemikian sehingga mereka dengan imannya sendiri yang didasari dan dipupuk ajaran itu, mampu mewartakan ajaran Injil secara tepat kepada orang-orang zamannya, dengan cara yang disesuaikan dengan sifat mereka.
Kan. 249 - Dalam Pedoman Pembinaan Calon Imam hendaknya diatur agar para mahasiswa tidak hanya diajar bahasa tanahairnya dengan seksama, melainkan juga mengerti dengan baik bahasa latin dan juga memperoleh pengetahuan sewajarnya bahasa-bahasa lain, yang dianggap perlu atau bermanfaat untuk pembinaan mereka atau untuk menjalankan pelayanan pastoral.
Kan. 250 - Studi filsafat dan teologi, yang diatur di seminari sendiri, dapat dilaksanakan berturut-turut atau bersamaan menurut Pedoman Pembinaan Calon Imam; lama studi hendaknya meliputi sekurang-kurangnya enam tahun penuh, tetapi sedemikian sehingga waktu untuk studi filsafat mencakup dua tahun penuh, sedangkan studi teologi empat tahun penuh.
Kan. 251 - Pendidikan filsafat, yang harus berdasarkan warisan filsafat yang tetap berlaku dan memperhatikan pula penelitian filsafat zaman yang terus maju, hendaknya diberikan sedemikian sehingga menyempurnakan pembinaan kemanusiaan para mahasiswa, mengem-bangkan ketajaman akal-budi dan membuat mereka lebih mampu untuk studi teologi.
Kan. 252 - § 1. Pendidikan teologi, dalam cahaya iman, dibawah tuntunan Magisterium, hendaknya diberikan sedemikian sehingga para mahasiswa mengenal ajaran katolik utuh yang berdasarkan wahyu ilahi, memupuk hidup rohaninya sendiri, dan mampu mewartakan serta melindunginya dengan baik dalam menjalankan pelayanan.
§ 2. Para mahasiswa hendaknya diberi pelajaran Kitab Suci dengan sangat seksama, agar mereka mendapat gambaran mengenai seluruh Kitab Suci.
§ 3. Hendaknya diberikan kuliah-kuliah teologi dogmatik yang selalu berdasarkan sabda Allah yang tertulis bersama dengan Tradisi suci; hendaknya para mahasiswa dengan pertolongan itu belajar menyelami lebih mendalam misteri-misteri keselamatan, dengan berguru khususnya pada Santo Thomas; demikian pula hendaknya ada kuliah-kuliah teologi moral dan pastoral, hukum kanonik, liturgi, sejarah Gereja, dan matakuliah-matakuliah lainnya, baik pelengkap maupun khusus, menurut norma ketentuan-ketentuan Pedoman Pembinaan Calon Imam.
Kan. 253 - § 1. Untuk tugas mengajar matakuliah-matakuliah filsafat, teologi dan hukum, hendaknya Uskup atau para Uskup yang berkepentingan mengangkat hanya mereka yang unggul dalam keutamaan-keutamaan dan telah memperoleh gelar doktor atau lisensiat di universitas atau fakultas yang diakui Takhta Suci.
§ 2. Hendaknya diusahakan agar diangkat pengajar-pengajar khusus, masing-masing untuk mengajar Kitab Suci, teologi dogmatik, teologi moral, liturgi, filsafat, hukum kanonik, sejarah Gereja dan matakuliah-matakuliah lainnya yang harus diberikan menurut metode-nya sendiri-sendiri.
§ 3. Pengajar yang sangat lalai melaksanakan tugasnya hendaknya diberhentikan oleh otoritas yang disebut dalam § 1.
Kan. 254 - § 1. Dalam memberikan kuliah-kuliah para pengajar hendaknya senantiasa memperhatikan kesatuan erat dan keserasian seluruh ajaran iman, agar para mahasiswa mengalami bahwa mereka mempelajari satu ilmu; agar hal itu dapat tercapai dengan lebih mudah, maka di seminari hendaknya ada seorang yang mengatur tatanan studi yang utuh.
§ 2. Para mahasiswa hendaknya dididik sedemikian sehingga mereka mampu mempelajari sendiri masalah-masalah secara ilmiah dengan penelitian-penelitian yang sesuai; maka dari itu hendaknya diadakan latihan-latihan, agar dengan itu para mahasiswa dibawah bimbingan para pengajar belajar dengan usaha sendiri melakukan beberapa studi.
Kan. 255 - Meskipun seluruh pembinaan para mahasiswa di seminari mempunyai tujuan pastoral, pendidikan pastoral dalam arti sempit hendaknya diarahkan agar para mahasiswa mempelajari prinsip-prinsip serta keterampilan-keterampilan yang berhubungan dengan pelayanan mengajar, menguduskan dan memimpin umat Allah, dengan memperhatikan tuntutan tempat dan waktu.
Kan. 256 - § 1. Para mahasiswa hendaknya diberi pelajaran dengan teliti dalam hal-hal yang secara khusus berhubungan dengan pelayanan suci terutama dalam keterampilan kateketik dan homiletik, dalam merayakan ibadat ilahi dan khususnya sakramen-sakramen, dalam bergaul dengan sesama manusia, juga orang-orang tidak katolik atau tidak beriman, dalam menyelenggarakan administrasi paroki dan tugas-tugas lain.
§ 2. Para mahasiswa hendaknya diajar tentang kebutuhan-kebutuhan seluruh Gereja sedemikian sehingga mereka dengan penuh minat terlibat dalam memajukan panggilan, dalam masalah-masalah misi, ekumenis dan masalah-masalah lain yang lebih mendesak, termasuk juga masalah-masalah sosial.
Kan. 257 - § 1. Pendidikan para mahasiswa hendaknya dilaksana-kan sedemikian sehingga mereka menaruh keprihatinan tidak hanya terhadap Gereja partikular, tempat mereka diinkardinasi untuk mengabdi, melainkan juga terhadap Gereja universal, dan agar mereka menunjukkan kesediaan untuk mengabdi kepada Gereja-gereja parti-kular, di mana  ada kebutuhan yang sangat mendesak.
§ 2. Uskup diosesan hendaknya mengusahakan agar klerikus yang bermaksud pindah dari Gereja partikularnya sendiri ke Gereja parti-kular daerah lain, dipersiapkan dengan tepat untuk menjalankan pelayanan rohani di tempat tersebut, misalnya untuk mempelajari bahasa daerah dan tradisi, keadaan sosial, dan untuk memahami kebiasaan-kebiasaannya.
Kan. 258 - Agar para mahasiswa memiliki keterampilan dalam melaksanakan karya kerasulan nanti, maka selama masa perkuliahan berlangsung, tetapi terutama di masa liburan, mereka hendaknya diantar ke dalam praktek pastoral, selalu dibawah bimbingan seorang imam yang berpengalaman, dengan latihan-latihan yang tepat, disesuaikan dengan umur para mahasiswa dan keadaan tempat; latihan-latihan itu harus ditentukan menurut penilaian Ordinaris.
Kan. 259 - § 1. Uskup diosesan atau, jika mengenai seminari inter-diosesan, para Uskup yang berkepentingan, berwenang menentukan hal-hal yang menyangkut kepemimpinan tersebut dan administrasi seminari.
§ 2. Uskup diosesan atau, jika mengenai seminari interdiosesan, para Uskup yang berkepentingan, hendaknya seringkali mengunjungi sendiri seminari, mengawasi pembinaan para mahasiswa dan juga pengajaran filsafat dan teologi yang diberikan di situ, dan berusaha mengetahui panggilan, watak, kesalehan dan kemajuan para maha-siswa, terutama mengingat tahbisan-tahbisan yang akan diberikan.
Kan. 260 - Dalam menjalankan tugas masing-masing, semua harus menaati rektor yang bertugas memimpin seminari sehari-hari, menurut norma Pedoman Pembinaan Calon Imam.
Kan. 261 - § 1. Rektor seminari dan juga, dibawah otoritasnya, para pembina dan pengajar sesuai dengan fungsi masing-masing hendaknya mengusahakan agar para mahasiswa menaati dengan seksama Pedoman Pembinaan Calon Imam dan peraturan seminari.
§ 2. Rektor seminari dan pembina studi hendaknya dengan seksama mengatur agar para pengajar menjalankan tugas masing-masing dengan baik, menurut ketentuan-ketentuan Pedoman Pembinaan Calon Imam dan peraturan seminari.
Kan. 262 - Seminari hendaknya exempt (dikecualikan dari) kepemimpinan paroki: dan bagi semua yang berada di seminari, tugas Pastor Paroki diemban rektor seminari atau orang yang ditugaskannya, kecuali dalam hal perkawinan dan tetap berlaku ketentuan kan. 985.
Kan. 263 - Uskup diosesan atau, jika mengenai seminari inter-diosesan, para Uskup yang berkepentingan, harus mengusahakan agar tersedia apa yang perlu untuk pendirian dan pemeliharaan seminari, penghidupan para mahasiswa, balas-karya para pengajar dan kebutuhan-kebutuhan seminari lainnya, sesuai dengan bagian yang telah mereka tentukan dalam perundingan bersama.
Kan. 264 - § 1. Agar tersedia apa yang perlu untuk kebutuhan-kebutuhan seminari, disamping derma yang disebut dalam kan. 1266, Uskup dapat menetapkan iuran wajib (tributum) di keuskupan.
§ 2. Semua badan hukum gerejawi terkena iuran wajib untuk seminari, termasuk juga yang privat yang ada di keuskupan, kecuali jika mereka hidup hanya dari sedekah atau di asrama mereka sendiri terdapat mahasiswa atau guru yang memajukan kesejahteraan umum Gereja; iuran wajib semacam itu harus umum, seimbang dengan penghasilan mereka yang terkena iuran wajib, dan ditentukan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan seminari.

BAB II
KEANGGOTAAN ATAU INKARDINASI PARA KLERIKUS

Kan. 265 - Setiap klerikus harus diinkardinasi pada suatu Gereja partikular atau Prelatur personal, atau suatu tarekat hidup-bakti atau suatu serikat yang mempunyai wewenang itu sedemikian sehingga sama sekali tidak diperkenankan adanya klerikus tanpa kepala atau klerikus pengembara (clericus vagus).
Kan. 266 - § 1. Dengan penerimaan tahbisan diakon seseorang menjadi klerikus dan diinkardinasi pada Gereja partikular atau Prelatur personal, yang harus dilayaninya sesuai dengan pengangkatannya.
§ 2. Anggota tarekat religius yang telah mengikrarkan kaul-kaul kekal atau yang tergabung secara definitif pada serikat klerikal hidup kerasulan, dengan penerimaan tahbisan diakon diinkardinasi sebagai klerikus pada tarekat atau serikat itu, kecuali mengenai serikat yang konstitusinya menentukan lain.
§ 3. Anggota tarekat sekular yang menerima tahbisan diakon diinkardinasi pada Gereja partikular, yang harus dilayaninya sesuai dengan pengangkatannya, kecuali berdasarkan kemurahan Takhta Apostolik ia diinkardinasi pada tarekat itu sendiri.
Kan. 267 - § 1. Agar seorang klerikus yang telah berinkardinasi dapat diinkardinasi secara sah pada Gereja partikular lain, haruslah memperoleh surat ekskardinasi yang ditandatangani oleh Uskup diosesannya; demikian pula ia harus memperoleh surat inkardinasi yang ditandatangani Uskup diosesan Gereja partikular tempat ia ingin diinkardinasi.
§ 2. Ekskardinasi yang diberikan dengan cara itu baru berlaku jika diperoleh inkardinasi di Gereja partikular lain.
Kan. 268 - § 1. Klerikus yang secara legitim telah pindah dari Gereja partikularnya sendiri ke Gereja partikular lain, setelah lewat lima tahun, menurut hukum sendiri diinkardinasi pada Gereja partikular itu, jika ia menunjukkan kehendak demikian secara tertulis baik kepada Uskup diosesan Gereja yang menerimanya sebagai tamu maupun kepada Uskup diosesannya sendiri; dan tak seorang pun dari keduanya dalam jangka waktu empat bulan setelah diterimanya surat itu menyatakan secara tertulis kehendaknya yang berlawanan.
§ 2. Dengan penerimaan kekal atau definitif dalam tarekat hidup-bakti atau serikat hidup kerasulan, seorang klerikus yang menurut norma kan. 266, § 2 terinkardinasi pada tarekat atau serikat itu, diekskardinasi dari Gereja partikularnya sendiri.
Kan. 269 - Janganlah Uskup diosesan menginkardinasi seorang klerikus kecuali:
10 kebutuhan atau manfaat bagi Gereja partikularnya mendesak hal itu, dan dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan hukum mengenai penghidupan yang layak bagi para klerikus;
20 baginya nyata dari dokumen yang legitim adanya ekskardinasi, dan selain itu telah memperoleh dari Uskup diosesan yang memberikan ekskardinasi, surat keterangan yang sewajarnya mengenai hidup, moral dan studi klerikus itu, bila perlu secara rahasia;
30 klerikus itu menyatakan secara tertulis kepada Uskup diosesan itu bahwa ia mau diabdikan kepada Gereja partikular yang baru menurut norma hukum.
Kan. 270 - Ekskardinasi hanya dapat diberikan secara licit karena alasan-alasan yang wajar, seperti manfaat bagi Gereja atau kesejah-teraan klerikus itu sendiri; tetapi ekskardinasi tidak dapat ditolak kecuali ada alasan-alasan yang berat; namun seorang klerikus yang merasa berkeberatan dan menemukan Uskup yang mau menerimanya, boleh membuat rekursus melawan keputusan itu.
Kan. 271 - § 1. Kecuali dalam kasus bahwa sungguh dibutuhkan oleh Gereja partikularnya sendiri, Uskup diosesan janganlah menolak memberi izin pindah kepada klerikus yang diketahuinya bersedia dan dinilai cocok untuk pergi ke daerah-daerah yang sangat kekurangan klerikus, dan siap menjalankan pelayanan suci di sana, namun hendaknya diusahakan agar hak-hak dan kewajiban para klerikus itu ditegaskan dengan perjanjian tertulis dengan Uskup diosesan dari wilayah yang dituju.
§ 2. Uskup diosesan dapat memberikan kepada klerikusnya izin untuk pindah ke Gereja partikular lain untuk waktu yang ditetapkan lebih dulu, juga untuk diperbarui berkali-kali, tetapi sedemikian sehingga klerikus itu tetap berinkardinasi pada Gereja partikularnya sendiri, dan bila mereka kembali ke situ, menikmati semua hak yang sedianya mereka peroleh seandainya mereka membaktikan diri untuk pelayanan rohani di situ.
§ 3. Seorang klerikus yang secara legitim telah pindah ke Gereja partikular lain tetapi tetap berinkardinasi pada Gereja partikularnya sendiri, dapat dipanggil kembali oleh Uskup diosesannya karena alasan yang wajar, asal saja ditaati perjanjian-perjanjian yang telah dibuat dengan Uskup lain itu dan diindahkan kewajaran kodrati; demikian pula, dengan syarat-syarat yang sama, Uskup diosesan Gereja partikular lain itu, karena alasan yang wajar, dapat menolak memberikan izin kepada seorang klerikus untuk tinggal lebih lama di wilayahnya.
Kan. 272 - Ekskardinasi dan inkardinasi, demikian pula izin untuk pindah ke Gereja partikular lain, tidak dapat diberikan oleh Administrator diosesan kecuali setahun setelah lowongnya Takhta keuskupan dan dengan persetujuan kolegium konsultor.

BAB III
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN DAN HAK-HAK KLERIKUS

Kan. 273 - Klerikus terikat kewajiban khusus untuk menyatakan hormat dan ketaatan kepada Paus dan Ordinaris masing-masing.
Kan. 274 - § 1. Hanya klerikus dapat memperoleh jabatan-jabatan yang pelaksanaannya menuntut kuasa tahbisan atau kuasa kepemim-pinan gerejawi.
§ 2. Para klerikus terikat kewajiban untuk menerima dan melak-sanakan dengan setia tugas yang dipercayakan Ordinaris kepada mereka, kecuali dibebaskan oleh halangan yang legitim.
Kan. 275 - § 1. Para klerikus, karena semua bekerja terpadu untuk suatu karya yang satu dan sama, yakni membangun Tubuh Kristus, hendaknya disatukan antar mereka dengan ikatan persaudaraan dan doa, dan mengusahakan kerjasama antar mereka menurut ketentuan-ketentuan hukum partikular.
§ 2. Hendaknya para klerikus mengakui dan memajukan misi yang dilaksanakan kaum awam dalam Gereja dan dunia menurut peranannya masing-masing.
Kan. 276 - § 1. Dalam hidupnya para klerikus terikat untuk mengejar kesucian dengan alasan khusus, yakni karena mereka telah dibaktikan kepada Allah dengan dasar baru dalam penerimaan tahbisan menjadi pembagi misteri-misteri Allah dalam mengabdi umat-Nya.
§ 2. Agar mereka mampu mengejar kesempurnaan ini:
10 hendaknya pertama-tama mereka menjalankan tugas-tugas pelayanan pastoral dengan setia dan tanpa kenal lelah;
20 hendaknya mereka memupuk hidup rohani dengan santapan ganda yakni Kitab Suci dan Ekaristi; oleh karena itu, para imam dengan sangat dihimbau untuk mempersembahkan Kurban Ekaristi setiap hari, sedangkan para diakon untuk mengambil bagian dalam kurban itu setiap hari;
30 para imam dan juga para diakon calon imam terikat kewajiban untuk menunaikan ibadat harian setiap hari menurut buku-buku liturgi yang disahkan; tetapi para diakon-tetap hendaknya mendoakan bagian-bagian yang ditentukan oleh Konferensi para Uskup;
40 demikian pula mereka wajib meluangkan waktu untuk latihan rohani, menurut ketentuan-ketentuan hukum partikular;
50 mereka dihimbau untuk melakukan doa batin secara teratur, sering menerima sakramen tobat, berbakti kepada Perawan Bunda Allah dengan penghormatan khusus, dan memanfaatkan sarana-sarana pengudusan yang umum dan khusus lain.
Kan. 277 - § 1. Para klerikus terikat kewajiban untuk memelihara tarak sempurna dan selamanya demi Kerajaan surga, dan karena itu terikat selibat yang merupakan anugerah istimewa Allah; dengan itu para pelayan suci dapat lebih mudah bersatu dengan Kristus dengan hati tak terbagi dan membaktikan diri lebih bebas untuk pelayanan kepada Allah dan kepada manusia.
§ 2. Para klerikus hendaknya dengan cukup hati-hati bergaul dengan orang-orang tertentu, jika pergaulan dengan mereka dapat membahayakan kewajibannya untuk memelihara tarak atau dapat menimbulkan batu sandungan bagi kaum beriman.
§ 3. Uskup diosesan berwenang menetapkan norma-norma yang lebih rinci dalam hal itu dan untuk mengambil keputusan mengenai ditaatinya kewajiban itu dalam kasus-kasus khusus.
Kan. 278 - § 1. Para klerikus sekulir mempunyai hak untuk meng-gabungkan diri dalam perserikatan dengan yang lain untuk mencapai tujuan-tujuan yang selaras dengan status klerikal.
§ 2. Hendaknya para klerikus sekulir menghargai terutama perse-rikatan-perserikatan yang statutanya disetujui oleh otoritas yang berwenang, dengan pengaturan hidup yang tepat dan memadai dan saling membantu sebagai saudara, memupuk kesuciannya dalam melaksanakan pelayanan, dan membina persatuan antar mereka dan dengan Uskup masing-masing.
§ 3. Para klerikus janganlah mendirikan atau mengambil bagian dalam perserikatan-perserikatan yang tujuan atau kegiatannya tak dapat diselaraskan dengan kewajiban-kewajiban khas status klerikal, atau dapat menghambat pelaksanaan seksama tugas yang dipercayakan otoritas Gereja yang berwenang kepada mereka.
Kan. 279 - § 1. Para klerikus, juga setelah menerima tahbisan imam, hendaknya melanjutkan studi ilmu-ilmu suci dan mengikuti ajaran solid yang berdasarkan Kitab Suci diwariskan para Pendahulu dan diakui oleh Gereja sebagai ajaran yang diterima umum, seperti yang ditetapkan dalam dokumen-dokumen terutama Konsili-konsili dan para Paus, sambil menghindari kebaruan-kebaruan ungkapan yang profan dan ilmu palsu.
§ 2. Para imam, menurut ketentuan-ketentuan hukum partikular, hendaknya mengikuti kuliah-kuliah pastoral yang diadakan sesudah tahbisan imamat; dan pada waktu-waktu yang ditetapkan oleh hukum yang sama, hendaknya mereka juga mengikuti kuliah-kuliah lain, pertemuan-pertemuan teologis atau konferensi-konferensi, agar mereka mendapatkan  kesempatan untuk lebih mengenal ilmu-ilmu suci dan metode-metode pastoral.
§ 3. Hendaknya mereka juga mempelajari ilmu-ilmu lain, lebih-lebih yang berkaitan dengan ilmu-ilmu suci, terutama sejauh itu membantu pelaksanaan pelayanan pastoral.
Kan. 280 - Sangat dianjurkan kepada para klerikus kebiasaan hidup bersama; bila itu ada, hendaknya dipertahankan sejauh mungkin.
Kan. 281 - § 1. Para klerikus, karena membaktikan diri bagi pelayanan gerejawi, pantas menerima remunerasi yang sesuai dengan kedudukannya, dengan memperhitungkan hakikat tugasnya itu, maupun keadaan tempat dan waktu, agar dengan itu mereka dapat memenuhi keperluan-keperluan hidupnya sendiri dan memberi imbalan yang wajar kepada mereka yang pelayanannya mereka butuhkan.
§ 2. Demikian pula harus diusahakan agar mereka mempunyai bantuan sosial untuk memenuhi dengan wajar kebutuhan-kebutuhan mereka bila menderita sakit, invalid atau lanjut usia.
§ 3. Para diakon beristri, yang membaktikan diri sepenuhnya bagi pelayanan gerejawi, pantas menerima remunerasi untuk dapat meng-hidupi diri sendiri dan keluarganya; tetapi mereka yang menerima remunerasi, karena jabatan sipil yang mereka miliki atau pernah mereka miliki, hendaknya memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya sendiri serta keluarganya dari penghasilan itu.
Kan. 282 - § 1. Para klerikus hendaknya hidup sederhana dan menjauhkan diri dari segala sesuatu yang memberi kesan kesia-siaan.
§ 2. Harta benda, yang mereka terima pada kesempatan melak-sanakan jabatan gerejawi, setelah dikurangi untuk penghidupan yang layak dan untuk memenuhi semua tugas jabatannya, sisanya hendaklah digunakan untuk kepentingan Gereja dan karya amal.
Kan. 283 - § 1. Para klerikus, meskipun tidak mempunyai tugas residensial, janganlah pergi dari keuskupannya untuk jangka waktu yang signifikan, yang harus ditentukan oleh hukum partikular, tanpa izin yang sekurang-kurangnya diandaikan dari Ordinarisnya sendiri.
§ 2. Mereka berhak mendapat liburan tahunan yang wajar dan memadai, yang ditentukan hukum universal atau partikular.
Kan. 284 - Para klerikus hendaknya mengenakan pakaian gerejawi yang pantas, menurut norma-norma yang dikeluarkan Konferensi para Uskup dan kebiasaan setempat yang legitim.
Kan. 285 - § 1. Para klerikus hendaknya menjauhi segala sesuatu yang tidak sesuai dengan statusnya, menurut ketentuan-ketentuan hukum partikular.
§ 2. Hendaknya para klerikus menghindari hal-hal yang meskipun tidak tercela, namun asing bagi status klerikal.
§ 3. Para klerikus dilarang menerima jabatan-jabatan publik yang membawa-serta partisipasi dalam pelaksanaan kuasa sipil.
§ 4. Tanpa izin Ordinarisnya, janganlah mereka mengelola harta benda urusan kaum awam atau menerima jabatan-jabatan sekular yang membawa-serta beban untuk mempertanggungjawabkannya; mereka dilarang menanggung jaminan, meskipun dengan hartanya sendiri, tanpa konsultasi dengan Ordinarisnya sendiri; demikian pula janganlah mereka menandatangani surat utang yang menimbulkan kewajiban melunasinya, tanpa dirumuskan perkaranya.
Kan. 286 - Para klerikus dilarang berbisnis atau berdagang, dilakukan sendiri atau lewat orang lain, untuk keuntungan baik diri sendiri maupun orang lain, kecuali dengan izin otoritas gerejawi yang legitim.
Kan. 287 - § 1. Para klerikus hendaknya selalu memupuk damai dan kerukunan sekuat tenaga berdasarkan keadilan yang harus dipelihara di antara sesama manusia.
§ 2. Janganlah mereka turut ambil bagian aktif dalam partai-partai politik dan dalam kepemimpinan serikat-serikat buruh, kecuali jika menurut penilaian otoritas gerejawi yang berwenang hal itu perlu untuk melindungi hak-hak Gereja atau memajukan kesejahteraan umum.
Kan. 288 - Para diakon-tetap tidak terikat ketentuan-ketentuan kanon-kanon 284, 285, §§ 3 dan 4, 286, 287, § 2, kecuali hukum partikular menentukan lain.
Kan. 289 - § 1. Karena dinas militer kurang sesuai dengan status klerikal, janganlah para klerikus dan juga para calon tahbisan suci dengan sukarela masuk dinas militer tanpa izin Ordinarisnya.
§ 2. Para klerikus hendaknya mempergunakan pengecualian-pengecualian yang diberikan undang-undang atau perjanjian-perjanjian atau kebiasaan yang menguntungkan mereka, untuk bebas dari tugas-tugas dan jabatan-jabatan sipil publik yang asing bagi status klerikal, kecuali dalam kasus-kasus khusus Ordinarisnya sendiri memutuskan lain.

BAB IV
HILANGNYA  STATUS  KLERIKAL

Kan. 290 - Tahbisan suci, sekali diterima dengan sah, tak pernah menjadi tidak-sah.  Tetapi seorang klerikus kehilangan status klerikal:
10 dengan putusan pengadilan atau dekret administratif yang me-nyatakan tidak-sahnya tahbisan suci;
20 oleh hukuman pemecatan yang dijatuhkan secara legitim;
30 oleh reskrip Takhta Apostolik; tetapi reskrip itu diberikan oleh Takhta Apostolik bagi para diakon hanya karena alasan-alasan yang berat dan bagi para imam hanya karena alasan-alasan yang sangat berat.
Kan. 291 - Selain yang disebut dalam kan. 290, 10, hilangnya status klerikal tidak membawa-serta dispensasi dari kewajiban selibat, yang diberikan hanya oleh Paus.
Kan. 292 - Seorang klerikus, yang kehilangan status klerikal menurut norma hukum, kehilangan hak-hak khas status klerikal dan tidak lagi terikat oleh kewajiban-kewajiban status klerikal, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 291; ia dilarang melaksanakan kuasa tahbisan, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 976; dengan sendirinya ia kehi-langan semua jabatan, tugas dan kuasa apapun yang didelegasikan.
Kan. 293 - Seorang klerikus yang kehilangan status klerikal, tidak dapat diterima kembali di antara para klerikus kecuali oleh reskrip Takhta Apostolik.


JUDUL IV
PRELATUR  PERSONAL

Kan. 294 - Demi pemerataan pembagian para imam atau demi pelaksanaan karya-karya pastoral atau misioner khusus bagi pelbagai daerah atau aneka kelompok sosial, oleh Takhta Apostolik setelah mendengarkan pendapat Konferensi-konferensi para Uskup yang bersangkutan dapat didirikan prelatur-prelatur personal yang terdiri dari imam-imam dan diakon-diakon klerus sekulir.
Kan. 295 - § 1. Prelatur personal diatur dengan statuta yang dite-tapkan Takhta Apostolik dan dikepalai oleh seorang Prelat sebagai Ordinarisnya sendiri, yang berhak mendirikan seminari nasional atau internasional dan juga menginkardinasi mahasiswa-mahasiswa dan dengan dasar pengabdian kepada prelatur menahbiskan mereka.
§ 2. Prelat harus mengusahakan baik pendidikan rohani mereka yang diangkatnya dengan dasar tersebut di atas, maupun mengusahakan penghidupan layak bagi mereka.
Kan. 296 - Dengan perjanjian-perjanjian yang diadakan dengan prelatur, kaum awam dapat membaktikan diri bagi karya-karya kerasulan prelatur; adapun cara kerjasama organis itu dan kewajiban-kewajiban serta hak-hak utama yang berkaitan dengan itu hendaknya ditentukan dengan tepat dalam statuta.
Kan. 297 - Demikian pula statuta hendaknya merumuskan hu-bungan prelatur dengan para Ordinaris wilayah Gereja-gereja partikular di mana prelatur melaksanakan atau ingin melaksanakan karya-karya pastoral atau misionernya, dengan mendapat persetujuan lebih dulu dari Uskup diosesan.


JUDUL V
PERSERIKATAN KAUM BERIMAN KRISTIANI

BAB I
NORMA-NORMA UMUM

Kan. 298 - § 1. Dalam Gereja hendaknya ada perserikatan-perserikatan yang berbeda dengan tarekat-tarekat hidup-bakti dan serikat-serikat hidup kerasulan, dimana orang-orang beriman kristiani baik klerikus maupun awam atau klerikus dan awam bersama-sama, dengan upaya bersama mengusahakan pembinaan hidup yang lebih sempurna, atau untuk memajukan ibadat publik atau ajaran kristiani, atau melaksanakan karya-karya kerasulan lain, yakni karya evange-lisasi, karya kesalehan atau amal dan untuk menjiwai tata dunia dengan semangat kristiani.
§ 2. Orang-orang beriman kristiani hendaknya menggabungkan diri terutama pada perserikatan-perserikatan yang didirikan, dipuji atau dianjurkan otoritas gerejawi yang berwenang.
Kan. 299 - § 1. Kaum beriman kristiani berhak sepenuhnya untuk mendirikan perserikatan-perserikatan, dengan perjanjian privat antar mereka sendiri, untuk mengejar tujuan-tujuan yang disebut dalam kan. 298, §1, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 301, §1.
§ 2. Perserikatan-perserikatan semacam itu, meskipun dipuji atau dianjurkan oleh otoritas gerejawi, disebut perserikatan-perserikatan privat.
§ 3. Tidak satu pun perserikatan privat kaum beriman kristiani dalam Gereja diakui, kecuali statutanya diselidiki oleh otoritas yang berwenang.
Kan. 300 – Tak satu pun perserikatan boleh memakai nama "katolik" tanpa persetujuan otoritas gerejawi yang berwenang, menurut norma kan. 312.
Kan. 301 - § 1. Hanyalah otoritas gerejawi yang berwenang berhak mendirikan perserikatan kaum beriman kristiani yang bertujuan menyampaikan ajaran kristiani atas nama Gereja atau memajukan ibadat publik, atau mengejar tujuan-tujuan lain, yang penyeleng-garaannya menurut hakikatnya direservasi pada otoritas gerejawi itu.
§ 2. Otoritas gerejawi yang berwenang, bila menilainya bermanfaat, dapat juga mendirikan perserikatan-perserikatan orang-orang beriman kristiani untuk secara langsung atau tidak langsung mengejar tujuan-tujuan rohani lain yang pencapaiannya kurang cukup terjamin lewat usaha-usaha privat.
§ 3. Perserikatan-perserikatan kaum beriman kristiani yang didiri-kan oleh otoritas gerejawi yang berwenang, disebut perserikatan publik.
Kan. 302 - Disebut klerikal perserikatan-perserikatan kaum ber-iman yang, berada dibawah pimpinan klerikus, mengemban pelaksana-an kuasa tahbisan suci dan diakui demikian oleh otoritas yang berwenang.
Kan. 303 - Perserikatan-perserikatan, yang para anggotanya dalam dunia mengambil bagian dalam semangat suatu tarekat religius dan dibawah kepemimpinan lebih tinggi tarekat itu menjalani hidup kerasulan dan mengejar kesempurnaan kristiani, disebut ordo-ordo ketiga atau diberi nama lain yang sesuai.
Kan. 304 - § 1. Semua perserikatan kaum beriman kristiani, baik publik maupun privat, apapun sebutan atau namanya, hendaknya mempunyai statuta masing-masing, di mana dirumuskan tujuan atau obyek sosial perserikatan, tempat kedudukan, kepemimpinan dan syarat-syarat yang dituntut untuk mengambil bagian di dalamnya, dan hendaknya juga ditetapkan tata-kerjanya dengan memperhatikan kebutuhan atau manfaat waktu dan tempatnya.
§ 2. Hendaknya dipilih sebutan atau nama yang sesuai dengan kebiasaan waktu dan tempat, terutama diambil dari tujuan yang dimaksudkan.
Kan. 305 - § 1. Semua perserikatan kaum beriman kristiani berada dibawah pengawasan otoritas gerejawi yang berwenang, yang bertugas mengusahakan agar dalam perserikatan-perserikatan itu terpelihara keutuhan iman dan moral, dan menjaga agar jangan ada penyalah-gunaan menyusup ke dalam disiplin gerejawi, maka otoritas gerejawi mempunyai kewajiban dan hak untuk melakukan pemeriksaan atasnya menurut norma-norma hukum dan statuta; mereka juga tunduk kepada otoritas yang sama menurut ketentuan kanon-kanon berikut.
§ 2. Perserikatan-perserikatan jenis apapun berada dibawah penga-wasan Takhta Suci; perserikatan-perserikatan diosesan dan juga serikat-serikat lain, sejauh berkarya di keuskupan, berada dibawah pengawasan Ordinaris wilayah.
Kan. 306 - Agar seseorang menikmati hak-hak dan privilegi-privilegi, indulgensi serta kemurahan-kemurahan rohani lainnya yang diberikan kepada perserikatan, perlu dan cukuplah bila ia menurut ketentuan-ketentuan hukum dan statuta masing-masing diterima secara sah dalam perserikatan itu dan tidak dikeluarkan secara legitim dari padanya.
Kan. 307 - § 1. Penerimaan anggota terjadi menurut norma hukum dan statuta masing-masing perserikatan.
§ 2. Orang yang sama dapat diterima sebagai anggota dalam beberapa perserikatan.
§ 3. Para anggota tarekat-tarekat religius dapat mendaftarkan diri pada perserikatan-perserikatan menurut norma hukum tarekatnya sendiri, dengan persetujuan Pemimpin masing-masing.
Kan. 308 - Tak seorang pun yang telah diterima secara legitim dapat dikeluarkan dari perserikatan, kecuali ada alasan yang wajar menurut norma hukum dan statuta.
Kan. 309 - Perserikatan-perserikatan yang didirikan secara legitim mempunyai hak, menurut norma hukum dan statuta, untuk mengeluar-kan norma-norma khusus yang menyangkut perserikatan-perserikatan itu sendiri, untuk mengadakan pertemuan-pertemuan, untuk menunjuk pemimpin-pemimpin, petugas-petugas, pelayan-pelayan dan pengurus harta- benda.
Kan. 310 - Perserikatan privat yang tidak didirikan sebagai badan hukum, sejauh demikian (qua talis) tidak dapat menjadi subyek kewajiban-kewajiban dan hak-hak; tetapi orang-orang beriman kristiani yang tergabung di dalamnya dapat bersama-sama menerima kewajiban-kewajiban dan sebagai penguasa-serta dan pemilik-serta dapat mem-peroleh dan memiliki hak-hak dan harta; hak-hak dan kewajiban-kewajiban itu dapat mereka laksanakan lewat mandat atau orang yang dikuasakan.
Kan. 311 - Para anggota tarekat-tarekat hidup-bakti yang menge-palai atau mendampingi perserikatan-perserikatan yang dengan suatu cara tergabung pada tarekat mereka, hendaknya mengusahakan agar perserikatan-perserikatan itu membantu karya-karya kerasulan yang ada di keuskupan, terutama dengan bekerjasama, dibawah pimpinan Ordinaris wilayah, dengan perserikatan-perserikatan yang bertujuan melaksanakan kerasulan di keuskupan.


BAB II
PERSERIKATAN-PERSERIKATAN PUBLIK
KAUM BERIMAN KRISTIANl
Kan. 312 - § 1. Otoritas yang berwenang untuk mendirikan perserikatan-perserikatan publik ialah:
10 Takhta Suci untuk perserikatan-perserikatan universal dan inter-nasional;
20 Konferensi para Uskup di wilayah masing-masing, untuk per-serikatan-perserikatan nasional, yakni yang berdasarkan pen-diriannya diperuntukkan bagi kegiatan yang meliputi seluruh negara.
30Uskup diosesan, tetapi bukan Administrator diosesan, di wilayah masing-masing untuk perserikatan-perserikatan diosesan, terkecuali perserikatan-perserikatan yang pendiriannya menurut privilegi apostolik direservasi bagi yang lain.
§ 2. Untuk mendirikan dengan sah perserikatan atau seksi perserikatan di keuskupan, meskipun berdasarkan privilegi apostolik, dituntut persetujuan tertulis Uskup diosesan; tetapi persetujuan yang diberikan untuk mendirikan rumah tarekat religius berlaku juga untuk mendirikan perserikatan yang khas untuk tarekat itu di rumah itu atau di gerejanya.
Kan. 313 - Perserikatan publik dan juga konfederasi perserikatan-perserikatan publik, dengan dekret yang diberikan otoritas gerejawi yang menurut norma kan. 312 berwenang mendirikannya, dijadikan badan hukum dan, sejauh diperlukan, menerima pengutusan untuk mengejar tujuan-tujuan atas nama Gereja sesuai dgn pilihannya sendiri.
Kan. 314 - Statuta perserikatan publik manapun, begitu juga peninjauan-kembali atau perubahannya, membutuhkan aprobasi oleh otoritas gerejawi yang berwenang mendirikan perserikatan menurut norma kan. 312, § 1.
Kan. 315 - Perserikatan-perserikatan publik dapat mengambil prakarsa untuk memulai karya yang sesuai dengan sifat khasnya, dan diatur menurut norma statuta, dibawah pimpinan lebih tinggi otoritas gerejawi yang disebut dalam kan. 312, § 1.
Kan. 316 - § 1. Seseorang yang secara publik meninggalkan iman katolik atau persekutuan gerejawi atau terkena ekskomunikasi yang dijatuhkan atau dinyatakan, tidak dapat diterima secara sah dalam perserikatan-perserikatan publik.
§ 2. Yang sudah diterima secara legitim dan terkena kasus yang disebut dalam § 1, setelah lebih dulu diberi peringatan, hendaknya dikeluarkan dari perserikatan dengan tetap memperhatikan statuta dan hak rekursus kepada otoritas gerejawi yang disebut dalam kan. 312, § 1.
Kan. 317 - § 1. Kecuali ditentukan lain dalam statuta, adalah wewenang otoritas gerejawi yang disebut dalam kan. 312, § 1, untuk meneguhkan pemimpin perserikatan publik yang terpilih oleh perserikatan publik itu sendiri atau mengangkat orang yang dicalonkan atau menunjuk seseorang berdasarkan haknya sendiri; kapelan atau asisten gerejawi hendaknya diangkat oleh otoritas gerejawi yang sama, setelah mendengarkan pemimpin-pemimpin tinggi perserikatan, bila bermanfaat.
§ 2. Norma yang ditetapkan dalam § 1 juga berlaku bagi perse-rikatan-perserikatan yang didirikan oleh anggota-anggota tarekat-tarekat religius berdasarkan privilegi apostolik di luar gereja atau rumahnya sendiri; tetapi dalam perserikatan-perserikatan yang didirikan para anggota tarekat-tarekat religius dalam gereja atau rumahnya sendiri, pengangkatan atau pengesahan pemimpin atau kapelan merupakan wewenang Pemimpin tarekat, menurut norma statuta.
§ 3. Dalam perserikatan-perserikatan yang bukan klerikal, kaum awam dapat menjalankan tugas pemimpin; kapelan atau asisten gerejawi jangan diangkat untuk tugas itu, kecuali dalam statuta ditentukan lain.
§ 4. Dalam perserikatan-perserikatan publik kaum beriman kristiani yang langsung bertujuan menjalankan kerasulan, pemimpin janganlah mereka yang memangku jabatan kepemimpinan dalam partai politik.
Kan. 318 - § 1. Dalam keadaan-keadaan khusus di mana ada alasan-alasan berat, otoritas gerejawi yang disebut dalam kan. 312, § 1, dapat menunjuk komisaris yang memimpin perserikatan atas namanya untuk sementara.
§ 2. Pemimpin perserikatan publik karena alasan wajar dapat diberhentikan oleh orang yang telah mengangkat atau meneguhkannya, tetapi setelah didengarkan pendapat pemimpin itu sendiri dan pemimpin-pemimpin tinggi perserikatan menurut norma statuta; kapelan dapat diberhentikan, menurut norma kan. 192-195, oleh orang yang telah mengangkatnya.
Kan. 319 - § 1. Perserikatan publik yang didirikan secara legitim, jika tidak ditentukan lain, mengurus harta-benda yang dimilikinya menurut norma statuta dibawah kepemimpinan lebih tinggi otoritas gerejawi yang disebut dalam kan. 312, § 1, yang harus menerima pertanggungjawaban setiap tahun dari padanya.
§ 2. Juga mengenai sumbangan dan derma yang dikumpulkannya, ia harus dengan setia mempertanggungjawabkan penggunaannya kepada otoritas itu.
Kan. 320 - § 1. Perserikatan-perserikatan yang didirikan oleh Takhta Suci tidak dapat dibubarkan kecuali olehnya sendiri.
§ 2. Karena alasan-alasan yang berat Konferensi para Uskup dapat membubarkan perserikatan-perserikatan yang didirikannya; Uskup diosesan dapat membubarkan perserikatan-perserikatan yang didirikan-nya, dan juga perserikatan-perserikatan yang didirikan oleh anggota tarekat-tarekat religius berdasarkan indult apostolik dengan persetujuan Uskup diosesan.
§ 3. Perserikatan publik janganlah dibubarkan oleh otoritas yang berwenang, kecuali setelah mendengarkan pemimpin dan pemimpin-pemimpin tingginya.
BAB III
PERSERIKATAN-PERSERIKATAN PRIVAT
KAUM BERIMAN KRISTIANI

Kan. 321 - Perserikatan-perserikatan privat diarahkan dan dipimpin oleh kaum beriman kristiani menurut ketentuan-ketentuan statuta.
Kan. 322 - § 1. Perserikatan privat kaum beriman kristiani dapat memperoleh status badan hukum dengan dekret formal otoritas gerejawi berwenang yang disebut dalam kan. 312.
§ 2. Tak satu pun perserikatan privat kaum beriman kristiani dapat memperoleh status badan hukum, kecuali statutanya disetujui otoritas gerejawi yang disebut dalam kan. 312, § 1; tetapi persetujuan statuta tidak mengubah hakikat privat perserikatan.
Kan. 323 - § 1. Meskipun perserikatan-perserikatan privat kaum beriman kristiani mempunyai otonomi menurut norma kan. 321, mereka berada dibawah pengawasan otoritas gerejawi menurut norma kan. 305, dan juga dibawah kepemimpinan otoritas itu.
§ 2.  Dengan tetap mengindahkan otonominya sendiri bagi perserikatan-perserikatan privat, otoritas gerejawi juga berwenang mengawasi dan mengusahakan agar dicegah penghamburan tenaga, dan agar pelaksanaan kerasulan mereka diarahkan kepada kesejahteraan umum.
Kan. 324 - § 1. Perserikatan privat kaum beriman kristiani menunjuk dengan bebas pemimpin dan pengurus, menurut norma statuta.
§ 2. Perserikatan privat kaum beriman kristiani bila menginginkan seorang penasihat rohani, dapat dengan bebas memilihnya di antara para imam yang melaksanakan pelayanan dengan legitim di keuskupan; tetapi ia membutuhkan peneguhan Ordinaris wilayah.
Kan. 325 - § 1. Perserikatan privat kaum beriman kristiani dengan bebas mengurus harta-benda yang dimilikinya menurut ketentuan-ketentuan statuta, dengan tetap mengindahkan hak otoritas gerejawi yang berwenang untuk mengawasi agar harta itu dipergunakan sesuai dengan tujuan-tujuan perserikatan.
§ 2. Perserikatan tersebut berada dibawah otoritas Ordinaris wilayah menurut norma kan. 1301 mengenai hal-hal yang menyangkut pengelolaan dan penggunaan harta-benda yang disumbangkan atau ditinggalkan kepadanya untuk tujuan-tujuan kesalehan.
Kan. 326 - § 1. Perserikatan privat kaum beriman kristiani berhenti ada menurut norma statuta; juga dapat dibubarkan oleh otoritas yang berwenang, apabila kegiatannya menimbulkan kerugian besar bagi ajaran atau disiplin gerejawi, atau menjadi skandal bagi kaum beriman.
§ 2. Peruntukan harta-benda dari perserikatan yang berhenti ada haruslah ditetapkan menurut norma statuta, dengan tetap mengindahkan hak-hak yang telah diperoleh dan maksud para penyumbang.


BAB IV
NORMA-NORMA KHUSUS MENGENAI
PERSERIKATAN-PERSERIKATAN AWAM
Kan. 327 - Kaum beriman kristiani awam hendaknya menghargai perserikatan-perserikatan yang didirikan dengan tujuan rohani yang disebut dalam kan. 298, khususnya perserikatan-perserikatan yang bermaksud menjiwai tata dunia dengan semangat kristiani dan dengan cara itu sungguh membina kesatuan erat antara iman dan hidup.
Kan. 328 - Yang mengetuai perserikatan-perserikatan kaum awam, juga yang didirikan berdasarkan privilegi apostolik, hendaknya mengusahakan agar serikatnya bekerjasama dengan perserikatan-perserikatan umat kristiani lainnya, di mana hal itu bermanfaat, dan agar mereka rela membantu pelbagai karya kristiani, terutama yang berada di wilayah yang sama.
Kan. 329 - Para pemimpin perserikatan-perserikatan kaum awam hendaknya mengusahakan agar para anggota perserikatan dibina sebagaimana seharusnya untuk menjalankan kerasulan yang khas bagi kaum awam.




BAGIAN II
SUSUNAN  HIRARKIS  GEREJA

SEKSI I
OTORITAS TERTINGGI GEREJA

BAB I
PAUS DAN KOLEGIUM PARA USKUP

Kan. 330 - Sebagaimana, menurut penetapan Tuhan, Santo Petrus dan Rasul-rasul lainnya membentuk satu Kolegium, demikian pula Uskup Roma, pengganti Petrus, dan para Uskup, pengganti para Rasul, dipersatukan di antara mereka.


Artikel 1
PAUS

Kan. 331 – Uskup Gereja Roma, yang mewarisi secara tetap tugas yang diberikan oleh Tuhan hanya kepada Petrus, yang pertama di antara para rasul, dan harus diteruskan kepada para penggantinya, adalah kepala Kolegium para Uskup, Wakil Kristus dan Gembala Gereja universal di dunia ini; karena itu berdasarkan tugasnya dalam Gereja ia mempunyai kuasa berdasar jabatan, tertinggi, penuh, langsung dan universal yang selalu dapat dijalankannya dengan bebas.
Kan. 332 - § 1. Kuasa penuh dan tertinggi dalam Gereja diperoleh Uskup Roma dengan pemilihan legitim yang diterimanya bersama dengan tahbisan uskup. Maka dari itu orang yang terpilih menjadi Paus dan sudah ditandai meterai uskup, memperoleh kuasa itu sejak penerimaan pemilihannya. Tetapi apabila orang yang terpilih itu belum mendapat meterai Uskup, hendaknya ia segera ditahbiskan menjadi Uskup.
§ 2. Apabila Paus mengundurkan diri dari jabatannya, untuk sahnya dituntut agar pengunduran diri itu terjadi dengan bebas dan dinyatakan semestinya, tetapi tidak dituntut bahwa harus diterima oleh siapapun.
Kan. 333 - § 1. Paus, berdasarkan jabatannya, tidak hanya mem-punyai kuasa di seluruh Gereja, melainkan juga mempunyai kuasa berdasar jabatan tertinggi atas semua Gereja partikular dan himpunan-himpunannya; dengan itu sekaligus diperkokoh dan dilindungi kuasa para Uskup yang dimilikinya sendiri, berdasar jabatan dan langsung atas Gereja-gereja partikular yang dipercayakan kepada reksanya.
§ 2. Paus dalam menjalankan tugas Gembala tertinggi Gereja, selalu terikat dalam persekutuan dengan Uskup-uskup lainnya, bahkan juga dengan seluruh Gereja; tetapi ia mempunyai hak untuk menentu-kan cara, baik personal maupun kolegial, pelaksanaan jabatan itu, sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan Gereja.
§ 3. Melawan putusan atau dekret Paus tidak ada naik banding ataupun rekursus.
Kan. 334 - Para Uskup membantu Paus dalam menjalankan tugas-nya; mereka dapat mengusahakan kerjasama dengannya dalam pelbagai cara, di antaranya adalah sinode para Uskup. Selain itu, juga para Kardinal membantunya, dan juga orang-orang lain dan pelbagai lembaga menurut kebutuhan zaman; orang-orang dan lembaga-lembaga itu semua menjalankan tugas yang dipercayakan kepada mereka, atas nama dan otoritasnya, untuk kesejahteraan semua Gereja menurut norma-norma yang ditetapkan hukum.
Kan. 335 - Apabila Takhta Roma lowong atau sama sekali terha-lang, tak suatu pun boleh diubah dalam hal kepemimpinan seluruh Gereja; tetapi hendaknya ditaati undang-undang khusus yang dikeluarkan untuk keadaan itu.

Artikel 2
KOLEGIUM PARA USKUP

Kan. 336 - Kolegium para Uskup yang dikepalai Paus dan berang-gotakan para Uskup berdasarkan tahbisan sakramental dan persekutuan hirarkis dengan kepala dan para anggota, dan dimana senantiasa menetap badan apostolik, bersama dengan kepalanya, dan tak pernah tanpa kepala itu, adalah juga subyek kuasa tertinggi dan penuh dalam seluruh Gereja.
Kan. 337 - § 1. Kuasa dalam seluruh Gereja dijalankan secara meriah oleh Kolegium para Uskup dalam Konsili Ekumenis.
§ 2. Kuasa itu juga dijalankan lewat kegiatan terpadu para Uskup yg tersebar di dunia, jika kegiatan itu dinyatakan demikian atau diteri-ma dengan bebas oleh Paus, sehingga menjadi tindakan kolegial sejati.
§ 3. Adalah wewenang Paus sesuai dengan kebutuban-kebutuhan Gereja untuk memilih dan memajukan cara-cara Kolegium para Uskup menjalankan secara kolegial tugasnya terhadap seluruh Gereja.
Kan. 338 - § 1. Hanya Paus berwenang memanggil Konsili Ekumenis, mengepalainya sendiri atau lewat orang lain, memindahkan, menunda atau membubarkan, dan menyetujui keputusan-keputusannya.
§ 2. Adalah hak Paus juga untuk menetapkan hal-hal yang harus dibahas dalam Konsili dan tatacara yang harus ditaati; masalah-masalah yang diajukan Paus dapat ditambah dengan masalah-masalah lain oleh para Bapa Konsili, tetapi harus disetujui oleh Paus.
Kan. 339 - § 1. Adalah hak dan kewajiban semua dan hanya Uskup-uskup yang adalah anggota-anggota Kolegium para Uskup untuk menghadiri Konsili dengan suara deliberatif (menentukan).
§ 2. Selain itu orang-orang lain yang tidak mempunyai martabat uskup dapat diundang ke Konsili Ekumenis oleh otoritas tertinggi Gereja yang berhak menentukan peranan mereka dalam Konsili.
Kan. 340 - Apabila selama berlangsungnya Konsili Takhta Apos-tolik menjadi lowong, menurut hukum sendiri Konsili terhenti, sampai Paus yang baru memerintahkan agar Konsili dilanjutkan atau dibubarkan.
Kan. 341 - § 1. Keputusan-keputusan Konsili Ekumenis tidak mempunyai kekuatan yang mewajibkan, kecuali disetujui oleh Paus bersama dengan para Bapa Konsili, dikukuhkan olehnya dan diundangkan atas perintahnya.
§ 2. Agar mempunyai kekuatan yang mewajibkan, pengukuhan dan pengundangan yang sama dibutuhkan bagi keputusan-keputusan yang diambil oleh Kolegium para Uskup, apabila Kolegium menjalan-kan kegiatan kolegial dalam arti yang sebenarnya, menurut cara lain yang ditentukan oleh Paus atau diterima dengan bebas olehnya.
BAB II
SINODE PARA USKUP
Kan. 342 - Sinode para Uskup ialah himpunan para Uskup yang dipilih dari pelbagai kawasan dunia yang pada waktu-waktu yang ditetapkan berkumpul untuk membina hubungan erat antara Paus dan para Uskup, dan untuk membantu Paus dengan nasihat-nasihat guna memelihara keutuhan dan perkembangan iman serta moral, guna menjaga dan meneguhkan disiplin gerejawi, dan juga mempertimbang-kan masalah-masalah yang menyangkut karya Gereja di dunia.
Kan. 343 - Sinode para Uskup berwenang menentukan masalah-masalah yang harus dibahas dan mengajukan harapan-harapan, tetapi tidak memutuskannya dan tidak mengeluarkan dekret-dekret tentang-nya, kecuali dalam kasus-kasus tertentu sinode diberi kuasa menentu-kan oleh Paus, yang dalam hal itu berwenang mengesahkan keputusan-keputusan sinode.
Kan. 344 - Sinode para Uskup langsung berada dibawah otoritas Paus yang berhak:
10 memanggil sinode setiap kali dianggapnya baik dan menunjuk tempat sidang;
20 mengesahkan pemilihan para anggota yang harus dipilih me-nurut norma hukum khusus, dan menunjuk serta mengangkat anggota-anggota lain;
30 menetapkan bahan yang harus dibahas pada waktu yang tepat sebelum sinode diselenggarakan menurut norma hukum khusus;
40  menentukan agenda persidangan;
50  mengepalai sinode, sendiri atau lewat orang lain;
60 menutup, memindahkan, menangguhkan dan membubarkan sinode itu.
Kan. 345 - Sinode para Uskup dapat dihimpun atau dalam sidang umum, entah sidang itu bersifat biasa entah luar biasa, di mana dibahas hal-hal yang langsung menyangkut kesejahteraan Gereja seluruhnya, atau juga dalam sidang khusus, di mana dibahas perkara-perkara yang langsung menyangkut kawasan-kawasan tertentu.
Kan. 346 - § 1. Sinode para Uskup yang dihimpun dalam sidang umum biasa, terdiri dari anggota-anggota yang kebanyakan adalah Uskup-uskup, yang dipilih oleh Konferensi para Uskup untuk setiap himpunan menurut pedoman yang ditentukan hukum khusus mengenai sinode; lain-lainnya diberi tugas berdasarkan hukum itu juga; lain-lainnya lagi diangkat langsung oleh Paus; selain itu ada beberapa anggota tarekat-tarekat religius klerikal, yang dipilih menurut norma hukum itu juga.
§ 2. Sinode para Uskup yang dihimpun dalam sidang umum luar biasa untuk membahas perkara-perkara yang menuntut penyelesaian yang cepat, terdiri dari anggota-anggota yang kebanyakan Uskup-uskup, ditugaskan menurut hukum khusus mengenai sinode berdasar-kan jabatan yang mereka pegang, sedangkan lain-lainnya diangkat oleh Paus secara langsung; selain itu ada beberapa anggota tarekat-tarekat religius klerikal yang dipilih menurut norma hukum itu juga.
§ 3. Sinode para Uskup, yang dihimpun dalam sidang khusus, terdiri dari anggota-anggota yang dipilih terutama dari kawasan-kawasan yang merupakan sasaran diadakannya sinode, menurut norma hukum khusus yang mengatur sinode.
Kan. 347 - § 1. Bila sidang sinode para Uskup ditutup oleh Paus, berakhirlah tugas yang dipercayakan kepada para Uskup dan anggota-anggota lainnya di dalam sinode itu.
§ 2. Bila Takhta Apostolik menjadi lowong setelah sinode dipang-gil, atau sementara berlangsung, sidang sinode menurut hukum sendiri ditangguhkan, demikian pula tugas yang dipercayakan kepada para anggota dalam sidang itu, sampai Paus yang baru memutuskan untuk membubarkan atau melanjutkannya.
Kan. 348 - § 1. Hendaknya sinode para Uskup mempunyai sekretariat jenderal yang tetap, yang dikepalai oleh sekretaris jenderal, ditunjuk oleh Paus dan dibantu oleh dewan sekretariat; dewan itu terdiri dari Uskup-uskup, sebagian dipilih oleh sinode para Uskup sendiri menurut norma hukum khusus, sebagian lagi ditunjuk oleh Paus; tetapi tugas mereka semua itu selesai bila sidang umum berikutnya dimulai.
§ 2. Selain itu, untuk setiap sidang sinode para Uskup ditetapkan satu atau beberapa sekretaris khusus yang diangkat oleh Paus, dan mereka menjalankan tugas yang diserahkan itu hanya sampai selesainya sidang sinode.
BAB III
PARA KARDINAL GEREJA ROMAWI KUDUS
Kan. 349 - Para Kardinal Gereja Romawi Kudus membentuk Kolegium khusus yang berwenang menyelenggarakan pemilihan Paus menurut norma hukum khusus; selain itu para Kardinal membantu Paus, baik dengan bertindak secara kolegial, bila dipanggil berkumpul untuk membahas masalah-masalah yang sangat penting, maupun sendiri-sendiri yakni dengan aneka jabatan yang mereka emban, membantu Paus terutama dalam reksa harian seluruh Gereja.
Kan. 350 - § 1. Kolegium Kardinal dibagi menjadi tiga tingkatan: episkopal, yang terdiri dari para Kardinal yang oleh Paus diberi gelar Gereja suburbikaris dan juga Batrik Gereja Timur yang diangkat ke dalam Kolegium Kardinal; presbiteral dan diakonal.
§ 2. Para Kardinal tingkat presbiteral dan diakonal masing-masing oleh Paus diberi gelar atau diakonia di Roma.
§ 3. Para Batrik Gereja Timur yang diangkat ke dalam Kolegium Kardinal mempunyai Takhta patriarkalnya masing-masing sebagai gelar.
§ 4. Kardinal Dekan mempunyai keuskupan Ostia sebagai gelar, bersama dengan gelar Gereja lain yang sudah dipunyainya.
§ 5. Melalui opsi yang dilakukan dalam Konsistori dan disetujui oleh Paus, dengan mengindahkan urutan tahbisan dan pengangkatan, dapatlah para Kardinal dari tingkat presbiteral pindah ke gelar lain dan para Kardinal dari tingkat diakonal ke diakonia lain, dan bila sudah genap sepuluh tahun berada dalam tingkat diakonal, juga ke tingkat presbiteral.
§ 6. Kardinal dari tingkat diakonal yang pindah lewat opsi ke tingkat presbiteral, mendapat urutan mendahului semua Kardinal presbiteral, yang diangkat menjadi Kardinal sesudahnya.
Kan. 351 - § 1. Yang diangkat menjadi Kardinal adalah para pria yang dipilih dengan bebas oleh Paus, sekurang-kurangnya sudah ditahbiskan imam, unggul dalam ajaran, moral, kesalehan dan juga kearifan bertindak; mereka yang belum Uskup, harus menerima tahbisan Uskup.
§ 2. Para Kardinal diangkat oleh Paus dengan suatu dekret, yang diumumkan di hadapan Kolegium Kardinal; sejak pengumuman itu mereka terikat kewajiban-kewajiban dan mempunyai hak-hak yang ditetapkan hukum.
§ 3. Orang yang dipromosikan ke martabat Kardinal, yang pengangkatannya diumumkan oleh Paus tetapi namanya masih disimpan dalam hati (in pectore), sementara itu belum terkena kewajiban-kewajiban para Kardinal dan tidak mempunyai hak-hak mereka; tetapi setelah namanya diumumkan oleh Paus, ia terkena kewajiban-kewajiban dan mempunyai hak-hak itu, namun hak presedensi diperhitungkan sejak hari pengangkatan dalam hati tersebut.
Kan. 352 - § 1. Kolegium Kardinal dikepalai oleh Dekan, yang bila berhalangan diwakili oleh Subdekan; Dekan, atau Subdekan, tidak mempunyai kuasa kepemimpinan apapun atas para Kardinal lainnya, melainkan dianggap sebagai yang pertama di antara rekan-rekan sederajat (primus inter pares).
§ 2. Bila jabatan Dekan lowong, para Kardinal dengan gelar Gereja suburbikaris, dan hanya mereka, dibawah pimpinan Subdekan, bila ia hadir, atau seorang yang terdahulu diangkat menjadi Kardinal di antara mereka, hendaknya memilih seorang dari sidang itu untuk menjadi Dekan Kolegium Kardinal; namanya hendaknya disampaikan kepada Paus yang berwenang menyetujui orang yang terpilih itu.
§ 3. Dengan cara yang sama seperti yang disebut dalam § 2, dibawah pimpinan Dekan sendiri dipilih Subdekan; juga persetujuan atas pemilihan Subdekan termasuk wewenang Paus.
§ 4. Dekan dan Subdekan, jika tidak mempunyai domisili di Roma, hendaknya memperolehnya di situ.
Kan. 353 - § 1. Para Kardinal dengan kegiatan kolegial terutama merupakan bantuan bagi Gembala tertinggi Gereja dalam konsistori-konsistori, dimana atas perintah Paus dan dibawah pimpinannya mereka dihimpun; ada konsistori biasa dan luar biasa.
§ 2. Semua Kardinal, sekurang-kurangnya yang berada di Roma, dipanggil ke Konsistori biasa untuk konsultasi tentang perkara-perkara penting, tetapi yang lebih sering terjadi, atau untuk mengadakan beberapa kegiatan yang sangat meriah.
§ 3. Semua Kardinal dipanggil ke Konsistori luar biasa yang diselenggarakan apabila ada kebutuhan-kebutuhan khusus Gereja atau perkara-perkara yang lebih penting yang harus ditangani.
§ 4. Hanyalah Konsistori biasa, dimana diselenggarakan upacara-upacara meriah, dapat bersifat publik, yakni jika selain para Kardinal diperkenankan hadir Prelat-prelat, utusan-utusan masyarakat sipil atau undangan-undangan lain.
Kan. 354 - Para Kardinal yang mengepalai Dikasteri-dikasteri atau Lembaga-lembaga tetap Kuria Roma dan Kota Vatikan, dan telah ber-usia genap tujuh puluh lima tahun, diminta untuk mengajukan pengun-duran diri dari jabatannya kepada Paus yang setelah mempertimbang-kan segala sesuatunya akan mengambil keputusan.
Kan. 355 - § 1. Kardinal Dekan berwenang menahbiskan Paus terpilih menjadi Uskup, bila yang terpilih itu membutuhkan tahbisan; bila Dekan berhalangan, hak itu beralih kepada Subdekan, dan bila ia juga berhalangan, yang berwenang ialah Kardinal terlama dari tingkat episkopal.
§ 2. Kardinal Proto-diakon memaklumkan nama Paus yang baru terpilih kepada umat; demikian pula atas nama Paus ia mengenakan pallium pada para Uskup metropolit atau menyerahkannya kepada wakilnya.
Kan. 356 – Para Kardinal terikat kewajiban untuk bekerjasama secara rajin dengan Paus; karena itu para Kardinal yang mengemban jabatan apapun dalam Kuria dan bukan Uskup diosesan, terikat kewajiban untuk tinggal di Roma; para Kardinal yang memimpin suatu keuskupan sebagai Uskup diosesan, hendaknya datang ke Roma setiap kali dipanggil oleh Paus.
Kan. 357 - § 1. Para Kardinal yang telah dianugerahi Gereja suburbikaris atau suatu gereja di Roma sebagai gelar, setelah menerimanya secara resmi, hendaknya dengan nasihat serta perlindungannya memajukan kesejahteraan keuskupan-keuskupan dan Gereja-gereja itu, tetapi tanpa mempunyai kuasa kepemimpinan atasnya; dan dengan alasan apapun tidak boleh campur-tangan dalam hal-hal yang menyangkut pengurusan harta-benda, disiplin atau pelayanan Gereja-gereja.
§ 2. Para Kardinal yang berada di luar Roma dan di luar keuskupannya sendiri, dalam hal-hal yang mengenai pribadinya exempt dari kuasa kepemimpinan Uskup di keuskupan di mana mereka berada.
Kan. 358 - Kardinal yang oleh Paus diserahi tugas untuk mewakilinya dalam suatu perayaan meriah atau pertemuan, sebagai legatus a latere, yakni sebagai alter ego (akunya yang kedua), seperti juga halnya dengan orang yang diserahi suatu tugas pastoral untuk dipenuhi sebagai utusan khusus, hanya mempunyai wewenang yang diberikan Paus kepadanya.
Kan. 359 - Bila Takhta Apostolik lowong, Kolegium Kardinal hanya mempunyai kuasa dalam Gereja yang diberikan kepadanya dalam undang-undang khusus.
BAB IV
KURIA ROMA
Kan. 360 - Kuria Roma, yang biasanya membantu Paus dalam menyelenggarakan urusan-urusan Gereja seluruhnya dan yang atas namanya dan dengan kuasanya memenuhi tugas demi kesejahteraan dan pelayanan Gereja-gereja, terdiri dari Sekretariat Negara atau Kepausan, Dewan Urusan Umum Gereja, Kongregasi-kongregasi, Pengadilan-pengadilan, dan Lembaga-lembaga lainnya yang susunan serta kompetensinya dirumuskan dalam undang-undang khusus.
Kan. 361 - Dengan nama Takhta Apostolik atau Takhta Suci dalam Kitab Hukum ini dimaksudkan bukan hanya Paus, melainkan juga Sekretariat Negara, Dewan Urusan Umum Gereja, Lembaga-lembaga lain Kuria Roma, kecuali dari hakikat perkara atau konteks pembicaraannya ternyata lain.


BAB V
PARA DUTA PAUS
Kan. 362 - Paus mempunyai hak asli (ius nativum) dan independen untuk mengangkat dan mengutus Duta-dutanya, baik ke Gereja-gereja partikular pada pelbagai bangsa atau di pelbagai kawasan, maupun sekaligus ke Negara-negara dan Otoritas-otoritas publik; demikian pula untuk memindahkan dan memanggil-kembali mereka, dengan tetap mengindahkan norma-norma hukum internasional yang menyangkut pengutusan dan pemanggilan-kembali para Duta pada Negara-negara.
Kan. 363 - § 1. Kepada Duta-duta Paus dipercayakan tugas untuk secara tetap mewakili pribadi Paus sendiri pada Gereja-gereja partikular atau juga pada Negara-negara dan Otoritas-otoritas publik ke mana mereka diutus.
§ 2. Takhta Apostolik juga diwakili oleh mereka yang ditugaskan sebagai Delegatus atau Pengamat dalam Misi kepausan pada Dewan-dewan Internasional atau Konferensi-konferensi dan Pertemuan-pertemuan.
Kan. 364 - Tugas utama Duta kepausan ialah mengusahakan agar ikatan-ikatan kesatuan yang ada antara Takhta Apostolik dan Gereja-gereja partikular makin hari makin kuat dan makin berhasil. Maka Duta kepausan sesuai dengan lingkup kerja masing-masing bertugas:
10 mengirim kepada Takhta Apostolik berita tentang keadaan Gereja-gereja partikular dan tentang segala sesuatu yang menyangkut hidup Gereja sendiri dan kesejahteraan jiwa-jiwa;
20 membantu para Uskup dengan kegiatan dan nasihat, dengan tetap memperhatikan keutuhan pelaksanaan kuasa legitim mereka;
30 mendukung hubungan erat dengan Konferensi para Uskup, dengan memberinya bantuan dengan segala cara;
40 dalam hal pengangkatan Uskup, menyampaikan atau mengaju-kan nama-nama para calon kepada Takhta Apostolik, dan juga menyelenggarakan proses informatif mengenai para calon yang akan diangkat, menurut norma-norma yang diberikan oleh Takhta Apostolik;
50 berusaha agar dikembangkan hal-hal yang menyangkut perdamaian, kemajuan dan kerjasama para bangsa;
60 berusaha bersama para Uskup, agar dibina hubungan baik antara Gereja katolik dengan Gereja-gereja lain atau persekutuan-persekutuan gerejawi, bahkan juga dengan agama-agama bukan kristiani;
70 bekerjasama dengan para Uskup melindungi hal-hal yang termasuk misi Gereja dan Takhta Apostolik di hadapan pimpinan Negara;
80 selain itu menjalankan kewenangannya dan menyelesaikan tugas-tugas lain yang dipercayakan Takhta Apostolik kepadanya.
Kan. 365 - § 1. Duta kepausan yang sekaligus menjalankan perwakilan pada Negara menurut norma-norma hukum internasional, juga mempunyai tugas khusus untuk:
10 memajukan dan membina hubungan-hubungan antara Takhta Apostolik dan Otoritas-otoritas Negara;
20 membahas masalah-masalah yang menyangkut hubungan antara Gereja dan Negara; dan secara khusus mengurus pembuatan dan pelaksanaan konkordat-konkordat dan perjanjian-perjanjian semacam itu.
§ 2. Dalam menyelesaikan perkara-perkara yang disebut dalam     § 1, sesuai dengan keadaan, Duta kepausan janganlah lalai mencari pendapat dan nasihat para Uskup dari wilayah gerejawi yang bersangkutan, dan memberi informasi tentang jalannya perundingan kepada mereka.
Kan. 366 - Mengingat sifat khusus tugas Duta, maka:
10 tempat Perwakilan kepausan exempt dari kuasa kepemimpinan Ordinaris wilayah, kecuali mengenai perayaan perkawinan;
20 Duta kepausan boleh, sedapat mungkin setelah memberitahu Ordinaris wilayah, mengadakan perayaan liturgis juga dengan pontifikalia, di semua gereja wilayah perwakilannya.
Kan. 367 - Tugas Duta kepausan tidak berhenti bila Takhta Apostolik lowong, kecuali ditentukan lain dalam Surat kepausan; tetapi tugas itu berhenti bila mandat selesai, dengan pemanggilan-kembali yang diberitahukan kepadanya, dengan pengunduran diri yang diterima oleh Paus.

SEKSI II
GEREJA PARTIKULAR
DAN HIMPUNAN-HIMPUNANNYA
JUDUL I
GEREJA PARTIKULAR DAN OTORITASNYA
BAB I
GEREJA PARTIKULAR
Kan. 368 - Gereja-gereja partikular, dalamnya dan darinya terwujud Gereja katolik yang satu dan satu-satunya, terutama ialah keuskupan-keuskupan; dengan keuskupan-keuskupan ini, kecuali pasti lain, disamakanlah prelatur teritorial dan keabasan teritorial, vikariat apostolik dan prefektur apostolik, dan juga administrasi apostolik yang didirikan secara tetap.
Kan. 369 – Keuskupan adalah bagian dari umat AlIah, yang dipercayakan kepada Uskup untuk digembalakan dengan kerjasama para imam, sedemikian sehingga dengan mengikuti gembalanya dan dihimpun olehnya dengan Injil serta Ekaristi dalam Roh Kudus, membentuk Gereja partikular, dalam mana sungguh-sungguh terwujud dan berkarya Gereja Kristus yang satu, kudus, katolik dan apostolik.
Kan. 370 - Prelatur teritorial atau keabasan teritorial adalah bagian tertentu umat Allah, yang dibatasi secara teritorial dan yang karena keadaan khusus reksanya dipercayakan kepada seorang Prelat atau Abas, yang seperti Uskup diosesan memimpinnya sebagai gembalanya sendiri.
Kan. 371 - § 1. Vikariat apostolik atau prefektur apostolik adalah bagian tertentu umat Allah, yang karena keadaan khusus, belum dibentuk menjadi keuskupan, dan yang reksa pastoralnya diserahkan kepada Vikaris apostolik atau Prefek apostolik yang memimpinnya atas nama Paus.
§ 2. Administrasi apostolik adalah bagian tertentu umat Allah yang karena alasan-alasan khusus dan berat oleh Paus tidak didirikan menjadi keuskupan, dan yang reksa pastoralnya diserahkan kepada Administrator apostolik yang memimpinnya atas nama Paus.
Kan. 372 - § 1. Pada umumnya bagian umat Allah yang membentuk keuskupan atau Gereja partikular lainnya, dibatasi pada wilayah tertentu, sedemikian sehingga mencakup semua orang beriman yang tinggal di dalam wilayah itu.
§ 2. Namun, di mana menurut penilaian otoritas tertinggi Gereja bermanfaat, setelah mendengarkan pendapat Konferensi para Uskup yang berkepentingan, di wilayah itu dapat didirikan Gereja-gereja partikular yang berbeda menurut ritus kaum beriman atau alasan lain yang serupa.
Kan. 373 - Hanyalah otoritas tertinggi Gereja berwenang mendirikan Gereja-gereja partikular; yang didirikan secara legitim menurut hukum sendiri memiliki status badan hukum.
Kan. 374 - § 1. Setiap keuskupan atau Gereja partikular lain hendaknya dibagi menjadi bagian-bagian tersendiri, yakni paroki-paroki.
§ 2. Untuk memupuk reksa pastoral dengan kegiatan bersama, beberapa paroki yang berdekatan dapat digabungkan menjadi him-punan-himpunan khusus, seperti dekenat-dekenat (vicariatus foranei).
BAB II
USKUP
Artikel 1
USKUP PADA UMUMNYA

Kan. 375 § 1. Para Uskup, yang berdasarkan penetapan ilahi adalah pengganti-pengganti para Rasul lewat Roh Kudus yang dianugerahkan kepada mereka, ditetapkan menjadi Gembala-gembala dalam Gereja, agar mereka sendiri menjadi guru dalam ajaran, imam dalam ibadat suci, dan pelayan dalam kepemimpinan.
§ 2. Para Uskup karena tahbisan episkopalnya sendiri, bersama dengan tugas menguduskan, menerima juga tugas-tugas mengajar dan memimpin, tetapi yang menurut hakikatnya hanya dapat mereka laksanakan dalam persekutuan hirarkis dengan kepala dan anggota-anggota Kolegium.
Kan. 376 - Para Uskup disebut diosesan, jika kepada mereka dipercayakan reksa suatu keuskupan; lain-lainnya disebut tituler.
Kan. 377 - § 1. Para Uskup diangkat dengan bebas oleh Paus, atau mereka yang terpilih secara legitim dikukuhkan olehnya.
§ 2. Sekurang-kurangnya setiap tiga tahun para Uskup provinsi gerejawi atau, dimana keadaan menganjurkannya, Konferensi para Uskup, hendaknya melalui perundingan bersama dan rahasia menyusun daftar para imam, juga anggota-anggota tarekat hidup-bakti, yang kiranya tepat untuk jabatan Uskup, dan menyampaikannya kepada Takhta Apostolik; tetapi setiap Uskup tetap berhak untuk memberitahu-kan sendiri kepada Takhta Apostolik nama-nama para imam yang dianggapnya pantas dan cakap untuk jabatan Uskup.
§ 3. Kecuali secara legitim ditentukan lain, setiap kali perlu ditunjuk Uskup diosesan atau Uskup koajutor, untuk mengajukan apa yang disebut terna kepada Takhta Apostolik, Duta kepausan bertugas menyelidikinya satu demi satu; lalu bersama dengan penilaiannya sendiri, ia menyampaikan kepada Takhta Apostolik apa yang disarankan Uskup metropolit atau Sufragan dari provinsi di mana keuskupan yang membutuhkan Uskup itu berada atau yang merupakan kesatuan dengannya, dan juga pendapat ketua Konferensi para Uskup; selain itu Duta kepausan hendaknya mendengarkan pendapat beberapa orang dari kolegium konsultor dan kapitel katedral dan, jika dinilainya berguna, juga pendapat orang-orang lain dari kalangan klerus diosesan dan religius, begitu juga pendapat kaum awam yang unggul dalam kebijaksanaan, satu demi satu dan rahasia.
§ 4. Kecuali secara legitim ditetapkan lain, Uskup diosesan yang berpendapat bahwa keuskupannya harus diberi seorang Uskup auksilier, hendaknya mengajukan daftar sekurang-kurangnya tiga imam yang paling tepat untuk jabatan itu kepada Takhta Apostolik.
§ 5. Untuk selanjutnya tidak akan diberikan hak-hak dan privilegi-privilegi pemilihan, pengangkatan, pengajuan atau penunjukan Uskup-uskup kepada otoritas sipil.
Kan. 378 - § 1. Untuk kecakapan calon Uskup, dituntut bahwa ia:
10 unggul dalam iman yang teguh, moral yang baik, kesalehan, perhatian pada jiwa-jiwa (zelus animarum), kebijaksanaan, kearifan dan keutamaan-keutamaan manusiawi, serta memiliki sifat-sifat lain yang cocok untuk melaksanakan jabatan tersebut;
20  mempunyai nama baik;
30  sekurang-kurangnya berusia tiga puluh lima tahun;
40  sekurang-kurangnya sudah lima tahun ditahbiskan imam;
50 mempunyai gelar doktor atau sekurang-kurangnya lisensiat dalam Kitab Suci, teologi atau hukum kanonik yang diperoleh-nya pada lembaga pendidikan tinggi yang disahkan Takhta Apostolik, atau sekurang-kurangnya ahli sungguh-sungguh dalam disiplin-disiplin itu.
§ 2. Penilaian definitif tentang kecakapan calon ada pada Takhta Apostolik.
Kan. 379 - Kecuali terkena halangan legitim, siapapun yang diangkat menjadi Uskup harus menerima tahbisan Uskup dalam jangka waktu tiga bulan sejak penerimaan surat apostolik, dan itu sebelum menduduki jabatannya.
Kan. 380 - Sebelum mengambil-alih secara kanonik (possessionem canonicam capere) jabatannya, hendaknya orang yang diangkat menjadi Uskup mengucapkan pengakuan iman dan sumpah kesetiaan pada Takhta Apostolik menurut rumus yang disahkan Takhta Apostolik itu.
Artikel 2
USKUP DIOSESAN
Kan. 381 - § 1. Uskup diosesan di keuskupan yang dipercayakan kepadanya mempunyai segala kuasa berdasar jabatan, sendiri dan langsung, yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas pastoralnya, dengan tetap dikecualikan hal-hal yang menurut hukum atau dekret Paus direservasi bagi otoritas tertinggi atau otoritas gerejawi lainnya.
§ 2. Mereka yang mengepalai persekutuan-persekutuan kaum beriman lain yang disebut dalam kan. 368, dalam hukum disamakan dengan Uskup diosesan, kecuali dari hakikat halnya atau menurut ketentuan hukum ternyata lain.
Kan. 382 - § 1. Yang diangkat Uskup tidak dapat mencampuri pelaksanaan jabatan yang diserahkan kepadanya sebelum mengambil-alih secara kanonik keuskupannya; tetapi ia dapat menjalankan semua tugas yang sudah dipunyainya di keuskupan itu pada waktu pengangkatannya, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 409, § 2.
§ 2. Kecuali terkena halangan legitim, orang yang terpilih untuk jabatan Uskup diosesan harus mengambil-alih secara kanonik keuskupannya dalam waktu empat bulan setelah menerima surat apostolik, bila ia belum ditahbiskan Uskup; tetapi jika ia sudah ditahbiskan, dalam waktu dua bulan setelah penerimaan surat itu.
§ 3. Uskup mengambil-alih secara kanonik keuskupannya segera setelah ia, sendiri atau lewat seorang wakil, menunjukkan di keuskupan itu surat apostolik kepada kolegium konsultor, dengan dihadiri kanselir kuria yang membuat berita acara; atau di keuskupan yang baru didirikan segera setelah ia memaklumkan surat itu kepada klerus dan umat yang hadir dalam gereja katedral, dan dicatat dalam akta oleh imam paling senior di antara yang hadir.
§ 4. Sangat dianjurkan agar pengambilalihan secara kanonik itu dilakukan dalam tindakan liturgis di gereja katedral dengan dihadiri klerus dan umat.
Kan. 383 - § 1. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai gembala, Uskup diosesan hendaknya memperhatikan semua orang beriman yang dipercayakan kepada reksanya dari setiap usia, kedudukan atau bangsa, baik yang bertempat-tinggal di wilayahnya maupun yang hanya sementara berada di situ; dan hendaknya ia juga menunjukkan semangat kerasulan terhadap mereka yang karena kondisi hidupnya tidak dapat secukupnya mendapat reksa pastoral yang biasa, dan juga terhadap mereka yang tidak mempraktekkan agamanya lagi.
§ 2. Bila ada orang-orang beriman dengan ritus yang berlainan di keuskupannya, hendaknya ia memperhatikan kebutuhan-kebutuhan spiritual mereka baik lewat para imam atau paroki-paroki ritus yang sama, maupun lewat Vikaris episkopal.
§ 3. Terhadap para saudara yang tidak berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja katolik, hendaknya ia bersikap manusiawi dan penuh kasih sambil memupuk juga ekumenisme sebagaimana dipahami Gereja.
§ 4. Hendaknya ia menganggap orang-orang yang tidak dibaptis sebagai yang dipercayakan kepadanya dalam Tuhan, sehingga bersinar juga bagi mereka kasih Kristus, sebab Uskup harus menjadi saksi-Nya di hadapan semua orang.
Kan. 384 - Uskup diosesan hendaknya dengan perhatian khusus mendampingi para imam, yang didengarkannya sebagai pembantu-pembantu dan penasihatnya; ia hendaknya melindungi hak-hak mereka dan mengusahakan agar mereka memenuhi kewajiban-kewajiban yang khas bagi status mereka dengan baik, dan hendaknya bagi mereka tersedia sarana-sarana serta lembaga-lembaga yang mereka butuhkan untuk membina hidup spiritual dan intelektual; demikian pula hendaknya ia mengusahakan agar sustentasi mereka yang layak dan bantuan sosial diselenggarakan menurut norma hukum.
Kan. 385 - Hendaknya Uskup diosesan sekuat tenaga memupuk panggilan-panggilan untuk pelbagai pelayanan dan hidup-bakti, dengan memperhatikan secara istimewa panggilan-panggilan imam dan misionaris.
Kan. 386 - § 1. Uskup diosesan terikat kewajiban menyampaikan dan menjelaskan kebenaran-kebenaran iman yang harus dipercayai dan moral yang harus diterapkan oleh kaum beriman, dengan sendiri sering berkhotbah; hendaknya ia juga mengusahakan agar ketentuan-ketentuan kanon-kanon tentang pelayanan sabda, terutama tentang homili dan pendidikan kateketik ditaati dengan seksama, sedemikian sehingga seluruh ajaran kristiani disampaikan kepada semua.
§ 2. Ia hendaknya melindungi dengan teguh keutuhan dan kesatuan iman yang harus dipercayai, dengan sarana-sarana yang dianggapnya paling tepat, tetapi dengan mengakui kebebasan yang wajar untuk meneliti lebih lanjut kebenaran-kebenaran itu.
Kan. 387 - Uskup diosesan, dengan mengingat bahwa ia terikat kewajiban memberi teladan kesucian dalam kasih, kerendahan hati dan kesederhanaan hidup, hendaknya dengan segala upaya mengusahakan pengembangan kesucian kaum beriman kristiani menurut panggilan khas masing-masing; dan karena ia adalah pembagi utama misteri-misteri Allah, maka hendaknya ia senantiasa berusaha agar orang-orang beriman kristiani yang dipercayakan kepada reksanya dengan perayaan sakramen-sakramen tumbuh dalam rahmat, dan agar mereka mengenal dan menghayati misteri paskah.
Kan. 388 - § 1. Uskup diosesan setelah mengambil-alih secara kanonik keuskupannya harus mengaplikasikan Misa untuk kesejah-teraan umat (Missa pro populo) di wilayahnya setiap hari Minggu dan hari-hari raya wajib.
§ 2. Uskup harus mempersembahkan dan mengaplikasikan sendiri Misa untuk kesejahteraan umat pada hari-hari yang disebut dalam § 1; jika ia secara legitim terhalang untuk merayakannya, hendaknya ia menyuruh orang lain untuk mengaplikasikannya pada hari-hari itu, atau ia sendiri merayakannya pada hari-hari lain.
§ 3. Uskup, yang disamping keuskupannya sendiri masih diserahi keuskupan-keuskupan lain, juga sebagai administrator, memenuhi kewajiban dengan aplikasi satu Misa bagi seluruh umat yang dipercaya-kan kepadanya.
§ 4. Uskup yang tidak memenuhi kewajiban yang disebut dalam §§ 1-3 hendaknya selekas mungkin mengaplikasikan Misa bagi kesejah-teraan umatnya sebanyak yang dilalaikannya.
Kan. 389 - Hendaknya ia sering memimpin perayaan Ekaristi mahakudus di gereja katedral atau gereja lain keuskupannya, terutama pada hari-hari raya wajib dan perayaan-perayaan lain.
Kan. 390 - Uskup diosesan dapat melaksanakan upacara-upacara pontifikal di seluruh keuskupannya; tetapi tidak di luar keuskupannya sendiri tanpa persetujuan jelas atau sekurang-kurangnya yang secara masuk akal diperkirakan akan diberikan Ordinaris wilayah itu.
Kan. 391 - § 1. Uskup diosesan bertugas memimpin Gereja partikular yang dipercayakan kepadanya dengan kuasa legislatif, eksekutif dan yudisial, menurut norma hukum.
§ 2. Kuasa legislatif dijalankan Uskup sendiri; kuasa eksekutif dijalankan baik sendiri maupun lewat Vikaris jenderal atau episkopal menurut norma hukum; kuasa yudisial dijalankan baik sendiri maupun lewat Vikaris yudisial dan para hakim menurut norma hukum.
Kan. 392 - § 1. Karena harus melindungi kesatuan seluruh Gereja, maka Uskup wajib memajukan disiplin umum untuk seluruh Gereja dan karenanya wajib mendesakkan pelaksanaan semua undang-undang gerejawi.
§ 2. Hendaknya ia menjaga agar penyalahgunaan jangan menyusup ke dalam disiplin gerejawi, terutama mengenai pelayanan sabda, perayaan sakramen-sakramen dan sakramentali, penghormatan terhadap Allah dan para Kudus, dan juga pengelolaan harta-benda.
Kan. 393 - Dalam semua perkara yuridis keuskupan, Uskup diosesan mewakili keuskupan itu.
Kan. 394 - § 1. Aneka macam kerasulan di keuskupan hendaknya dikembangkan oleh Uskup, dan diusahakannya agar di seluruh keuskupan atau wilayah-wilayah khusus, semua karya kerasulan dikoordinasi di bawah pimpinannya, tetapi dengan memperhatikan sifat khas masing-masing kerasulan.
§ 2. Hendaknya ia menekankan kewajiban kaum beriman untuk merasul sesuai dengan kedudukan dan kemampuan masing-masing, dan hendaknya ia mengajak mereka untuk berperan-serta dan membantu pelbagai karya kerasulan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan tempat dan waktu.
Kan. 395 - § 1. Uskup diosesan, meskipun mempunyai Uskup koajutor atau auksilier, terikat kewajiban untuk secara pribadi tinggal di keuskupannya.
§ 2. Kecuali karena kunjungan ad limina atau Konsili-konsili, sinode para Uskup, Konferensi para Uskup yang harus dihadirinya, atau karena kewajiban lain yang diserahkan secara legitim kepadanya, karena alasan wajar ia dapat pergi dari keuskupannya tidak melebihi satu bulan, baik terus-menerus maupun terputus-putus, asal saja diatur jangan sampai keuskupan menderita kerugian karena kepergiannya.
§ 3. Janganlah ia pergi dari keuskupan pada hari-hari Natal, Pekan Suci dan Paskah, Pentakosta dan Tubuh dan Darah Kristus, kecuali karena alasan berat dan mendesak.
§ 4. Jika Uskup pergi secara tidak legitim dari keuskupan selama lebih dari enam bulan, hendaknya Uskup metropolit memberitahu Takhta Apostolik mengenai kepergiannya; dan apabila Uskup metropolit yang pergi, maka hendaknya Uskup sufragan yang paling tua melaporkannya.
Kan. 396 - § 1. Uskup terikat kewajiban untuk mengunjungi keuskupan baik seluruhnya maupun sebagian setiap tahun, sedemikian sehingga sekurang-kurangnya setiap lima tahun ia mengunjungi seluruh keuskupannya; kunjungan tersebut dilakukan sendiri atau, jika ter-halang secara legitim, melalui Uskup koajutor, atau Uskup auksilier, atau Vikaris jenderal atau Vikaris episkopal atau seorang imam lain.
§ 2. Uskup boleh memilih klerikus yang dikehendakinya sebagai pendamping dan pembantu dalam kunjungannya, dan dibatalkan setiap privilegi atau kebiasaan yang berlawanan.
Kan. 397 - § 1. Yang harus mendapat kunjungan biasa oleh Uskup ialah orang-orang, lembaga-lembaga katolik, benda-benda dan tempat-tempat suci, yang berada di kawasan keuskupan.
§ 2. Para anggota tarekat-tarekat religius tingkat kepausan dan rumah-rumahnya dapat dikunjungi Uskup hanya dalam kasus-kasus yang dinyatakan oleh hukum.
Kan. 398 - Hendaknya Uskup berusaha menyelesaikan kunjungan pastoralnya dengan seksama; hendaknya ia menjaga agar jangan memberatkan dan membebani siapa pun dengan pengeluaran yang berlebihan.
Kan. 399 - § 1. Uskup diosesan wajib setiap lima tahun memberi-kan kepada Paus laporan mengenai keadaan keuskupan yang dipercayakan kepadanya, menurut bentuk dan waktu yang ditentukan Takhta Apostolik.
§ 2. Jika tahun untuk memberikan laporan seluruhnya atau sebagian jatuh bersamaan dengan dua tahun pertama sejak awal kepemimpinan keuskupan, untuk kali itu Uskup dapat tidak membuat dan menyampaikan laporan.
Kan. 400 - § 1. Uskup diosesan, pada tahun ia wajib memberikan laporan kepada Paus, kecuali ditentukan lain oleh Takhta Apostolik, hendaknya pergi ke Roma untuk menghormati makam Santo Petrus dan Paulus Rasul dan menghadap Paus.
§ 2. Uskup hendaknya memenuhi sendiri kewajiban yang disebut di atas, kecuali terhalang secara legitim; dalam hal itu hendaknya ia memenuhi kewajiban itu dengan diwakili oleh Uskup koajutor bila ada, atau auksilier, atau imam yang cakap dari para imam yang tinggal di keuskupannya.
§ 3. Vikaris apostolik dapat memenuhi kewajiban itu dengan diwakili orang yang dikuasakan, juga yang tinggal di Roma; Prefek apostolik tidak terikat kewajiban itu.
Kan. 401 - § 1. Uskup diosesan yang sudah berusia genap tujuh puluh lima tahun, diminta untuk mengajukan pengunduran diri dari jabatannya kepada Paus, yang akan mengambil keputusan setelah mempertimbangkan segala keadaan.
§ 2. Uskup diosesan yang karena alasan kesehatan atau karena alasan berat lain menjadi kurang cakap untuk melaksanakan tugasnya, diminta dengan sangat untuk mengajukan pengunduran diri dari jabatannya.
Kan. 402 - § 1. Uskup yang pengunduran diri dari jabatannya diterima, mendapat gelar emeritus dari keuskupannya, dan jika mau, dapat mempertahankan tempat tinggalnya di keuskupan, kecuali dalam kasus-kasus tertentu karena keadaan khusus ditentukan lain oleh Takhta Apostolik.
§ 2. Konferensi para Uskup harus mengusahakan agar dijamin sustentasi yang pantas dan sesuai bagi Uskup yang mengundurkan diri, dengan memperhatikan bahwa kewajiban itu pertama-tama mengikat keuskupan yang telah diabdinya.
Artikel 3
USKUP  KOAJUTOR  DAN AUKSILIER
Kan. 403 - § 1. Jika kebutuhan-kebutuhan pastoral keuskupan menganjurkannya, maka hendaknya atas permohonan Uskup diosesan diangkat seorang atau beberapa Uskup auksilier; Uskup auksilier tidak mempunyai hak mengganti.
§ 2. Dalam keadaan-keadaan yang cukup berat, juga yang bersifat pribadi, Uskup diosesan dapat diberi Uskup auksilier yang dibekali dengan kewenangan khusus.
§ 3. Takhta Suci, jika menganggapnya lebih tepat, ex officio dapat mengangkat Uskup koajutor, yang juga dibekali dengan kewenangan-kewenangan khusus; Uskup koajutor mempunyai hak mengganti.
Kan. 404 - § 1. Uskup koajutor menduduki jabatannya dengan menunjukkan, sendiri atau melalui orang yang dikuasakannya, surat apostolik pengangkatannya kepada Uskup diosesan dan kolegium konsultor dengan dihadiri kanselir kuria yang hendaknya membuat berita acara.
§ 2. Uskup auksilier menduduki jabatannya dengan menunjukkan surat apostolik pengangkatannya kepada Uskup diosesan dengan dihadiri kanselir kuria yang hendaknya membuat berita acara.
§ 3. Apabila Uskup diosesan terhalang sepenuhnya, baik Uskup koajutor maupun Uskup auksilier cukup menunjukkan surat apostolik pengangkatannya kepada kolegium konsultor dengan dihadiri kanselir kuria.
Kan. 405 - § 1. Uskup koajutor, dan juga Uskup auksilier, mempunyai kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang ditetapkan dalam ketentuan-ketentuan kanon-kanon berikut dan dirumuskan dalam surat pengangkatannya.
§ 2. Uskup koajutor dan Uskup auksilier yang disebut dalam kan. 403, § 2 mendampingi Uskup diosesan dalam seluruh kepemimpinan keuskupan dan mewakilinya bila ia tidak ada atau terhalang.
Kan. 406 - § 1. Uskup koajutor, dan juga Uskup auksilier yang disebut dalam kan. 403, § 2, hendaknya diangkat menjadi Vikaris jenderal oleh Uskup diosesan; selain itu hendaknya Uskup diosesan menyerahkan kepadanya lebih dulu daripada kepada lain-lainnya, hal-hal yang menurut hukum membutuhkan mandat khusus.
§ 2. Kecuali dalam surat apostolik diatur lain dan dengan mengindahkan ketentuan § 1, Uskup diosesan hendaknya mengangkat Uskup auksilier atau Uskup-uskup auksiliernya menjadi Vikaris-vikaris jenderal atau sekurang-kurangnya menjadi Vikaris-vikaris episkopal, yang hanya tergantung pada otoritasnya atau otoritas Uskup koajutor atau Uskup auksilier yang disebut dalam kan. 403, § 2.
Kan. 407 - § 1. Agar kesejahteraan keuskupan sekarang dan di masa depan dikembangkan sebaik-baiknya, Uskup diosesan, Uskup koajutor dan Uskup auksilier yang disebut dalam kan. 403, § 2 hendaknya dalam hal-hal yang cukup penting saling berkonsultasi.
§ 2. Uskup diosesan dalam mempertimbangkan hal-hal yang cukup penting, terutama yang bersifat pastoral, hendaknya berkonsultasi lebih dahulu dengan para Uskup auksilier dari pada dengan orang-orang lain.
§ 3. Uskup koajutor dan Uskup auksilier, justru karena dipanggil untuk mengambil bagian dalam keprihatinan Uskup diosesan, hendaknya menjalankan tugas-tugas mereka sedemikian sehingga mereka melangkah bersamanya dengan usaha dan semangat terpadu.
Kan. 408 - § 1. Uskup koajutor dan Uskup auksilier, bila tidak terhambat halangan wajar, diwajibkan untuk menyelenggarakan upacara pontifikal dan tugas-tugas yang merupakan kewajiban Uskup diosesan, setiap kali diminta olehnya.
§ 2. Hak-hak dan tugas-tugas Uskup yang dapat dijalankan Uskup koajutor atau Uskup auksilier, janganlah diserahkan oleh Uskup diosesan secara tetap kepada orang lain.
Kan. 409 - § 1. Bila Takhta Uskup lowong, Uskup koajutor segera menjadi Uskup dari keuskupan untuknya ia ditetapkan, asalkan jabatan itu dimilikinya secara legitim.
§ 2. Bila Takhta Uskup lowong, sampai Uskup baru menduduki Takhtanya, Uskup auksilier, kecuali ditentukan lain oleh otoritas yang berwenang, menjalankan semua dan hanya kuasa dan kewenangan yang bila Takhta terisi, dipunyainya sebagai Vikaris jenderal atau Vikaris episkopal; dan bila ia tidak ditunjuk menjadi Administrator diosesan, hendaknya ia menjalankan kuasa yang diberikan hukum dibawah otoritas Administrator diosesan yang mengepalai kepemimpinan keuskupan.
Kan. 410 - Uskup koajutor dan Uskup auksilier terikat kewajiban, seperti Uskup diosesan sendiri, untuk tinggal di keuskupan; janganlah mereka pergi lama dari situ, kecuali karena suatu tugas yang harus dipenuhi di luar keuskupan atau karena liburan yang jangan melampaui satu bulan.
Kan. 411 - Mengenai pengunduran diri dari jabatan Uskup koajutor dan Uskup auksilier, diterapkan ketentuan-ketentuan kan. 401 dan 402, § 2.
BAB III
TAKHTA TERHALANG DAN TAKHTA LOWONG
Artikel 1
TAKHTA TERHALANG
Kan. 412 – Takhta Uskup dimengerti terhalang apabila karena penahanan, pengusiran, pembuangan atau ketidakmampuan, Uskup diosesan terhalang sama sekali untuk mengurus tugas pastoral di keuskupannya, bahkan tidak dapat berhubungan dengan umatnya lewat surat.
Kan. 413 - § 1. Bila Takhta terhalang, kepemimpinan keuskupan, kecuali diatur lain oleh Takhta Suci, beralih kepada Uskup koajutor, jika ada; jika tidak ada atau terhalang, maka beralih kepada Uskup auksilier atau Vikaris jenderal atau episkopal, atau imam yang lain, dengan mengindahkan urutan orang-orang yang ditetapkan oleh Uskup diosesan segera setelah menduduki jabatannya; dan daftar itu harus diberitahukan kepada Uskup metropolit dan paling sedikit tiga tahun sekali diperbaharui dan hendaknya disimpan dengan rahasia oleh kanselir.
§ 2. Jika tidak ada Uskup koajutor atau ia terhalang dan daftar yang disebut dalam § 1 juga tidak tersedia, kolegium konsultor bertugas memilih seorang imam untuk memimpin keuskupan.
§ 3. Yang mengambil-alih kepemimpinan keuskupan menurut norma §§ 1 atau 2, hendaknya selekas mungkin memberitahu Takhta Suci tentang Takhta yang terhalang dan jabatan yang diterimanya.
Kan. 414 - Setiap orang yang menurut norma kan. 413 dipanggil untuk menjalankan reksa pastoral keuskupan untuk sementara waktu, hanya selama Takhta terhalang, dalam menjalankan reksa pastoral keuskupan terikat kewajiban-kewajiban dan kuasa yang dalam hukum dimiliki oleh Administrator diosesan.
Kan. 415 - Jika Uskup diosesan dilarang melaksanakan tugasnya karena hukuman gerejawi, Uskup metropolit atau Uskup sufragan yang tertua dalam jabatan, jika Uskup metropolit tidak ada atau jika Uskup metropolit itu sendiri yang tersangkut, hendaknya segera menghubungi Takhta Suci agar Takhta Suci mengambil langkah-langkah seperlunya.
Artikel 2
TAKHTA LOWONG
Kan. 416 - Takhta Uskup lowong dengan kematian Uskup diosesan, pengunduran diri yang diterima oleh Paus, pemindahan dan pemecatan yang diberitahukan kepada Uskup itu.
Kan. 417 - Semua yang dilakukan Vikaris jenderal atau Vikaris episkopal mempunyai kekuatan hukum sampai mereka menerima berita pasti tentang kematian Uskup diosesan, demikian pula yang dilakukan Uskup diosesan atau Vikaris jenderal atau episkopal mempunyai kekuatan hukum sampai mereka menerima berita pasti tentang tindakan Paus yang disebut di atas.
Kan. 418 - § 1. Dalam waktu dua bulan setelah berita pasti tentang pemindahannya, Uskup harus pindah ke keuskupannya yang baru (ad quam) dan mengambil-alih secara kanonik keuskupannya; pada hari ia mengambil-alih secara kanonik keuskupannya yang baru itu, keuskupannya yang lama (a qua) menjadi lowong.
§ 2. Sejak berita pasti tentang pemindahan sampai ia mengambil-alih secara kanonik keuskupan yang baru, di keuskupannya yang lama (a qua) Uskup yang dipindahkan:
10  memperoleh kuasa dan terikat kewajiban-kewajiban Adminis-trator diosesan, sedangkan segala macam kuasa Vikaris jenderal dan Vikaris episkopal terhenti, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 409, § 2;
20 memperoleh remunerasi utuh yang sesuai dengan jabatannya.
Kan. 419 - Bila Takhta lowong, kepemimpinan keuskupan sampai adanya Administrator diosesan beralih kepada Uskup auksilier, dan bila ada beberapa Uskup auksilier, kepada yang paling lama pengangkatannya; tetapi bila tak ada Uskup auksilier, kepada kolegium konsultor, kecuali ditentukan lain oleh Takhta Suci. Yang mengambil-alih kepemimpinan keuskupan dengan cara itu, hendaknya selekas mungkin memanggil kolegium yang berwenang untuk mengangkat Administrator diosesan.
Kan. 420 - Bila di vikariat atau prefektur apostolik Takhta lowong, kepemimpinan diambil-alih oleh Pro-Vikaris atau Pro-Prefek yang oleh Vikaris atau Prefek segera setelah menduduki jabatannya diangkat hanya untuk tujuan itu, kecuali ditentukan lain oleh Takhta Suci.
Kan. 421 - § 1. Dalam waktu delapan hari setelah diterimanya berita tentang lowongnya Takhta Uskup, Administrator diosesan, yakni yang memimpin keuskupan untuk sementara waktu, harus dipilih oleh kolegium konsultor, dengan mengindahkan ketentuan kan. 502, § 3.
§ 2. Jika dalam waktu yang ditetapkan itu Administrator diosesan karena alasan apapun belum dipilih secara legitim, pengangkatannya beralih kepada Uskup metropolit; dan jika Gereja metropolit itu sendiri yang lowong atau Gereja metropolit dan Gereja sufragan lowong bersama, pengangkatan beralih kepada Uskup sufragan yang tertua pengangkatannya.
Kan. 422 - Uskup auksilier dan, jika tidak ada, kolegium konsultor, hendaknya selekas mungkin memberitahukan kematian Uskup; demikian pula orang yang dipilih menjadi Administrator diosesan memberitahukan pemilihannya kepada Takhta Apostolik.
Kan. 423 - § 1. Hendaknya diangkat seorang Administrator diosesan saja dan tak dibenarkan adanya kebiasaan yang berlawanan; kalau tidak, pemilihan tidak sah.
§ 2. Administrator diosesan janganlah sekaligus ekonom; maka jika ekonom keuskupan dipilih menjadi Administrator, hendaknya dewan keuangan memilih orang lain menjadi ekonom untuk sementara.
Kan. 424 - Administrator diosesan hendaknya dipilih menurut norma kan. 165-178.
Kan. 425 - § 1. Untuk jabatan Administrator diosesan hanya dapat diangkat dengan sah seorang imam yang berusia genap tiga puluh lima tahun dan belum dipilih, ditunjuk atau diajukan untuk menduduki jabatan yang lowong itu.
§ 2. Untuk menjadi Administrator diosesan hendaknya dipilih seorang imam yang unggul dalam ajaran dan kearifan.
§ 3. Apabila syarat-syarat yang disebut dalam § 1 diabaikan, Uskup metropolit atau, bila Gereja metropolit sendiri yang lowong, Uskup sufragan tertua dalam pengangkatan, setelah mengetahui kebenaran perkaranya, hendaknya mengangkat Administrator untuk kali itu; adapun perbuatan-perbuatan orang yang dipilih melawan ketentuan § 1 itu, menurut hukum sendiri tidak sah.
Kan. 426 - Yang memimpin keuskupan sewaktu Takhta lowong sebelum pengangkatan Administrator diosesan, mempunyai kekuasaan yang diakui hukum bagi Vikaris jenderal.
Kan. 427 - § 1. Administrator diosesan terikat kewajiban-kewajiban dan mempunyai kuasa Uskup diosesan, terkecuali hal-hal yang menurut hakikatnya atau oleh hukum sendiri dikecualikan.
§ 2. Administrator diosesan setelah menerima pemilihannya mendapat kuasa tanpa diperlukan peneguhan dari siapa pun, dengan tetap berlaku kewajiban yang disebut dalam kan. 833, 40.
Kan. 428 - § 1. Apabila Takhta lowong tak suatupun boleh diubah.
§ 2. Mereka yang menjalankan kepemimpinan keuskupan untuk sementara dilarang melakukan apapun yang dapat merugikan keus-kupan atau hak-hak Uskup; khususnya mereka itu dan juga siapa saja, sendiri atau lewat orang lain, dilarang mengambil atau merusak dokumen apapun dari kuria keuskupan atau mengubah sesuatu padanya.
Kan. 429 - Administrator diosesan terikat kewajiban tinggal di keuskupan dan mengaplikasikan Misa untuk kesejahteraan umat menurut norma kan. 388.
Kan. 430 - § 1. Tugas Administrator diosesan berhenti dengan pengambil-alihan keuskupan oleh Uskup baru.
§ 2. Pemberhentian Administrator diosesan direservasi bagi Takhta Suci; pengunduran diri yang mungkin dibuat olehnya, harus ditunjukkan dalam bentuk otentik kepada kolegium yang berwenang untuk memilih, dan tidak membutuhkan penerimaan; jika Administrator diosesan diberhentikan atau mengundurkan diri, atau meninggal, hendaknya dipilih Administrator diosesan lain menurut norma kan. 421.

JUDUL II
HIMPUNAN  GEREJA  PARTIKULAR
BAB I
PROVINSI GEREJAWI  DAN REGIO GEREJAWI
Kan. 431 - § 1. Agar kegiatan pastoral bersama pelbagai keuskupan yang berdekatan dikembangkan sesuai dengan keadaan orang-orang dan tempatnya, dan agar hubungan antara para uskup diosesan dipupuk dengan lebih baik, Gereja-gereja partikular yang berdekatan hendaknya dibentuk menjadi provinsi-provinsi gerejawi yang dibatasi pada wilayah tertentu.
§ 2. Selanjutnya pada umumnya jangan ada keuskupan-keuskupan exempt; dengan demikian setiap keuskupan dan Gereja-gereja partikular lainnya dalam wilayah suatu provinsi gerejawi harus tergabung dalam provinsi gerejawi itu.
§ 3. Hanyalah otoritas tertinggi Gereja, setelah mendengarkan para Uskup yang berkepentingan, berwenang mendirikan, menghapus, atau mengubah provinsi-provinsi gerejawi.
Kan. 432 - § 1. Dalam provinsi gerejawi, dewan provinsi dan Uskup metropolit memiliki otoritas menurut norma hukum.
§ 2. Provinsi gerejawi menurut hukum sendiri mempunyai status badan hukum.
Kan. 433 - § 1. Jika bermanfaat, terutama pada bangsa-bangsa yang mempunyai cukup banyak Gereja partikular, atas usul Konferensi para Uskup, Provinsi-provinsi gerejawi yang berdekatan dapat digabung menjadi regio-regio gerejawi.
§ 2. Regio gerejawi dapat didirikan sebagai badan hukum.
Kan. 434 - Pertemuan Uskup regio gerejawi bertugas memupuk kerjasama dan kegiatan pastoral bersama di regionya; tetapi kuasa-kuasa yang dalam kanon-kanon Kitab Hukum ini diberikan kepada Konferensi para Uskup tidak dimiliki pertemuan Uskup regio itu, kecuali secara khusus beberapa diberikan oleh Takhta Suci.
BAB II
USKUP METROPOLIT
Kan. 435 - Provinsi gerejawi dikepalai oleh Uskup metropolit yang adalah Uskup Agung dari keuskupan yang dipimpinnya; adapun tugas itu dikaitkan dengan Takhta Uskup yang ditetapkan atau disetujui oleh Paus.
Kan. 436 - § 1. Di keuskupan-keuskupan sufragan Uskup metropolit berwenang:
10 menjaga agar iman dan disiplin gerejawi ditaati dengan seksama, dan melaporkan penyelewengan-penyelewengan, jika ada, kepada Paus;
20 mengadakan visitasi kanonik, jika itu diabaikan Uskup sufra-gan, tetapi hal itu harus lebih dahulu mendapat persetujuan dari Takhta Apostolik;
30  mengangkat Administrator diosesan, menurut norma kan. 421, § 2 dan 425, § 3.
§ 2. Dimana keadaan menuntutnya, Uskup metropolit dapat diberi tugas-tugas khusus dan kuasa oleh Takhta Apostolik yang harus ditetapkan dalam hukum partikular.
§ 3. Uskup metropolit tidak mempunyai kuasa kepemimpinan lain apapun di keuskupan-keuskupan sufragan; tetapi ia dapat menyelengga-rakan upacara-upacara suci di semua gereja, dan bila di gereja katedral, setelah lebih dahulu memberitahu Uskup diosesan, seperti Uskup di keuskupan sendiri.
Kan. 437 - § 1. Dalam tiga bulan setelah menerima tahbisan Uskup, atau, apabila ia sudah ditahbiskan, setelah pengangkatan kanonik, Uskup metropolit, entah sendiri atau lewat orang yang dikuasakan, terikat kewajiban mohon pallium dari Paus, yang menandakan kuasa yang diberikan oleh hukum kepadanya selaku Uskup metropolit di provinsinya, dalam persekutuan dengan Gereja Roma.
§ 2. Uskup metropolit dapat mengenakan pallium di gereja manapun di wilayah provinsi gerejawi yang ia pimpin, sesuai norma undang-undang liturgis, tetapi sama sekali tidak bisa mengenakannya di luar provinsinya, juga meski dengan persetujuan Uskup diosesan.
§ 3. Uskup metropolit membutuhkan pallium baru, jika dipindah ke Takhta Metropolit lain.
Kan. 438 - Gelar Batrik dan Primat, selain merupakan hak istimewa kehormatan, dalam Gereja Latin tidak memberi kuasa kepemimpinan apapun, kecuali nyata lain mengenai beberapa hal berdasarkan privilegi apostolik atau kebiasaan yang disetujui.


BAB III
KONSILI  PARTIKULAR
Kan. 439 - § 1. Konsili paripurna yakni yang menghimpun semua Gereja partikular dalam Konferensi para Uskup yang sama, diseleng-garakan setiap kali dipandang perlu atau berguna oleh Konferensi para Uskup, dengan persetujuan Takhta Apostolik.
§ 2. Norma yang ditetapkan dalam § 1 juga berlaku untuk menyelenggarakan konsili provinsi di provinsi gerejawi, yang batas-batasnya sama dengan wilayah negara.
Kan. 440 - § 1. Konsili provinsi untuk pelbagai Gereja partikular provinsi gerejawi yang sama, hendaknya diselenggarakan setiap kali dipandang berguna menurut penilaian sebagian besar Uskup diosesan provinsi, dengan mengindahkan kan. 439, § 2.
§ 2. Bila Takhta metropolit lowong, janganlah dipanggil konsili provinsi.
Kan. 441 - Konferensi para Uskup berwenang:
10  memanggil konsili paripuma;
20 memilih tempat penyelenggaraan konsili dalam wilayah Konferensi para Uskup;
30 memilih ketua konsili paripurna di antara para Uskup diosesan, yang harus disetujui oleh Takhta Apostolik;
40 menentukan susunan agenda dan masalah-masalah yang harus dibahas, mengumumkan awal dan lamanya konsili paripurna, memindahkan, memperpanjang dan membubarkannya.
Kan. 442 - § 1. Dengan persetujuan sebagian besar Uskup sufragan, Uskup metropolit berwenang:
10 memanggil konsili provinsi;
20 memilih tempat untuk penyelenggaraan konsili provinsi dalam wilayah provinsi;
30 menentukan susunan agenda dan masalah-masalah yang harus dibahas, mengumumkan awal dan lamanya konsili provinsi, memindahkan, memperpanjang dan membubarkannya.
§ 2. Uskup metropolit dan, jika ia terhalang secara legitim, Uskup sufragan yang dipilih Uskup-uskup sufragan lainnya, bertugas mengetuai konsili provinsi.
Kan. 443 - § 1. Yang harus dipanggil menghadiri konsili parti-kular dan mempunyai hak suara deliberatif:
10 Uskup-uskup diosesan;
20 Uskup-uskup koajutor dan auksilier;
30 Uskup tituler lain yang memegang tugas khusus yang diserah-kan Takhta Apostolik atau Konferensi para Uskup di wilayah itu.
§ 2. Ke konsili-konsili partikular dapat dipanggil Uskup-uskup tituler lainnya, juga yang purnakarya dan tinggal di wilayah; mereka mempunyai hak suara deliberatif.
§ 3. Yang harus dipanggil ke konsili-konsili partikular dengan suara konsultatif saja ialah:
10 Vikaris-vikaris jenderal dan Vikaris-vikaris episkopal dari semua Gereja partikular di wilayah;
20 Para pemimpin tinggi tarekat-tarekat religius dan serikat-serikat hidup kerasulan dalam jumlah, baik bagi pria maupun wanita, yang harus ditentukan oleh Konferensi para Uskup atau para Uskup provinsi; mereka itu dipilih oleh semua Pemimpin tinggi tarekat-tarekat religius dan serikat-serikat yang mempunyai tempat kedudukan di wilayah;
30 Para rektor universitas-universitas gerejawi dan katolik serta para dekan fakultas-fakultas teologi dan hukum kanonik yang mempunyai tempat kedudukan di wilayah;
40 Beberapa rektor seminari-seminari tinggi dalam jumlah yang harus ditentukan seperti dalam no. 2, dipilih oleh para rektor seminari-seminari yang berada di wilayah itu.
§ 4. Ke konsili-konsili partikular juga dapat dipanggil, hanya dengan suara konsultatif, imam-imam dan orang-orang beriman kristiani lainnya, tetapi sedemikian sehingga jumlah mereka tidak melampaui separuh dari mereka yang disebut dalam §§ 1 - 3.
§ 5. Ke konsili-konsili provinsi selain itu hendaknya juga diundang kapitel katedral, dan juga dewan imam serta dewan pastoral masing-masing Gereja partikular, sedemikian sehingga mereka masing-masing mengutus dua orang dari para anggotanya yang mereka tunjuk secara kolegial; tetapi mereka hanya mempunyai suara konsultatif.
§ 6. Jika menurut penilaian Konferensi para Uskup berguna untuk konsili paripurna atau menurut penilaian Uskup metropolit bersama dengan para Uskup sufragan berguna untuk konsili provinsi, ke konsili-konsili partikular dapat juga diundang orang-orang lain sebagai tamu.
Kan. 444 - § 1. Semua orang yang dipanggil ke konsili partikular harus menghadirinya, kecuali terhambat halangan yang wajar, yang harus mereka beritahukan kepada ketua konsili.
§ 2. Mereka yang dipanggil ke konsili partikular dan mempunyai suara deliberatif di dalamnya, jika terhambat halangan yang wajar, dapat mengutus orang yang dikuasakan; orang yang dikuasakan itu hanya mempunyai suara konsultatif.
Kan. 445 - Konsili partikular hendaknya mengusahakan untuk wilayahnya sendiri agar dipikirkan keperluan-keperluan pastoral umat Allah; dan agar konsili mempunyai kuasa kepemimpinan, terutama legislatif, sedemikian sehingga konsili dengan selalu mengindahkan hukum universal Gereja, dapat memutuskan apa yang dianggap tepat untuk pertumbuhan iman, untuk mengatur kegiatan pastoral bersama dan untuk mengarahkan, memelihara, memasukkan atau melindungi tata-tertib umum gerejawi.
Kan. 446 - Seusai konsili partikular ketua hendaknya mengusaha-kan agar semua akta konsili dikirim kepada Takhta Apostolik; dekret-dekret yang dikeluarkan konsili janganlah diundangkan kecuali setelah disahkan oleh Takhta Apostolik; konsili sendiri bertugas menentukan cara mengundangkan dekret-dekret dan waktu mulai mewajibkannya dekret-dekret yang telah diundangkan.
BAB IV
KONFERENSI  PARA  USKUP
Kan. 447 - Konferensi para Uskup, suatu lembaga tetap, ialah himpunan para Uskup suatu negara atau wilayah tertentu, yang melaksanakan pelbagai tugas pastoral bersama-sama untuk kaum beriman kristiani dari wilayah itu, untuk meningkatkan kesejahteraan yang diberikan Gereja kepada manusia, terutama lewat bentuk-bentuk dan cara-cara kerasulan yang disesuaikan dengan keadaan waktu dan tempat, menurut norma hukum.
Kan. 448 - § 1. Konferensi para Uskup menurut peraturan umum meliputi para pemimpin semua Gereja partikular suatu negara menurut norma kan. 450.
§ 2. Tetapi bila menurut penilaian Takhta Apostolik, setelah mendengarkan para Uskup diosesan yang berkepentingan, situasi orang-orang atau keadaan menganjurkannya, dapatlah Konferensi para Uskup didirikan untuk wilayah yang lebih kecil atau lebih luas sedemikian sehingga atau hanya meliputi Uskup-uskup beberapa Gereja partikular yang ada di wilayah tertentu atau pemimpin-pemimpin Gereja partikular yang berada di pelbagai negara; adalah wewenang Takhta Apostolik itu juga untuk menetapkan norma-norma khusus untuk masing-masing konferensi tersebut.
Kan. 449 - § 1. Hanyalah otoritas tertinggi Gereja berwenang, setelah mendengarkan para Uskup yang berkepentingan, untuk mendirikan, menghapus atau mengubah konferensi-Konferensi para Uskup.
§ 2. Konferensi para Uskup yang didirikan secara legitim, menurut hukum sendiri mempunyai status badan hukum.
Kan. 450 - § 1. Menurut hukum sendiri termasuk Konferensi para Uskup semua Uskup diosesan di wilayah dan semua yang menurut hukum disamakan dengan mereka, demikian pula para Uskup koajutor, Uskup auksilier dan Uskup-uskup tituler lain yang di wilayah itu menjalankan tugas khusus yang diserahkan kepadanya oleh Takhta Apostolik atau Konferensi para Uskup; dapat juga diundang para Ordinaris ritus lain, tetapi mereka mempunyai suara konsultatif saja, kecuali statuta Konferensi para Uskup menentukan lain.
§ 2. Uskup-uskup tituler lainnya dan juga Duta Paus bukanlah anggota-anggota Konferensi para Uskup menurut bukum.
Kan. 451 - Setiap Konferensi para Uskup hendaknya membuat statutanya, yang harus disahkan Takhta Apostolik; dalam statuta itu antara lain hendaknya diatur pertemuan-pertemuan paripurna konferensi dan hendaknya diadakan dewan tetap para Uskup dan sekretariat jenderal konferensi, dan juga lembaga-lembaga lain dan komisi-komisi yang menurut penilaian konferensi membantu mencapai tujuan dengan lebih efektif.
Kan. 452 - § 1. Setiap Konferensi para Uskup hendaknya memilih ketua, menetapkan siapa memegang tugas wakil ketua jika ketua terhalang secara legitim, dan mengangkat sekretaris jenderal, menurut norma statuta.
§ 2. Ketua konferensi, dan jika ia terhalang secara legitim wakil ketua, tidak hanya mengetuai pertemuan-pertemuan umum Konferensi para Uskup, melainkan juga dewan tetap.
Kan. 453 - Pertemuan paripurna Konferensi para Uskup hendaknya diadakan sekurang-kurangnya sekali setiap tahun dan selain itu juga setiap kali dituntut keadaan khusus menurut ketentuan statuta.
Kan. 454 - § 1. Suara deliberatif dalam pertemuan-pertemuan paripurna Konferensi para Uskup menurut hukum merupakan kewenangan para Uskup diosesan dan orang-orang yang menurut hukum disamakan dengan mereka, dan juga para Uskup koajutor.
§ 2. Para Uskup auksilier dan lain-lain Uskup tituler yang termasuk Konferensi para Uskup, mempunyai suara deliberatif atau konsultatif, tergantung dari ketentuan-ketentuan statuta konferensi; tetapi bila membuat atau mengubah statuta, hanya mereka yang disebut dalam § 1 sajalah memiliki suara deliberatif.
Kan. 455 - § 1. Konferensi para Uskup hanya dapat mengeluarkan dekret-dekret umum dalam perkara-perkara di mana hukum universal memerintahkannya, atau mandat khusus Takhta Apostolik menetap-kannya baik atas motu proprio maupun atas permohonan konferensi.
§ 2. Agar dekret-dekret yang disebut dalam § 1 dikeluarkan secara sah dalam pertemuan paripurna, haruslah itu diajukan dengan sekurang-kurangnya dua per tiga suara para Uskup yang tergabung dalam konferensi dan mempunyai suara deliberatif; dan dekret-dekret itu tidak memiliki daya mewajibkan kecuali disahkan oleh Takhta Apostolik dan diundangkan secara legitim.
§ 3. Cara mengundangkan dan waktu mulai berlakunya dekret-dekret itu hendaknya ditentukan oleh Konferensi para Uskup sendiri.
§ 4. Dalam kasus-kasus di mana baik hukum universal maupun mandat khusus Takhta Apostolik tidak memberikan kuasa yang disebut dalam § 1 kepada Konferensi para Uskup, kewenangan setiap Uskup diosesan tetap utuh dan konferensi atau ketuanya tidak dapat bertindak atas nama semua Uskup, kecuali semua dan setiap Uskup memberikan persetujuannya.
Kan. 456 - Bila pertemuan paripurna Konferensi para Uskup selesai, laporan tentang akta konferensi dan juga dekret-dekretnya hendaknya dikirim oleh ketua kepada Takhta Apostolik, baik agar akta disampaikan sebagai berita baginya, maupun agar dekret-dekret, jika ada, dapat disahkan olehnya.
Kan. 457 - Dewan tetap para Uskup bertugas mengusahakan agar agenda dalam pertemuan paripurna konferensi dipersiapkan dan keputusan-keputusan yang ditetapkan dalam sidang paripurna dijalan-kan dengan semestinya, demikian pula dewan tetap itu bertugas menyelesaikan urusan-urusan lain yang dipercayakan kepadanya menurut norma statuta.
Kan. 458 - Sekretaris jenderal bertugas:
10 menyusun laporan akta dan dekret-dekret sidang paripurna konferensi dan juga akta dewan tetap para Uskup, dan menyampaikannya kepada semua anggota konferensi, juga menyusun akta lain yang diserahkan oleh ketua konferensi atau dewan tetap kepadanya untuk dikerjakan.
20 menyampaikan kepada Konferensi-konferensi para Uskup te-tangga akta dan dokumen-dokumen yang oleh konferensi dalam sidang paripurna atau oleh dewan tetap para Uskup ditetapkan agar dikirim kepada mereka.
Kan. 459 - § 1. Hendaknya hubungan-hubungan antara Konferen-si-konferensi para Uskup, terutama yang berdekatan, dikembangkan untuk memajukan dan melindungi kesejahteraan yang lebih besar.
§ 2. Setiap kali oleh Konferensi-konferensi direncanakan kegiatan-kegiatan atau program-program yang menampilkan sifat internasional, haruslah Takhta Apostolik didengarkan.


JUDUL III
TATA  SUSUNAN  INTERN  GEREJA PARTIKULAR
BAB I
SINODE KEUSKUPAN
Kan. 460 - Sinode keuskupan ialah himpunan imam-imam dan orang-orang beriman kristiani yang terpilih dari Gereja partikular, untuk membantu Uskup diosesan demi kesejahteraan seluruh komunitas diosesan, menurut norma kanon-kanon berikut.
Kan. 461 - § 1. Hendaknya sinode keuskupan diselenggarakan di setiap Gereja partikular, bila menurut penilaian Uskup diosesan dan setelah mendengarkan dewan imam, keadaan menganjurkannya.
§ 2. Jika Uskup memimpin beberapa keuskupan, atau memimpin satu keuskupan sebagai Uskupnya sendiri, sedangkan lainnya sebagai Administrator, ia dapat memanggil satu sinode dari semua keuskupan yang dipercayakan kepadanya.
Kan. 462 - § 1. Sinode keuskupan dipanggil hanya oleh Uskup diosesan, dan tidak oleh orang yang mengepalai keuskupan untuk sementara.
§ 2. Sinode keuskupan diketuai oleh Uskup diosesan; tetapi ia dapat memberi delegasi kepada Vikaris jenderal atau Vikaris episkopal untuk memenuhi tugas itu untuk masing-masing sidang sinode.
Kan. 463 - § 1. Ke sinode keuskupan harus dipanggil sebagai anggota sinode dan terikat kewajiban untuk mengambil bagian di dalamnya:
10 Para Uskup koajutor dan juga Uskup auksilier;
20 Para Vikaris jenderal dan Vikaris episkopal, dan juga Vikaris yudisial;
30 para kanonik gereja katedral;
40 para anggota dewan imam;
50 orang-orang beriman kristiani awam, juga para anggota tarekat-tarekat hidup-bakti, yang dipilih oleh dewan pastoral, menurut cara dan dalam jumlah yang harus ditetapkan oleh Uskup diosesan, atau, jika dewan itu tidak ada, menurut kriteria yang ditentukan oleh Uskup diosesan;
60  rektor seminari tinggi diosesan;
70  para deken;
80 sekurang-kurangnya seorang imam dari setiap dekenat yang harus dipilih oleh semua yang mempunyai reksa jiwa-jiwa di situ; demikian pula harus dipilih imam lain untuk mengganti-kannya bila ia terhalang;
90 beberapa pemimpin tarekat-tarekat religius dan serikat hidup kerasulan, yang mempunyai rumah di keuskupan, dan harus dipilih dalam jumlah dan menurut cara yang ditentukan oleh Uskup diosesan.
§ 2. Ke sinode keuskupan dapat dipanggil oleh Uskup sebagai anggota-anggota sinode juga orang-orang lain, baik klerus maupun anggota-anggota tarekat-tarekat hidup-bakti atau orang-orang beriman kristiani awam.
§ 3. Ke sinode keuskupan Uskup diosesan, jika ia menganggapnya baik, dapat mengundang sebagai pengamat beberapa pejabat atau anggota gereja-gereja atau komunitas gerejawi, yang tidak berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja katolik.
Kan. 464 - Anggota sinode yang terhambat halangan secara legitim, tidak dapat mengutus orang yang dikuasakan untuk menghadiri sidang atas namanya; namun Uskup diosesan hendaknya diberitahu tentang halangan itu.
Kan. 465 - Semua masalah yang diajukan hendaknya diserahkan kepada pembahasan bebas para anggota dalam sidang-sidang sinode.
Kan. 466 - Hanya Uskup diosesanlah satu-satunya legislator dalam sinode keuskupan, sedangkan anggota-anggota lain dari sinode hanya mempunyai suara konsultatif; hanya Uskup yang menandata-ngani pernyataan-pernyataan dan dekret-dekret sinode, yang hanya dapat dipublikasikan atas otoritasnya.
Kan. 467 - Uskup diosesan hendaknya menyampaikan teks-teks pernyataan dan dekret-dekret sinode kepada Uskup metropolit dan juga kepada Konferensi para Uskup.
Kan. 468 - § 1. Uskup diosesan berwenang sesuai dengan penilaiannya yang arif menangguhkan dan juga membubarkan sinode keuskupan.
§ 2. Bila Takhta keuskupan lowong atau terhalang, sinode keuskupan menurut hukum sendiri ditangguhkan, sampai Uskup diosesan yang menggantikannya memutuskan agar sinode itu dilanjutkan atau dihentikan.


BAB II
KURIA  DIOSESAN

Kan. 469 - Kuria diosesan terdiri dari lembaga-lembaga dan orang-orang yang membantu Uskup dalam memimpin seluruh keuskupan, terutama dalam mengarahkan karya pastoral, melaksanakan administrasi keuskupan dan juga dalam menjalankan kuasa yudisial.
Kan. 470 - Pengangkatan mereka yang menjalankan tugas-tugas di kuria diosesan merupakan hak Uskup diosesan.
Kan. 471 - Semua orang yang diperkenankan memegang jabatan dalam kuria harus:
10 mengucapkan janji untuk memenuhi tugasnya dengan setia, menurut cara yang ditetapkan oleh hukum atau oleh Uskup;
20 menjaga rahasia dalam batas-batas dan menurut cara yang ditetapkan oleh hukum atau oleh Uskup.
Kan. 472 - Mengenai perkara-perkara dan orang-orang yang dalam kuria berhubungan dengan pelaksanaan kuasa yudisial hendaknya ditepati ketentuan-ketentuan Buku VII Hukum Acara (De Processibus); tetapi mengenai yang berhubungan dengan administrasi keuskupan hendaknya ditepati kanon-kanon berikut ini.
Kan. 473 - § 1. Uskup diosesan harus mengusahakan agar semua urusan yang termasuk administrasi seluruh keuskupan dikoordinasi dengan semestinya dan diarahkan untuk menyelenggarakan dengan lebih tepat kesejahteraan bagian dari umat Allah yang dipercayakan kepadanya.
§ 2. Uskup diosesan sendirilah yang berhak mengkoordinasi karya pastoral para Vikaris, baik jenderal maupun episkopal; apabila bermanfaat, dapat diangkat seorang Moderator kuria, yang harus seorang imam; dibawah otoritas Uskup ia bertugas mengkoordinasi hal-hal yang menyangkut urusan administratif dan juga mengusahakan agar semua petugas kuria lainnya menjalankan dengan tepat tugas yang dipercayakan kepada mereka.
§ 3. Kecuali menurut penilaian Uskup keadaan tempat menuntut lain, hendaknya sebagai Moderator kuria diangkat Vikaris jenderal, atau jika ada beberapa, seorang dari mereka.
§ 4. Apabila menurut penilaiannya bermanfaat, Uskup dapat membentuk dewan keuskupan yang terdiri dari para Vikaris jenderal dan episkopal, untuk mengembangkan karya pastoral dengan lebih tepat.
Kan. 474 - Akta kuria yang dimaksudkan memiliki efek yuridis haruslah ditandatangani oleh Ordinaris yang mengeluarkannya, dan itu demi sahnya, serentak juga oleh kanselir atau notarius kuria; adapun kanselir kuria wajib memberitahukan akta itu kepada Moderator kuria.

Artikel 1
VIKARIS JENDERAL DAN EPISKOPAL
Kan. 475 - § 1. Di setiap keuskupan haruslah diangkat oleh Uskup diosesan seorang Vikaris jenderal, yang diberi kuasa berdasar jabatan untuk membantu Uskup memimpin seluruh keuskupan, menurut norma kanon-kanon berikut ini.
§ 2. Sebagai ketentuan umum hendaknya diangkat satu Vikaris jenderal, kecuali dianjurkan lain oleh luasnya keuskupan atau besarnya jumlah penduduk atau alasan pastoral lainnya.
Kan. 476 - Setiap kali kepemimpinan yang benar atas keuskupan membutuhkannya, Uskup diosesan dapat juga mengangkat seorang atau beberapa Vikaris episkopal yang, di bagian tertentu keuskupan atau dalam bidang tertentu atau untuk kaum beriman ritus tertentu atau kelompok orang-orang tertentu, mempunyai kuasa berdasarkan jabatan, yang menurut hukum universal dimiliki Vikaris jenderal, sesuai norma kanon-kanon berikut ini.
Kan. 477 - § 1. Vikaris jenderal dan Vikaris episkopal diangkat dengan bebas oleh Uskup diosesan dan dapat diberhentikan dengan bebas olehnya, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 406; Vikaris episkopal, karena bukan Uskup auksilier, hendaknya diangkat hanya untuk waktu yang harus ditetapkan dalam tindakan pengangkatan itu sendiri.
§ 2. Jika Vikaris jenderal tak ada di tempat atau berhalangan secara legitim, Uskup diosesan dapat mengangkat orang lain untuk mewakilinya; norma yang sama dikenakan pada Vikaris episkopal.
Kan. 478 - § 1. Vikaris jenderal dan episkopal hendaknya imam-imam yang berusia tak kurang dari tiga puluh tahun, mempunyai gelar doktor atau lisensiat dalam hukum kanonik atau teologi atau sekurang-kurangnya sungguh ahli dalam ilmu-ilmu itu, layak karena ajaran yang sehat, peri kehidupan yang baik, kearifan dan pengalaman kerja.
§ 2. Jabatan Vikaris jenderal dan episkopal tidak dapat dipadukan dengan jabatan penitensiarius kanonik, dan juga tidak dapat diserahkan kepada orang yang berhubungan darah dengan Uskup sampai tingkat keempat.
Kan. 479 - § 1. Berdasarkan jabatan Vikaris jenderal memiliki di seluruh keuskupan kuasa eksekutif yang menurut hukum merupakan milik Uskup, yakni kuasa untuk melakukan semua tindakan administratif, tetapi dikecualikan hal-hal yang direservasi Uskup bagi dirinya atau yang menurut hukum membutuhkan mandat khusus dari Uskup.
§ 2. Vikaris episkopal menurut hukum sendiri memiliki kuasa yang disebut dalam § 1, tetapi terbatas pada bagian wilayah yang tertentu atau jenis urusan tertentu atau kaum beriman ritus tertentu atau kelompok tertentu untuknya ia diangkat, dan dikecualikan hal-hal yang direservasi Uskup bagi dirinya atau bagi Vikaris jenderal, atau yang menurut hukum memerlukan mandat khusus dari Uskup.
§ 3. Dalam lingkup kewenangannya Vikaris jenderal dan Vikaris episkopal juga mempunyai kewenangan-kewenangan habitual (facultates habituales) yang diberikan Takhta Apostolik kepada Uskup; demikian juga pelaksanaan reskrip, kecuali dengan jelas ditentukan lain atau untuk pelaksanaan reskrip itu Uskup diosesan dipilih karena pribadinya.
Kan. 480 - Vikaris jenderal dan Vikaris episkopal harus melaporkan kepada Uskup diosesan urusan-urusan yang utama, baik yang akan maupun yang telah dilakukan, dan janganlah mereka pernah bertindak melawan kehendak dan maksud Uskup diosesan.
Kan. 481 - § 1. Kuasa Vikaris jenderal dan Vikaris episkopal berhenti dengan habisnya waktu mandat, dengan pengunduran diri dan juga, dengan tetap berlaku kan. 406 dan 409, dengan pemberhentian yang diberitahukan kepada mereka itu oleh Uskup, dan dengan lowongnya Takhta keuskupan.
§ 2. Jika jabatan Uskup diosesan ditangguhkan, kuasa Vikaris jenderal dan Vikaris episkopal ditangguhkan juga, kecuali mereka mempunyai martabat Uskup.
Artikel 2
KANSELIR, NOTARIUS LAIN DAN ARSIP
Kan. 482 - § 1. Dalam setiap kuria hendaknya diangkat seorang kanselir yang tugas utamanya, kecuali ditentukan lain oleh hukum partikular, ialah mengusahakan agar akta kuria diatur dan dibuat siap, serta dipelihara dalam arsip kuria.
§ 2. Jika dianggap perlu, kanselir dapat diberi pembantu yang hendaknya disebut wakil kanselir.
§ 3. Kanselir dan wakil kanselir sekaligus adalah notarius dan sekretaris kuria.
Kan. 483 - § 1. Selain kanselir, dapat diangkat notarius-notarius lain, yang tulisan atau tandatangannya memberi otentisitas publik, baik pada setiap akta atau hanya akta pengadilan, maupun hanya akta perkara atau urusan tertentu.
§ 2. Kanselir dan para notarius harus mempunyai nama baik dan dapat dipercaya (omni suspicione maiores); dalam perkara-perkara yang dapat menyangkut nama baik seorang imam, notarius harus seorang imam.
Kan. 484 - Tugas para notarius ialah:
10 menyiapkan akta dan instrumen mengenai dekret-dekret, pengaturan-pengaturan, kewajiban-kewajiban atau hal-hal lain yang membutuhkan peranannya;
20 menyusun secara tertulis dengan setia apa yang dijalankan dan menandatanganinya dengan membubuhkan keterangan tempat, tanggal, bulan dan tahun;
30  menunjukkan akta atau  instrumen dari arsip kepada orang yang memintanya secara legitim, dengan menaati yang harus ditaati, dan menyatakan kesesuaian turunan dengan aslinya.
Kan. 485 - Kanselir dan para notarius lainnya dapat diberhentikan dengan bebas oleh Uskup diosesan, tetapi tidak oleh Administrator diosesan, kecuali dengan persetujuan kolegium konsultor.
Kan. 486 - § 1. Semua dokumen yang menyangkut keuskupan atau paroki-paroki harus dijaga dengan seksama.
§ 2. Di setiap kuria hendaknya diadakan arsip atau almari arsip diosesan di tempat yang aman, di mana instrumen dan dokumen-dokumen yang menyangkut urusan-urusan keuskupan, baik yang bersifat rohani maupun yang bersifat keduniaan, diatur menurut sistem tertentu, tertutup  dan dijaga dengan seksama.
§ 3. Dari dokumen-dokumen yang disimpan dalam arsip, hendak-nya disusun inventaris atau katalog dengan sinopsis singkat dari setiap naskah.
Kan. 487 - § 1. Arsip harus terkunci dan kuncinya dipegang hanya oleh Uskup dan kanselir; tak seorang pun diperkenankan memasukinya tanpa izin Uskup atau Moderator kuria bersama dengan kanselir.
§ 2. Adalah hak mereka yang berkepentingan untuk menerima sendiri atau lewat orang lain yang dikuasakannya turunan otentik atau fotokopi dari dokumen-dokumen yang menurut hakikatnya bersifat publik dan menyangkut status pribadinya.
Kan. 488 - Tidak diperkenankan membawa keluar dokumen dari arsip, kecuali hanya sebentar dan dengan persetujuan Uskup atau Moderator kuria bersama dengan kanselir.
Kan. 489 - § 1. Dalam kuria keuskupan hendaknya ada juga arsip rahasia, atau sekurang-kurangnya dalam arsip umum suatu almari atau peti besi yang sama sekali terkunci dan terkancing sehingga tak dapat dipindahkan dari situ, untuk menyimpan dokumen-dokumen yang harus dijaga kerahasiannya dengan seseksama mungkin.
§ 2. Hendaknya setiap tahun dimusnahkan dokumen-dokumen perkara kriminal di bidang moral yang orangnya telah meninggal atau yang perkaranya telah diselesaikan dengan putusan penghukuman sejak sepuluh tahun, dengan tetap disimpan rangkuman singkat perkaranya bersama dengan teks putusan definitifnya.
Kan. 490 - § 1. Kunci arsip rahasia hendaknya dimiliki hanya oleh Uskup.
§ 2. Bila Takhta lowong, hendaknya arsip atau almari rahasia jangan dibuka, kecuali dalam kasus yang sungguh penting, oleh Administrator diosesan sendiri.
§ 3. Dilarang membawa keluar dokumen dari arsip atau almari rahasia.
Kan. 491 - § 1. Hendaknya Uskup diosesan mengusahakan agar akta dan dokumen-dokumen arsip juga dari gereja-gereja katedral, kolese, paroki dan gereja-gereja lain di wilayahnya, disimpan dengan seksama, dan agar dibuat inventaris atau katalog rangkap dua; yang satu disimpan di arsip sendiri, sedangkan yang lain di arsip keuskupan.
§ 2. Uskup diosesan hendaknya juga mengusahakan agar di keuskupan ada arsip sejarah dan hendaknya dokumen-dokumen yang mempunyai nilai historis dipelihara dengan seksama dan diatur secara sistematis di situ.
§ 3. Untuk melihat atau membawa keluar akta dan dokumen-dokumen yang disebut dalam §§ 1 dan 2 hendaknya ditaati norma-norma yang ditetapkan oleh Uskup diosesan.




Artikel 3
DEWAN KEUANGAN DAN EKONOM

Kan. 492 - § 1. Di setiap keuskupan hendaknya dibentuk dewan keuangan yang diketuai oleh Uskup diosesan sendiri atau delegatusnya dan yang terdiri dari sekurang-kurangnya tiga orang beriman kristiani, yang sungguh ahli dalam hal ekonomi dan hukum sipil serta sungguh jujur; mereka diangkat oleh Uskup.
§ 2. Para anggota dewan keuangan hendaknya diangkat untuk  lima tahun, tetapi sehabis lima tahun itu dapat diangkat untuk lima tahun lagi.
§ 3. Orang-orang yang masih mempunyai hubungan darah sampai tingkat ke empat atau semenda dengan Uskup tidak diperkenankan menjadi anggota dewan keuangan.
Kan. 493 - Selain tugas-tugas yang dalam Buku V Harta Benda Gereja diserahkan kepadanya, adalah tugas dewan keuangan untuk setiap tahun, menurut petunjuk-petunjuk Uskup diosesan, mempersiap-kan anggaran pendapatan dan pengeluaran yang direncanakan untuk seluruh kepemimpinan keuskupan tahun mendatang, dan juga pada akhir tahun memeriksa pertanggungjawaban pendapatan dan pengeluaran.
Kan. 494 - § 1. Di setiap keuskupan, hendaknya Uskup, setelah mendengarkan kolegium konsultor dan juga dewan keuangan, mengangkat seorang ekonom yang sungguh ahli di bidang ekonomi serta unggul dalam kejujuran.
§ 2. Ekonom hendaknya diangkat untuk lima tahun, tetapi sehabis waktu itu dapat diangkat untuk lima tahun lagi; janganlah ia diberhentikan selama jabatannya, kecuali menurut pandangan Uskup ada alasan yang berat, setelah mendengarkan kolegium konsultor dan juga dewan keuangan.
§ 3. Ekonom bertugas, menurut cara yang ditentukan dewan keuangan, mengelola harta-benda keuskupan dibawah otoritas Uskup dan dari pendapatan keuskupan yang telah ditetapkan melakukan pengeluaran-pengeluaran yang diperintahkan Uskup atau orang-orang lain yang ditugaskan dengan legitim olehnya.
§ 4. Pada peralihan tahun haruslah ekonom memberikan pertang-gungjawaban pendapatan dan pengeluaran kepada dewan keuangan.
BAB III
DEWAN IMAM DAN KOLEGIUM KONSULTOR
Kan. 495 - § 1. Di setiap keuskupan hendaknya dibentuk dewan imam, yakni himpunan para imam yang, dengan mewakili presbiterium, hendaknya menjadi seperti senat Uskup, yang bertugas membantu Uskup dalam kepemimpinan keuskupan menurut norma hukum, agar kesejahteraan pastoral bagian dari umat Allah yang dipercayakan kepadanya dikembangkan sebaik-baiknya.
§ 2. Di vikariat-vikariat dan prefektur-prefektur apostolik Vikaris atau Prefek hendaknya membentuk dewan dari sekurang-kurangnya tiga imam misionaris, yang pendapatnya, juga lewat surat, hendaknya didengarkan dalam urusan-urusan yang sungguh penting.
Kan. 496 - Dewan imam hendaknya memiliki statuta sendiri yang mendapat aprobasi Uskup diosesan dengan mengindahkan norma-norma yang dikeluarkan Konferensi para Uskup.
Kan. 497 - Mengenai penunjukan para anggota dewan imam:
10 sekitar separuh hendaknya dipilih secara bebas oleh para imam sendiri, menurut norma kanon-kanon di bawah ini dan juga statuta;
20 beberapa imam, menurut norma statuta, harus menjadi anggota ex officio, yakni mereka yang masuk dewan berdasarkan jabatan yang diserahkan kepada dirinya;
30 Uskup diosesan berhak sepenuhnya mengangkat beberapa dengan bebas.
Kan. 498 - § 1. Hak pemilihan baik aktif maupun pasif untuk membentuk dewan imam dimiliki oleh:
10 semua imam sekular yang diinkardinasi di keuskupan;
20 para imam sekular yang tidak diinkardinasi di keuskupan, dan juga para imam anggota suatu tarekat religius atau serikat hidup kerasulan yang tinggal di keuskupan dan menjalankan suatu tugas untuk kesejahteraan keuskupan.
§ 2. Sejauh statuta memungkinkannya, hak pemilihan tersebut dapat diberikan kepada imam-imam lainnya yang mempunyai domisili atau kuasi-domisili di keuskupan.
Kan. 499 - Cara pemilihan para anggota dewan imam harus ditetapkan dengan statuta, sedemikian sehingga sedapat mungkin para imam dari presbiterium diwakili, dengan memperhatikan sebaik-baiknya aneka ragam pelayanan dan daerah-daerah keuskupan.
Kan. 500 - § 1. Uskup diosesanlah yang bertugas memanggil dewan imam, mengetuainya dan menetapkan masalah-masalah yang harus dibahas atau menerima usul-usul para anggota.
§ 2. Dewan imam hanya memiliki suara konsultatif; Uskup diosesan hendaknya mendengarkannya dalam perkara-perkara yang sungguh penting, tetapi persetujuan dewan imam dibutuhkannya hanya dalam hal-hal yang ditetapkan dengan jelas oleh hukum.
§ 3. Dewan imam tak pernah dapat bertindak tanpa Uskup diosesan dan juga hanya Uskuplah yang bertugas mengumumkan apa yang ditetapkan menurut norma § 2.
Kan. 501 - § 1. Para anggota dewan imam hendaknya ditunjuk untuk jangka waktu yang ditetapkan dalam statuta, sedemikian sehingga seluruh dewan atau sebagian diperbarui dalam jangka waktu lima tahun.
§ 2. Bila Takhta lowong dewan imam berhenti dan tugas-tugasnya dilaksanakan oleh kolegium konsultor; dalam satu tahun sejak menduduki jabatannya Uskup harus membentuk dewan imam baru.
§ 3. Jika dewan imam tak memenuhi tugas yang dipercayakan kepadanya demi kesejahteraan keuskupan atau menyalahgunakannya secara berat, Uskup diosesan setelah berkonsultasi dengan Uskup metropolit, atau dalam hal Takhta metropolit sendiri tersangkut, setelah berkonsultasi dengan Uskup sufragan tertua dalam pengangkatan, dapat membubarkannya, tetapi dalam satu tahun harus membentuk yang baru.
Kan. 502 - § 1. Dari antara para anggota dewan imam diangkat dengan bebas oleh Uskup diosesan beberapa imam, tidak kurang dari enam dan tidak lebih dari duabelas orang, untuk membentuk kolegium konsultor dengan jangka waktu lima tahun dengan tugas-tugas yang ditentukan hukum; namun, meskipun telah lewat lima tahun, kolegium konsultor tetap menjalankan tugas-tugasnya sampai terbentuk kolegium yang baru.
§ 2. Kolegium konsultor diketuai oleh Uskup diosesan; bila Takhta terhalang atau lowong, kolegium konsultor diketuai oleh orang yang menggantikan Uskup untuk sementara atau jika belum ada, oleh imam tertua berdasarkan tahbisan dalam kolegium konsultor.
§ 3. Konferensi para Uskup dapat menetapkan agar tugas-tugas kolegium konsultor diserahkan kepada kapitel katedral.
§ 4. Di vikariat dan prefektur apostolik tugas-tugas kolegium konsultor dipegang oleh dewan misi, yang disebut dalam kan. 495, § 2, kecuali ditetapkan lain oleh hukum.


BAB IV
KAPITEL  PARA  KANONIK
Kan. 503 - Kapitel para kanonik, baik katedral maupun kolegial, ialah kolegium para imam yang bertugas melangsungkan perayaan liturgi meriah di gereja katedral atau gereja kolegial; selain itu kapitel katedral menunaikan tugas-tugas yang diserahkan kepadanya oleh hukum atau oleh Uskup diosesan.
Kan. 504 - Hal mendirikan, mengubah atau membubarkan kapitel katedral direservasi bagi Takhta Apostolik.
Kan. 505 - Setiap kapitel, baik katedral maupun kolegial, hendak-nya memiliki statuta masing-masing yang dibuat melalui tindakan kapitel yang legitim dan disahkan oleh Uskup diosesan; statuta itu janganlah diubah atau dihapus, kecuali dengan persetujuan Uskup diosesan itu.
Kan. 506 - § 1. Statuta kapitel hendaknya menetapkan hal mendirikan kapitel sendiri dan jumlah para kanonik, dengan selalu mengindahkan undang-undang fundasi; statuta hendaknya merumuskan apa yang harus dilakukan kapitel dan masing-masing kanonik untuk melangsungkan ibadat ilahi dan juga pelayanan; statuta hendaknya menentukan sidang-sidang untuk membahas urusan-urusan kapitel dan, dengan tetap mengindahkan ketentuan-ketentuan hukum universal, menetapkan syarat-syarat yang dituntut untuk sah dan licitnya urusan-urusan itu.
§ 2. Dalam statuta hendaknya juga ditetapkan ganjaran, baik yang tetap maupun yang diberikan pada kesempatan pelaksanaan suatu tugas, dan juga ditentukan tanda kehormatan mana bagi para kanonik dengan mengindahkan norma-norma yang dikeluarkan Takhta Suci.
Kan. 507 - § 1. Di antara para kanonik hendaknya ada yang menjadi ketua, dan hendaknya juga diadakan jabatan-jabatan lainnya menurut norma statuta, dengan memperhatikan kebiasaan yang berlaku di daerah.
§ 2. Klerikus yang tidak termasuk kapitel dapat diserahi tugas-tugas untuk membantu para kanonik, menurut norma statuta.
Kan. 508 - § 1. Kanonik penitensiaris baik dari gereja katedral maupun dari gereja kolegial, berdasarkan jabatannya memiliki kewenangan jabatan yang tak dapat didelegasikannya kepada orang lain, untuk mengampuni dalam tata sakramental dari censura latae sententiae yang tidak dinyatakan, yang tak direservasi bagi Takhta Apostolik, di keuskupan juga kepada orang luar, sedangkan kepada warga keuskupan juga di luar wilayah keuskupan.
§ 2. Dimana tiada kapitel, Uskup diosesan hendaknya mengangkat seorang imam untuk memenuhi tugas tersebut.
Kan. 509 - § 1. Uskup diosesan, tetapi bukan Administrator diosesan, setelah mendengarkan kapitel, bertugas memberikan semua dan setiap jabatan kanonik, baik dalam gereja katedral maupun gereja kolegial, dengan membatalkan setiap privilegi yang berlawanan; juga Uskup itulah yang bertugas mengukuhkan orang yang terpilih oleh kapitel itu sendiri menjadi ketuanya.
§ 2. Jabatan kanonik hendaknya diberikan oleh Uskup diosesan hanya kepada imam-imam yang unggul dalam integritas ajaran dan kehidupan serta melaksanakan pelayanan secara terpuji.
Kan. 510 - § 1. Paroki hendaknya jangan lagi digabungkan dengan kapitel para kanonik; jika ada paroki yang digabungkan dengan kapitel, hendaknya dipisahkan oleh Uskup diosesan dari kapitel itu.
§ 2. Dalam gereja yang sekaligus paroki dan kapitel, hendaknya diangkat seorang Pastor Paroki, entah yang dipilih dari antara anggota kapitel, entah tidak; Pastor Paroki tersebut terikat semua kewajiban dan memiliki semua hak serta kewenangan yang menurut norma hukum dimiliki Pastor Paroki.
§ 3. Uskup diosesan bertugas menetapkan norma-norma yang pasti agar tugas-tugas pastoral Pastor Paroki dan tugas-tugas khas kapitel terpadu dengan semestinya, dengan menjaga agar Pastor Paroki jangan menghambat tugas-tugas kapitel dan tugas-tugas kapitel jangan menghambat tugas-tugas paroki; jika ada konflik, hendaknya diputus-kan oleh Uskup diosesan, yang terutama harus mengusahakan agar kebutuhan-kebutuhan pastoral kaum beriman diselenggarakan dengan tepat.
§ 4. Sumbangan-sumbangan yang diberikan kepada gereja yang sekaligus paroki dan kapitel, dianggap diberikan kepada paroki, kecuali nyata lain.
BAB V
DEWAN PASTORAL
Kan. 511 – Di setiap keuskupan, sejauh keadaan pastoral menganjurkannya, hendaknya dibentuk dewan pastoral, yang dibawah otoritas Uskup bertugas meneliti, mempertimbangkan hal-hal yang menyangkut karya-karya pastoral di keuskupan, dan mengajukan kesimpulan-kesimpulan praktis mengenai hal-hal tersebut.
Kan. 512 - § 1. Dewan pastoral terdiri dari orang-orang beriman kristiani yang berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja katolik, baik klerus, anggota tarekat hidup-bakti, maupun terutama kaum awam; mereka ditunjuk menurut cara yang ditentukan oleh Uskup diosesan.
§ 2. Orang-orang beriman kristiani yang ditugaskan pada dewan pastoral, hendaknya dipilih sedemikian sehingga lewat mereka seluruh bagian umat Allah yang membentuk suatu keuskupan, sungguh-sungguh dicerminkan, dengan mempertimbangkan keragaman daerah keuskupan, keadaan sosial dan profesi, dan juga peranan yang mereka miliki dalam kerasulan, baik secara perorangan maupun kelompok.
§ 3. Pada dewan pastoral hendaknya ditugaskan hanya orang-orang beriman kristiani yang teguh imannya, baik moralnya, dan unggul kearifannya.
Kan. 513 - § 1. Dewan pastoral dibentuk untuk jangka waktu, menurut ketentuan-ketentuan statuta yang diberikan oleh Uskup.
§ 2. Bila Takhta lowong, dewan pastoral berhenti.
Kan.  514 - § 1. Hanyalah Uskup diosesan, menurut kebutuhan pastoral, berhak memanggil dan mengetuai dewan pastoral, yang mempunyai suara konsultatif saja; juga hanya Uskup diosesan berhak mengumumkan hal-hal yang dibahas dalam dewan.
§ 2. Dewan pastoral hendaknya dipanggil sekurang-kurangnya sekali setahun.
BAB VI
PAROKI, PASTOR PAROKI DAN WAKILNYA

Kan. 515 - § 1. Paroki ialah komunitas kaum beriman kristiani tertentu yang dibentuk secara tetap dalam Gereja partikular, yang reksa pastoralnya, dibawah otoritas Uskup diosesan, dipercayakan kepada Pastor Paroki sebagai gembalanya sendiri.
§ 2. Hanyalah Uskup diosesan berhak mendirikan, meniadakan atau mengubah paroki, tetapi janganlah ia mendirikan atau meniadakan, ataupun mengadakan perubahan yang cukup berarti mengenai paroki kecuali setelah mendengarkan dewan imam.
§ 3. Paroki yang didirikan secara legitim menurut hukum sendiri memiliki status badan hukum.
Kan. 516 - § 1. Kecuali ditentukan lain oleh hukum, kuasi-paroki disamakan dengan paroki; kuasi-paroki ialah komunitas kaum beriman kristiani tertentu dalam Gereja partikular yang dipercayakan kepada seorang imam sebagai gembalanya sendiri, dan yang karena keadaan khusus belum didirikan sebagai paroki.
§ 2. Dimana komunitas-komunitas tertentu tidak dapat didirikan sebagai paroki atau kuasi-paroki, hendaknya Uskup diosesan mengusahakan reksa pastoralnya dengan cara lain.
Kan. 517 - § 1. Dimana keadaan menuntutnya, reksa pastoral paroki atau pelbagai paroki bersama-sama dapat dipercayakan kepada beberapa imam in solidum, tetapi dengan ketentuan bahwa seorang dari mereka menjadi pemimpin dalam pelaksanaan reksa pastoral; ia harus mengarahkan kegiatan yang terpadu dan mempertanggungjawabkannya kepada Uskup.
§ 2. Jika karena kekurangan imam Uskup diosesan berpendapat bahwa partisipasi dalam reksa pastoral harus dipercayakan kepada seorang diakon atau orang lain yang bukan imam atau kepada suatu kelompok, maka hendaknya ia mengangkat seorang imam yang dibekali kuasa dan kewenangan Pastor Paroki, untuk memimpin reksa pastoral itu.
Kan. 518 - Pada umumnya paroki hendaknya bersifat teritorial, yakni mencakup semua orang beriman kristiani wilayah tertentu; tetapi kalau dianggap bermanfaat, hendaknya didirikan paroki personal yang ditentukan atas dasar ritus, bahasa, bangsa kaum beriman kristiani wilayah tertentu dan juga atas dasar lain.
Kan. 519 - Pastor Paroki ialah gembala parokinya sendiri yang diserahkan kepada dirinya dan menunaikan reksa pastoral jemaat yang dipercayakan kepadanya dibawah otoritas Uskup diosesan yang dipanggil mengambil bagian dalam pelayanan Kristus, untuk menjalan-kan tugas-tugas mengajar, menguduskan dan memimpin bagi jemaat itu, dengan kerjasama juga dengan imam-imam lain atau diakon dan juga bantuan kaum beriman kristiani awam menurut norma hukum.
Kan. 520 - § 1. Suatu badan hukum tidak boleh menjadi Pastor Paroki; tetapi dengan persetujuan Pemimpin yang berwenang dapatlah Uskup diosesan, namun bukan Administrator diosesan, menyerahkan paroki kepada tarekat religius klerikal atau serikat klerikal hidup kerasulan, juga dengan mendirikannya di dalam gereja milik tarekat atau serikat, tetapi dengan ketentuan bahwa seorang imam menjadi Pastor Paroki, atau menjadi moderator seperti yang disebut dalam kan. 517 § 1, jika reksa pastoral dipercayakan kepada beberapa imam in solidum.
§ 2. Penyerahan paroki seperti yang disebut dalam §1 dapat terjadi, baik untuk selamanya maupun untuk waktu tertentu yang ditetapkan sebelumnya; dalam kedua hal itu hendaknya dibuat perjanjian tertulis antara Uskup diosesan dan Pemimpin yang berwenang dari tarekat atau serikat; dalam perjanjian itu antara lain hendaknya dengan jelas dan seksama dirumuskan hal-hal yang menyangkut pelaksanaan karya, tenaga yang diberikan dan hal-hal keuangan.
Kan. 521 - § 1. Agar seseorang dapat diangkat secara sah menjadi Pastor Paroki haruslah ia telah ditahbiskan menjadi imam.
§ 2. Selain itu hendaknya ia unggul dalam ajaran sehat dan moral, memiliki perhatian pada jiwa-jiwa dan keutamaan-keutamaan lainnya, dan juga mempunyai kualitas yang dituntut hukum universal dan partikular untuk membina paroki yang bersangkutan.
§ 3. Untuk memberikan jabatan Pastor Paroki kepada seseorang haruslah sungguh ada kepastian tentang kecakapannya menurut cara yang ditentukan Uskup diosesan, juga dengan ujian.
Kan. 522 - Pastor Paroki haruslah mempunyai sifat tetap, maka haruslah diangkat untuk waktu yang tak ditentukan; ia dapat diangkat hanya untuk waktu tertentu oleh Uskup diosesan, jika diperkenankan oleh konferensi para Uskup dengan dekret.
Kan. 523 -Dengan tetap berlaku ketentuan kan. 682 § 1, pemberian jabatan Pastor Paroki merupakan hak Uskup diosesan dan bersifat bebas, kecuali ada yang memiliki hak pengajuan atau pemilihan.
Kan. 524 - Paroki yang lowong hendaknya diberikan oleh Uskup diosesan, setelah mempertimbangkan segala sesuatu yang terkait, kepada orang yang dianggap cakap untuk menjalankan reksa paroki di situ, tanpa pandang bulu; untuk menilai kecakapannya hendaknya ia mendengarkan deken dan mengadakan penyelidikan yang tepat, bila perlu, setelah mendengarkan imam-imam tertentu dan juga orang-orang beriman kristiani awam tertentu.
Kan. 525 - Bila Takhta lowong atau terhalang, Administrator diosesan atau orang yang memimpin keuskupan untuk sementara, bertugas:
10 mengangkat atau mengukuhkan imam-imam yang secara legi-tim diajukan atau dipilih untuk suatu paroki;
20 mengangkat pastor-pastor paroki bila Takhta lowong atau terhalang sejak setahun.
Kan. 526 - §1. Seorang Pastor Paroki hendaknya hanya menye-lenggarakan reksa parokial satu paroki saja; tetapi karena kekurangan imam atau keadaan lain, reksa beberapa paroki yang berdekatan dapat dipercayakan kepada seorang Pastor Paroki yang sama.
§ 2. Dalam paroki yang sama hendaknya ada hanya satu Pastor Paroki atau moderator menurut norma kan. 517 § 1, dengan membatal-kan kebiasaan yang berlawanan dan mencabut kembali privilegi apapun yang berlawanan.
Kan. 527 - §1. Yang diangkat untuk menyelenggarakan reksa pastoral paroki, memperoleh jabatan itu dan wajib menjalankannya mulai dari saat ia menduduki jabatannya.
§ 2. Pastor Paroki dilantik untuk menduduki jabatannya oleh Ordinaris wilayah atau imam yang didelegasi olehnya, dengan mengindahkan cara yang diterima undang-undang partikular atau kebiasaan yang legitim; namun karena alasan yang wajar dapatlah Ordinaris itu memberi dispensasi dari cara itu; dalam hal itu dispensasi yang diberitahukan kepada paroki menggantikan upacara pelantikan jabatan.
§ 3. Ordinaris wilayah hendaknya menentukan sebelumnya jangka waktu paroki harus diambil-alih; jika waktu itu dibiarkan lewat tanpa dipergunakan, ia dapat menyatakan paroki itu lowong, kecuali ada halangan yang wajar.
Kan. 528 - § 1. Pastor Paroki terikat kewajiban untuk mengusa-hakan agar sabda Allah diwartakan secara utuh kepada orang-orang yang tinggal di paroki; maka hendaknya ia mengusahakan agar kaum beriman kristiani awam mendapat pengajaran dalam kebenaran-kebenaran iman, terutama dengan homili yang harus diadakan pada hari-hari Minggu dan hari-hari raya wajib, dan juga dengan memberikan pembinaan kateketik, dan hendaknya ia membina karya-karya untuk mengembangkan semangat injili, juga yang menyangkut keadilan sosial; hendaknya ia memperhatikan secara khusus untuk pendidikan katolik anak-anak dan kaum muda; hendaknya ia dengan segala upaya, juga dengan melibatkan bantuan kaum beriman kristiani, mengusahakan agar warta Injil menjangkau mereka juga yang meninggalkan praktek keagamaannya atau tidak memeluk iman yang benar.
§ 2. Pastor Paroki hendaknya mengusahakan agar Ekaristi mahakudus menjadi pusat jemaat parokial kaum beriman; hendaknya ia berikhtiar agar kaum beriman kristiani digembalakan dengan perayaan khidmat sakramen-sakramen, dan secara khusus agar mereka sering menerima sakramen Ekaristi mahakudus dan tobat; hendaknya ia juga berupaya agar mereka dibimbing untuk mengadakan doa juga dalam keluarga dan dengan sadar serta aktif mengambil bagian dalam liturgi suci yang harus diarahkan Pastor Paroki di parokinya dibawah otoritas Uskup diosesan; dan ia wajib menjaga agar jangan timbul penyalah-gunaan.
Kan. 529 - § 1. Untuk dapat menunaikan tugas gembala dengan seksama, Pastor Paroki hendaknya berusaha mengenal kaum beriman yang dipercayakan kepada reksanya; maka hendaknya ia mengunjungi keluarga-keluarga, mengambil bagian dalam keprihatinan, kecemasan dan kedukaan kaum beriman dan menyerahkan mereka kepada Tuhan dan dengan arif memperbaiki mereka, jika mereka bersalah dalam suatu hal; hendaknya ia dengan penuh kasih-sayang membantu orang-orang sakit, terutama yang mendekati kematian, menguatkan mereka dengan sakramen-sakramen dan mendoakan mereka dengan penuh perhatian; hendaknya ia sungguh rajin mencari orang-orang yang miskin, putus-asa, kesepian, dibuang dari tanah airnya dan tertekan kesulitan-kesulitan khusus; hendaknya ia juga berusaha agar suami-isteri dan orangtua dibantu memenuhi tugas-tugas khas mereka dan hendaknya ia membina perkembangan hidup kristiani dalam keluarga.
§ 2. Peranan khas yang dipunyai kaum beriman kristiani awam dalam pengutusan Gereja hendaknya diakui dan dikembangkan oleh Pastor Paroki, dengan memupuk serikat-serikat mereka yang mem-punyai tujuan keagamaan. Hendaknya ia bekerjasama dengan Uskupnya dan presbiterium keuskupan, juga dengan mengusahakan agar kaum beriman membina kesatuan dalam lingkup paroki, dan agar mereka sadar akan keanggotaannya, baik dalam keuskupan maupun dalam Gereja universal, dan mengambil bagian dalam atau mendukung karya-karya untuk mengembangkan kesatuan itu.
Kan. 530 - Fungsi-fungsi yang secara khusus dipercayakan kepada Pastor Paroki ialah sebagai berikut:
10 pelayanan baptis;
20 pelayanan sakramen penguatan kepada mereka yang berada dalam bahaya mati, menurut norma kan. 883, no. 3;
30 pelayanan Viatikum (bekal suci) dan juga pengurapan orang sakit, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 1003, §§ 2 dan 3, dan juga pemberian berkat apostolik;
40 peneguhan nikah dan pemberkatan perkawinan;
50 penyelenggaraan upacara pemakaman;
60 pemberkatan bejana baptis di masa Paskah, memimpin prosesi di luar gereja, dan juga pemberkatan meriah di luar gereja;
70 perayaan meriah Ekaristi pada hari-hari Minggu dan hari-hari raya wajib.
Kan. 531 – Meskipun suatu tugas paroki dijalankan orang lain, sumbangan yang diterimanya dari kaum beriman kristiani pada kesempatan itu hendaknya dimasukkan ke dalam kas paroki, kecuali nyata bahwa pemberi menghendaki kebalikannya dalam hal sumbangan sukarela; Uskup diosesan berwenang, setelah mendengarkan dewan imam, mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang mengatur tujuan sumbangan dan remunerasi para klerikus yang menunaikan tugas itu.
Kan. 532 - Dalam semua urusan yuridis, Pastor Paroki mewakili badan hukum paroki menurut norma hukum; hendaknya ia mengusahakan agar harta-benda paroki dikelola menurut norma kanon-kanon 1281-1288.
Kan. 533 - §1. Pastor Paroki terikat kewajiban tinggal di pastoran dekat gereja; namun dalam kasus-kasus khusus, jika ada alasan yang wajar, Ordinaris wilayah dapat mengizinkan agar ia tinggal di tempat lain, terutama di rumah bersama beberapa imam, asal saja pelaksanaan tugas-tugas paroki diatur dengan baik dan tepat.
§ 2. Jika tidak terhalang alasan berat, Pastor Paroki boleh pergi dari paroki untuk berlibur setiap tahun sebanyak-banyaknya satu bulan terus-menerus atau terputus-putus; hari-hari di mana Pastor Paroki pergi untuk retret sekali setahun tidak dihitung sebagai masa liburan; tetapi Pastor Paroki yang meninggalkan parokinya lebih dari seminggu, wajib memberitahukan hal itu kepada Ordinaris wilayah.
§ 3. Uskup diosesan berhak menetapkan norma-norma yang mengatur penyelenggaraan reksa paroki oleh imam yang dibekali kewenangan yang semestinya selama kepergian Pastor Paroki.
Kan. 534 - § 1. Setelah menduduki jabatannya Pastor Paroki terikat kewajiban aplikasi misa untuk kesejahteraan umat yang dipercayakan kepadanya pada setiap hari Minggu dan hari raya wajib yang berlaku di keuskupannya; namun bila ia secara legitim terhalang untuk merayakannya, hendaknya melakukannya pada hari-hari itu dengan mewakilkan kepada orang lain atau ia sendiri pada hari-hari lain.
§ 2. Pastor Paroki yang menyelenggarakan reksa beberapa paroki, pada hari-hari yang disebut dalam § 1 wajib mengaplikasikan hanya satu Misa untuk kesejahteraan seluruh umat yang dipercayakan kepadanya.
§ 3. Pastor Paroki yang tidak memenuhi kewajiban yang disebut dalam §§ 1 dan 2, hendaknya selekas mungkin mengaplikasikan sejumlah misa untuk kesejahteraan umat sebanyak yang telah dilalaikannya.
Kan. 535 - § 1. Dalam setiap paroki hendaknya ada buku-buku paroki, yakni buku baptis, perkawinan, kematian dan buku-buku lain menurut ketentuan-ketentuan Konferensi para Uskup atau Uskup diosesan; hendaknya Pastor Paroki mengusahakan agar buku-buku itu diisi dengan cermat dan disimpan dengan seksama.
§ 2. Dalam buku baptis hendaknya dicatat juga penguatan, dan juga hal-hal yang menyangkut status kanonik kaum beriman kristiani atas dasar perkawinan, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 1133, atas dasar adopsi, dan juga atas dasar tahbisan suci, profesi kekal dalam tarekat religius dan juga atas dasar perubahan ritus; dan catatan-catatan itu hendaknya selalu diberikan dalam surat baptis.
§ 3. Setiap paroki hendaknya memiliki capnya sendiri; surat-surat keterangan tentang status kanonik kaum beriman kristiani, seperti juga semua akta yang dapat mempunyai arti yuridis, hendaknya ditandatangani oleh Pastor Paroki sendiri atau orang yang dikuasakan olehnya dan dikuatkan dengan cap paroki.
§ 4. Dalam setiap paroki hendaknya ada almari arsip atau arsip, di mana dijaga buku-buku paroki, bersama dengan surat-surat Uskup dan dokumen-dokumen lainnya yang harus disimpan karena penting dan bermanfaat; itu semua harus diperiksa oleh Uskup diosesan atau orang yang diberi delegasi, pada waktu visitasi atau kesempatan lain yang tepat; dan Pastor Paroki hendaknya menjaga agar dokumen-dokumen itu jangan jatuh ke tangan orang luar.
§ 5. Juga buku-buku paroki yang sudah lebih tua hendaknya dipelihara dengan seksama menurut ketentuan-ketentuan hukum partikular.
Kan. 536 - § 1. Jika menurut penilaian Uskup diosesan setelah mendengarkan dewan imam dianggap baik, hendaknya di setiap paroki dibentuk dewan pastoral yang diketuai Pastor Paroki; dan dalam dewan pastoral itu kaum beriman kristiani bersama dengan mereka yang berdasarkan jabatannya mengambil bagian dalam reksa pastoral di paroki, hendaknya memberikan bantuannya untuk mengembangkan kegiatan pastoral.
§ 2. Dewan pastoral mempunyai suara konsultatif saja dan diatur oleh norma-norma yang ditentukan Uskup diosesan.
Kan. 537 - Di setiap paroki hendaknya ada dewan keuangan yang diatur selain oleh hukum universal juga oleh norma-norma yang dikeluarkan Uskup diosesan; dan dalam dewan keuangan itu kaum beriman kristiani yang dipilih menurut norma-norma itu, hendaknya membantu Pastor Paroki dalam mengelola harta-benda paroki, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 532.
Kan. 538 - § 1. Pastor Paroki berhenti dari jabatannya karena pemberhentian atau pemindahan oleh Uskup diosesan yang dilakukan menurut norma hukum, karena pengunduran diri yang dilakukan Pastor Paroki itu sendiri dengan alasan yang wajar dan, agar sah, diterima oleh Uskup itu, dan juga karena habisnya masa jabatan, jika menurut ketentuan hukum partikular yang disebut dalam kan. 522 ia diangkat untuk waktu tertentu.
§ 2. Pastor Paroki yang adalah anggota tarekat religius atau diinkardinasikan dalam serikat hidup kerasulan, diberhentikan menurut norma kan. 682, § 2.
§ 3. Pastor Paroki yang berumur genap tujuh puluh lima tahun, diminta untuk mengajukan pengunduran diri dari jabatannya kepada Uskup diosesan yang, dengan mempertimbangkan segala keadaan orang dan tempat yang bersangkutan, memutuskan untuk menerima atau menangguhkan permohonan itu; Pastor Paroki yang mengundur-kan diri itu harus diberi sustentasi dan tempat-tinggal yang pantas oleh Uskup diosesan, dengan memperhatikan norma-norma yang ditetapkan Konferensi para Uskup.
Kan. 539 - Apabila paroki lowong atau bila Pastor Paroki karena penahanan, pembuangan atau pengasingan, ketidakmampuan atau kelemahan kesehatan atau sebab lain terhalang untuk menunaikan tugas pastoralnya di paroki, hendaknya selekas mungkin ditugaskan oleh Uskup diosesan seorang administrator paroki, yakni seorang imam yang menggantikan Pastor Paroki menurut norma kan. 540.
Kan. 540 - § 1. Administrator paroki terikat kewajiban-kewajiban yang sama dan mempunyai hak-hak yang sama seperti Pastor Paroki, kecuali ditentukan lain oleh Uskup diosesan.
§ 2. Administrator paroki tidak diperkenankan melakukan sesuatupun yang dapat mengurangi hak-hak Pastor Paroki atau dapat merugikan harta-benda paroki.
§ 3. Administrator paroki harus memberi pertanggungjawaban kepada Pastor Paroki setelah menyelesaikan tugasnya.
Kan. 541 - § 1. Bila paroki lowong dan juga bila Pastor Paroki terhalang untuk melakukan tugas pastoralnya, sebelum pengangkatan administrator paroki, kepemimpinan paroki untuk sementara diambil-alih oleh Pastor Pembantu; bila ada beberapa, oleh yang terdahulu pengangkatannya, dan bila tidak ada Pastor Pembantu, oleh Pastor Paroki yang ditentukan hukum partikular.
§ 2. Yang mengambil-alih kepemimpinan paroki menurut norma   § 1, hendaknya segera memberitahukan lowongnya paroki itu kepada Ordinaris wilayah.
Kan. 542 - Para imam yang in solidum menurut norma kan. 517,  § 1 diserahi reksa pastoral suatu paroki atau pelbagai paroki sekaligus, hendaknya:
10  mempunyai kualitas yang disebut dalam kan. 521;
20 diangkat atau ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan norma kan. 522 dan 524;
30 baru menerima reksa pastoral sejak saat menduduki jabatan; moderator mereka diutus untuk menduduki jabatan menurut norma kan. 527, § 2; tetapi bagi imam-imam lainnya pengakuan iman yang diikrarkan secara legitim berlaku sebagai pengambil-alihan jabatan.
Kan. 543 - §1. Apabila para imam in solidum diserahi reksa pastoral suatu paroki atau pelbagai paroki sekaligus, masing-masing dari mereka berwajib, menurut peraturan yang mereka tetapkan sendiri, melaksanakan tugas-tugas dan fungsi-fungsi Pastor Paroki yang disebut dalam kan. 528, 529 dan 530; kuasa untuk meneguhkan nikah, seperti juga semua kuasa pemberian dispensasi yang diberikan hukum kepada Pastor Paroki, dimiliki semua, tetapi harus dijalankan di bawah pimpinan moderator.
§ 2. Semua imam yang termasuk kelompok itu:
10  terikat kewajiban tinggal di tempat;
20  dengan musyawarah bersama hendaknya menentukan peraturan aplikasi Misa untuk kesejahteraan umat oleh seorang dari mereka menurut norma kan. 534;
30 hanya moderator mewakili badan hukum paroki atau kelompok paroki-paroki yang dipercayakan kepada kelompok itu dalam urusan yuridis.
Kan. 544 - Apabila seorang imam dari kelompok, yang disebut dalam kan. 517, § 1, atau moderator kelompok, berhenti dari jabatan, demikian juga bila seorang dari mereka menjadi tak mampu menjalankan tugas pastoral, paroki atau paroki-paroki yang reksanya dipercayakan kepada kelompok, tidak menjadi lowong; tetapi Uskup diosesan bertugas mengangkat seorang moderator lain; namun sebelum diangkat moderator lain oleh Uskup, tugas itu hendaknya dipenuhi oleh imam dari kelompok itu yang terdahulu penunjukannya.
Kan. 545 - § 1. Setiap kali dianggap penting atau menguntungkan untuk menunaikan reksa pastoral paroki dengan semestinya, Pastor Paroki dapat diberi seorang atau beberapa Pastor Pembantu, yang sebagai rekan-kerja Pastor Paroki hendaknya mengambil bagian dalam keprihatinannya, dengan musyawarah serta usaha bersama dan dibawah otoritasnya memberikan bantuan dalam pelayanan pastoral.
§ 2. Pastor Pembantu dapat diangkat baik untuk memberikan bantuan dalam seluruh pelayanan pastoral, atau untuk seluruh paroki, atau untuk bagian tertentu dari paroki atau untuk kelompok kaum beriman kristiani tertentu, maupun juga untuk memberikan bantuan guna pelaksanaan pelayanan tertentu di pelbagai paroki sekaligus.
Kan. 546 - Untuk dapat diangkat dengan sah menjadi Pastor Pembantu haruslah seseorang sudah menerima tahbisan imam.
Kan. 547 - Pastor Pembantu diangkat dengan bebas oleh Uskup diosesan, setelah mendengarkan, jika dinilai tepat, satu atau beberapa Pastor Paroki yang diberi Pastor Pembantu itu, dan juga deken, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 682, § 1.
Kan. 548 - § 1. Kewajiban-kewajiban dan hak-hak Pastor Pem-bantu dirumuskan, selain dalam kanon-kanon bab ini, dalam statuta keuskupan dan juga surat Uskup diosesan, tetapi lebih khusus lagi dalam mandat Pastor Paroki.
§ 2. Kecuali dengan jelas diatur lain dalam surat Uskup diosesan, Pastor Pembantu karena jabatannya terikat kewajiban membantu Pastor Paroki dalam seluruh pelayanan paroki, terkecuali aplikasi Misa untuk kesejahteraan umat, demikian juga untuk menggantikan Pastor Paroki, bila perlu, menurut norma hukum.
§ 3. Hendaknya Pastor Pembantu secara teratur memberikan laporan kepada Pastor Paroki tentang usaha-usaha pastoral yang direncanakan dan dilaksanakan, sedemikian sehingga Pastor Paroki dan Pastor Pembantu atau para Pastor Pembantu dengan kekuatan terpadu dapat menyelenggarakan reksa pastoral paroki yang mereka tangani bersama.
Kan. 549 - Bila Pastor Paroki tidak ada, maka hendaknya ditaati ketentuan-ketentuan kan. 541, § 1, kecuali diatur lain oleh Uskup diosesan menurut kan. 533, § 3, dan kecuali Administrator paroki telah diangkat; dalam hal itu Pastor Pembantu terikat juga semua kewajiban Pastor Paroki, kecuali kewajiban aplikasi Misa untuk kesejahteraan umat.
Kan. 550 - § 1. Pastor Pembantu terikat kewajiban tinggal di paroki atau jika ia diangkat untuk pelbagai paroki sekaligus, di salah satu paroki; tetapi Ordinaris wilayah karena alasan yang wajar dapat memperkenankan dia tinggal di tempat lain, terutama di rumah bersama bagi beberapa imam, asalkan pelaksanaan tugas-tugas pastoral tidak dirugikan karenanya.
§ 2. Hendaknya Ordinaris wilayah mengusahakan agar antara Pastor Paroki dan para Pastor Pembantu dikembangkan suatu kebiasaan hidup bersama di pastoran, di mana hal itu mungkin.
§ 3. Mengenai waktu liburan Pastor Pembantu mempunyai hak yang sama seperti Pastor Paroki.
Kan. 551 - Mengenai sumbangan yang disampaikan kaum ber-iman kristiani kepada Pastor Pembantu pada kesempatan pelayanan pastoral, hendaknya ditepati ketentuan-ketentuan kan. 531.
Kan. 552 - Pastor Pembantu dapat diberhentikan oleh Uskup diosesan atau oleh Administrator diosesan karena alasan yang wajar dengan tetap berlaku ketentuan kan. 682, § 2.
BAB  VII
VICARIUS FORANEUS
Kan. 553 - § 1. Vicarius foraneus, yang juga disebut deken (decanus) atau imam agung (archipresbyter) atau dengan nama lain, ialah imam yang mengetuai suatu dekenat.
§ 2. Jika tidak ditentukan lain oleh hukum partikular, setelah mendengarkan para imam yang menjalankan pelayanan di dekenat yang bersangkutan, vicarius foraneus ditunjuk oleh Uskup diosesan menurut penilaiannya yang arif.
Kan. 554 - § 1. Untuk jabatan vicarius foraneus yang tidak terikat dengan jabatan Pastor Paroki dari paroki tertentu, hendaknya Uskup memilih seorang imam yang dinilainya cakap, dengan memperhatikan keadaan tempat dan waktu.
§ 2. Vicarius foraneus hendaknya ditunjuk untuk waktu tertentu yang ditetapkan hukum partikular.
§ 3. Vicarius foraneus dapat diberhentikan dengan bebas dari jabatannya oleh Uskup diosesan karena alasan yang wajar menurut pertimbangannya yang arif.
Kan. 555 - § 1. Disamping kewenangan yang diberikan hukum partikular kepadanya secara legitim, vicarius foraneus mempunyai kewajiban dan hak:
10 mengembangkan dan mengkoordinasi kegiatan pastoral bersama di dekenat;
20 mengupayakan agar klerikus di wilayahnya menghayati hidup yang sesuai bagi statusnya dan memenuhi kewajiban-kewajibannya dengan seksama;
30 mengusahakan agar perayaan-perayaan keagamaan dilaksana-kan menurut ketentuan-ketentuan liturgi suci, agar keanggunan dan kerapian gereja-gereja serta perlengkapan suci, terutama dalam perayaan Ekaristi dan penyimpanan Sakramen mahakudus, dipelihara dengan seksama, agar buku-buku paroki diisi dengan tepat dan disimpan semestinya; agar harta-benda gerejawi diurus dengan teliti; dan akhirnya agar pastoran dipelihara dengan sebaik-baiknya.
§ 2. Di dekenat yang dipercayakan kepadanya, vicarius foraneus:
10 hendaknya berusaha agar klerikus, menurut ketentuan-ketentuan hukum partikular, pada waktu-waktu yang ditetapkan mengikuti kuliah-kuliah, pertemuan-pertemuan teologis atau konferensi-konferensi, menurut norma kan. 279, § 2;
20 hendaknya mengusahakan agar bagi para imam dari wilayahnya tersedia bantuan rohani, demikian pula hendaknya ia sungguh-sungguh memperhatikan mereka yang tertimpa kesulitan atau masalah.
§ 3. Hendaknya vicarius foraneus mengusahakan agar Pastor Paroki dari wilayahnya yang diketahuinya sakit keras jangan kekurangan bantuan rohani dan jasmani; agar dilangsungkan pemakaman yang pantas bagi mereka yang wafat; hendaknya ia juga menjaga agar pada waktu sakit atau wafat, buku-buku, dokumen-dokumen, perlengkapan suci dan lain-lainnya yang dipunyai Gereja, jangan hilang atau diangkut orang.
§ 4. Vicarius foraneus terikat kewajiban mengunjungi paroki-paroki wilayahnya menurut ketentuan Uskup diosesan.




BAB VIII
REKTOR GEREJA DAN KAPELAN


Artikel 1
REKTOR GEREJA

Kan. 556 - Rektor gereja disini dimaksudkan imam yang diserahi reksa untuk merayakan ibadat dalam gereja yang bukan gereja paroki dan bukan gereja kapitel, dan tidak tergabung pada rumah komunitas religius atau serikat hidup kerasulan.
Kan. 557 - § 1. Rektor gereja ditunjuk dengan bebas oleh Uskup diosesan, dengan tetap berlaku hak memilih atau mengajukan bagi yang memilikinya secara legitim; dalam hal itu Uskup diosesan bertugas mengukuhkan atau mengangkatnya.
§ 2. Juga jika gereja itu milik suatu tarekat religius klerikal tingkat kepausan, Uskup diosesan berhak mengangkat rektor yang diajukan Pemimpin tarekat itu.
§ 3. Rektor gereja yang tergabung pada seminari atau kolese lain yang dipimpin klerikus, ialah rektor seminari atau kolese, kecuali ditentukan lain oleh Uskup diosesan.
Kan. 558 - Dengan tetap berlaku ketentuan kan. 262, rektor tidak diperkenankan menjalankan tugas-tugas parokial yang disebut dalam kan. 530, 10-60 di gereja yang diserahkan kepadanya, kecuali dengan persetujuan atau atas delegasi Pastor Paroki.
Kan. 559 - Rektor dapat melangsungkan dalam gereja yang dipercayakan kepadanya perayaan liturgis, juga yang meriah, dengan tetap memperhatikan undang-undang fundasi yang legitim; dan asalkan saja, menurut penilaian Ordinaris wilayah, sama sekali tidak merugikan pelayanan parokial.
Kan. 560 - Apabila dinilainya tepat, Ordinaris wilayah dapat memerintahkan rektor untuk melaksanakan bagi umat dalam gerejanya perayaan-perayaan tertentu juga yang parokial, dan juga agar gerejanya terbuka bagi kelompok-kelompok kaum beriman kristiani tertentu untuk perayaan liturgis di situ.
Kan. 561 - Tanpa izin rektor atau pemimpin legitim lainnya, tak seorang pun diperkenankan merayakan Ekaristi, memberikan pelayanan sakramen-sakramen atau melangsungkan perayaan-perayaan suci lainnya di gereja itu; izin itu harus diberikan atau ditolak menurut norma hukum.
Kan. 562 - Rektor gereja, dibawah otoritas Ordinaris wilayah dan dengan mengindahkan statuta serta hak-hak yang diperoleh secara legitim, terikat kewajiban untuk mengupayakan agar perayaan suci dilaksanakan secara pantas dalam gereja menurut norma-norma liturgis dan ketentuan kanon-kanon; agar kewajiban-kewajiban dipenuhi dengan setia; agar harta-benda dikelola dengan teliti, perlengkapan suci dan pemeliharaan serta keindahan gedung suci dijamin; dan agar jangan terjadi sesuatu yang bagaimanapun juga tidak sesuai dengan kekudusan tempat dan kehormatan rumah Allah.
Kan. 563 - Rektor gereja, meskipun dipilih atau diajukan oleh orang-orang lain, dapat diberhentikan dari jabatannya oleh Ordinaris wilayah karena alasan yang wajar, menurut penilaiannya yang arif, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 682, § 2.
Artikel 2
KAPELAN
Kan. 564 - Kapelan ialah imam yang secara tetap diserahi reksa pastoral, sekurang-kurangnya sebagian, terhadap suatu komunitas atau kelompok khusus kaum beriman kristiani; reksa pastoral itu harus dijalankan menurut norma hukum universal dan partikular.
Kan. 565 - Kecuali ditentukan lain oleh hukum atau jika seseorang mempunyai hak-hak istimewa secara legitim, kapelan ditunjuk oleh Ordinaris wilayah, yang juga berwenang mengangkat orang yang diajukan atau mengukuhkan orang yang dipilih.
Kan. 566 - § 1. Kapelan harus dibekali semua kewenangan yang dituntut reksa pastoral yang benar. Disamping kewenangan yang diberikan hukum partikular atau dengan delegasi khusus, kapelan berdasarkan jabatannya mempunyai kewenangan mendengarkan pengakuan dosa kaum beriman yang dipercayakan kepada reksanya, mewartakan sabda Allah kepada mereka, memberikan pelayanan Viatikum dan pengurapan orang sakit dan juga memberikan sakramen penguatan kepada mereka yang berada dalam bahaya mati.
§ 2. Di rumah sakit, penjara dan dalam perjalanan laut, kapelan selain itu juga mempunyai kewenangan, yang hanya dapat diterapkan di situ, untuk memberi absolusi dari censura latae sententiae (sanksi yang langsung kena) yang tak direservasi dan juga tak dinyatakan, namun dengan tetap berlaku ketentuan kan. 976.
Kan. 567 - § 1. Ordinaris wilayah janganlah mengangkat kapelan rumah suatu tarekat religius laikal, kecuali setelah berkonsultasi dengan Pemimpin yang berwenang mengusulkan seorang imam setelah mendengarkan komunitasnya.
§ 2. Kapelan bertugas melaksanakan atau memimpin perayaan-perayaan liturgis; tetapi ia tidak boleh campur-tangan dalam kepemim-pinan intern tarekat.
Kan. 568 - Sedapat mungkin hendaknya diangkat kapelan bagi orang-orang yang karena keadaan kehidupannya tidak dapat memperoleh reksa yang biasa dari pastor-paroki, misalnya para migran, buangan, pengungsi, pengembara, pelaut.
Kan. 569 - Kapelan militer diatur dengan undang-undang khusus.
Kan. 570 - Jika pada rumah komunitas atau kelompok digabung-kan gereja yang bukan gereja paroki, yang menjadi kapelan hendaknya rektor gereja itu sendiri, kecuali reksa terhadap komunitas atau gereja itu menuntut lain.
Kan. 571 - Dalam menunaikan tugas pastoralnya, kapelan hendak-nya membina hubungan yang semestinya dengan pastor-paroki.
Kan. 572 - Mengenai pemberhentian kapelan, hendaknya ditaati perintah kan. 563.




BAGIAN III
TAREKAT HIDUP BAKTI DAN SERIKAT HIDUP KERASULAN
SEKSI I
TAREKAT HIDUP BAKTI

JUDUL I
NORMA UMUM BAGI SEMUA TAREKAT HIDUP BAKTI
Kan. 573 - § 1. Hidup yang dibaktikan dengan pengikraran nasihat-nasihat injili adalah bentuk hidup yang tetap dengannya orang beriman, yang atas dorongan Roh Kudus mengikuti Kristus secara lebih dekat, dipersembahkan secara utuh kepada Allah yang paling dicintai agar mereka, demi kehormatan bagi-Nya dan juga demi pembangunan Gereja serta keselamatan dunia, dilengkapi dengan alasan baru dan khusus, mengejar kesempurnaan cintakasih dalam pelayanan Kerajaan Allah dan, sebagai tanda unggul dalam Gereja, mewartakan kemuliaan surgawi.
§ 2. Bentuk hidup dalam tarekat hidup bakti ini, yang didirikan secara kanonik oleh otoritas Gereja yang berwenang, dipilih dengan bebas oleh orang-orang kristiani, yang dengan kaul atau ikatan suci lainnya menurut peraturan masing-masing tarekat, mengikrarkan nasihat-nasihat injili kemurnian, kemiskinan dan ketaatan, dan lewat cintakasih yang menjadi tujuan kaul-kaul tersebut mereka digabungkan dengan Gereja serta misterinya secara istimewa.
Kan. 574 - § 1. Status mereka yang mengikrarkan nasihat-nasihat injili dalam tarekat-tarekat semacam itu termasuk dalam kehidupan dan kekudusan Gereja, oleh karena itu haruslah dipupuk dan dimajukan oleh semua di dalam Gereja.
§ 2. Ke dalam status itu orang-orang beriman tertentu secara khusus dipanggil Allah, agar dalam kehidupan Gereja itu mereka menikmati anugerah khusus dan, seturut tujuan serta semangat tarekat, berguna bagi perutusannya yang menyelamatkan.
Kan. 575 - Nasihat-nasihat injili yang berdasarkan pada ajaran serta teladan Kristus Sang Guru merupakan anugerah ilahi, yang diterima Gereja dari Tuhan dan yang selalu dipelihara oleh Gereja dengan rahmat-Nya.
Kan. 576 - Adalah hak otoritas Gereja yang berwenang untuk menafsirkan nasihat-nasihat injili, mengatur pelaksanaannya dengan undang-undang dan juga menetapkan bentuk-bentuk hidupnya yang tetap dengan aprobasi kanonik, demikian pula dari pihaknya mengusahakan agar tarekat-tarekat itu bertumbuh dan berkembang sesuai dengan semangat pendiri mereka serta menurut tradisi yang sehat.
Kan. 577 - Dalam Gereja ada sangat banyak tarekat hidup bakti, yang memiliki anugerah-anugerah berbeda menurut rahmat yang diberikan kepada mereka: karena mengikuti secara lebih menyerupai Kristus yang berdoa, atau Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah, atau Kristus yang berbuat baik kepada orang-orang, atau Kristus yang tinggal bergaul dengan orang yang berada di dunia, tetapi selalu Kristus yang melakukan kehendak Bapa.
Kan. 578 - Maksud serta cita-cita para pendiri yang disahkan oleh otoritas gerejawi yang berwenang mengenai hakikat, tujuan, semangat dan sifat khas tarekat, begitu pula tradisi-tradisi mereka yang sehat, yang kesemuanya merupakan warisan tarekat itu, hendaknya dipelihara oleh semua dengan setia.
Kan. 579 - Uskup diosesan, dalam wilayahnya masing-masing, dapat mendirikan tarekat hidup bakti dengan dekret resmi, asalkan sudah dikonsultasikan dengan Takhta Apostolik.
Kan. 580 - Penggabungan suatu tarekat hidup bakti pada tarekat lain direservasi bagi otoritas yang berwenang dari tarekat penggabung, dengan tetap mempertahankan otonomi kanonik dari tarekat tergabung.
Kan. 581 - Membagi tarekat dalam bagian-bagian, apapun nama-nya, mendirikan yang baru, mempersatukan yang telah berdiri atau mengubah batas-batasnya, merupakan hak dari otoritas tarekat yang berwenang sesuai dengan norma konstitusi.
Kan. 582 - Peleburan dan penyatuan tarekat-tarekat hidup bakti direservasi hanya bagi Takhta Apostolik; demikian pula direservasi hanya baginya konfederasi dan federasi.
Kan. 583 - Perubahan dalam tarekat-tarekat hidup bakti yang menyangkut hal-hal yang telah disahkan oleh Takhta Apostolik, tidak dapat dilakukan tanpa izinnya.
Kan. 584 - Membubarkan tarekat merupakan kewenangan Takhta Suci saja; baginya juga direservasi penentuan mengenai harta-bendanya.
Kan. 585 - Membubarkan bagian-bagian dari tarekat merupakan hak dari otoritas yang berwenang dari tarekat yang bersangkutan.
Kan. 586 - § 1. Bagi masing-masing tarekat diakui adanya otonomi yang wajar mengenai kehidupannya, terutama kepemimpinan-nya; dengan otonomi itu mereka memiliki disiplin sendiri dalam Gereja dan dapat memelihara utuh warisan yang disebut dalam kan. 578.
§ 2. Adalah kewajiban para Ordinaris wilayah menjaga dan melindungi otonomi itu.
Kan. 587 - § 1. Untuk melindungi dengan lebih setia panggilan serta identitas masing-masing tarekat, dalam peraturan dasar atau konstitusi masing-masing tarekat haruslah dicantumkan, disamping yang ditetapkan dalam kan. 578, norma-norma dasar mengenai kepemimpinan tarekat serta disiplin para anggota, penerimaan serta pembinaan para anggota, dan juga obyek khas dari ikatan-ikatan suci.
§ 2. Buku peraturan semacam itu disahkan oleh otoritas Gereja yang berwenang dan hanya dapat diubah dengan persetujuannya.
§ 3. Dalam buku peraturan itu unsur-unsur rohani dan yuridis hendaknya dipadukan dengan tepat; namun peraturan-peraturan jangan dibuat lebih banyak daripada yang diperlukan.
§ 4. Peraturan-peraturan lain yang ditetapkan oleh otoritas tarekat yang berwenang hendaknya dikumpulkan dengan tepat dalam buku lain, yang menurut kebutuhan tempat dan waktu dapat ditinjau kembali dan disesuaikan seperlunya.
Kan. 588 - § 1. Status hidup bakti, dari hakikatnya sendiri, bukan-lah klerikal atau laikal.
§ 2. Tarekat klerikal ialah tarekat yang atas dasar tujuan atau cita-cita yang dimaksud oleh pendiri atau atas dasar tradisi yang legitim, berada di bawah pimpinan klerikus, menerima pelaksanaan tahbisan suci, dan oleh otoritas Gereja diakui sebagai klerikal.
§ 3. Sedangkan tarekat laikal adalah tarekat yang oleh otoritas Gereja diakui sebagai laikal, berdasarkan hakikat, sifat khas serta tujuannya memiliki tugas khusus yang ditetapkan oleh pendiri serta tradisi yang legitim, tanpa mencakup pelaksanaan tahbisan suci.
Kan. 589 - Tarekat hidup bakti disebut bertingkat kepausan, jika didirikan oleh Takhta Apostolik atau telah disetujuinya dengan suatu dekret resmi; namun disebut bertingkat diosesan, jika didirikan oleh Uskup diosesan dan belum memperoleh dekret aprobasi dari Takhta Apostolik.
Kan. 590 - § 1. Karena tarekat hidup bakti dipersembahkan secara khusus untuk pelayanan terhadap Allah dan seluruh Gereja, maka ditempatkan dibawah otoritas tertinggi Gereja secara istimewa.
§ 2. Setiap anggota wajib taat kepada Paus, selaku Pemimpin mereka yang tertinggi, juga atas dasar ikatan suci ketaatan.
Kan. 591 - Agar kesejahteraan dan keperluan-keperluan kerasulan tarekat dapat diselenggarakan dengan lebih baik, Paus atas dasar kuasa tertingginya dalam Gereja universal, demi kegunaan umum, dapat melepaskan tarekat hidup bakti dari kepemimpinan Ordinaris wilayah serta menempatkannya dibawah dirinya saja atau dibawah otoritas gerejawi lainnya.
Kan. 592 - § 1. Agar kesatuan tarekat-tarekat dengan Takhta Apostolik didukung dengan lebih baik, hendaknya semua Pemimpin tertinggi mengirimkan laporan singkat mengenai keadaan serta kehidupan tarekat kepada Takhta Apostolik, dengan cara dan pada waktu yang ditentukan olehnya.
§ 2. Pemimpin setiap tarekat hendaknya meningkatkan pengeta-huan akan dokumen-dokumen dari Takhta Suci yang menyangkut anggota-anggota yang dipercayakan kepadanya, serta mengusahakan agar dokumen-dokumen itu ditaati.
Kan. 593 - Dengan tetap berlaku ketentuan kan. 586, mengenai kepemimpinan intern serta disiplin tarekat-tarekat bertingkat kepausan ditempatkan secara langsung dan eksklusif dibawah kekuasaan Takhta Apostolik.
Kan. 594 - Tarekat tingkat keuskupan, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 586, berada dalam reksa khusus Uskup diosesan.
Kan. 595 - § 1. Adalah hak para Uskup dari rumah induk untuk mengesahkan konstitusi serta mengukuhkan perubahan-perubahan yang dibuat secara legitim, kecuali mengenai hal-hal yang sudah ditangani oleh Takhta Apostolik; dan juga mereka berhak menangani masalah-masalah besar yang menyangkut seluruh tarekat yang mengatasi kewenangan otoritas intern, tetapi setelah berkonsultasi dengan Uskup-uskup diosesan lainnya, jika tarekat itu telah tersebar ke pelbagai keuskupan.
§ 2. Uskup diosesan dapat memberikan dispensasi dari konstitusi dalam kasus-kasus khusus.
Kan. 596 - § 1. Pemimpin-pemimpin tarekat dan kapitel memiliki kuasa terhadap anggota sebagaimana ditentukan dalam hukum universal dan konstitusi.
§ 2. Namun disamping itu, dalam tarekat-tarekat religius klerikal bertingkat kepausan, mereka juga memiliki kuasa kepemimpinan gerejawi baik untuk tata-lahir maupun tata-batin.
§ 3. Untuk kuasa yang disebut dalam § 1 diterapkan ketentuan kan. 131, 133 dan 137-144.
Kan. 597 - § 1. Ke dalam tarekat hidup bakti dapat diterima setiap orang katolik yang bermaksud benar, memiliki sifat-sifat yang dituntut oleh hukum universal dan khusus masing-masing tarekat, serta tak terkena oleh suatu halangan.
§ 2. Tak seorang pun dapat diterima tanpa persiapan yang memadai.
Kan. 598 - § 1. Setiap tarekat, dengan memperhatikan sifat khas dan tujuan masing-masing, hendaknya merumuskan dalam konstitusi-nya cara bagaimana nasihat-nasihat injili kemurnian, kemiskinan dan ketaatan harus dipelihara menurut cara hidup masing-masing.
§ 2. Demikian pula semua anggota harus tidak hanya memelihara nasihat-nasihat injili dengan setia dan secara utuh, melainkan juga mengatur hidup mereka menurut hukum tarekatnya sendiri dan dengan demikian berjuang menuju ke kesempurnaan statusnya.
Kan. 599 - Nasihat injili kemurnian yang diterima demi kerajaan Allah, yang menjadi tanda dunia yang akan datang dan merupakan sumber kesuburan melimpah dalam hati yang tak terbagi, membawa-serta kewajiban bertarak sempuma dalam selibat.
Kan. 600 - Dengan nasihat injili kemiskinan orang mengikuti jejak Kristus yang meskipun kaya menjadi miskin demi kita. Nasihat injili kemiskinan berarti hidup miskin dalam kenyataan dan dalam semangat, hidup kerja dalam kesederhanaan dan jauh dari kekayaan duniawi; disamping itu membawa-serta ketergantungan dan pembatasan dalam hal penggunaan serta penentuan harta-benda menurut peraturan hukum masing-masing tarekat.
Kan. 601 - Nasihat injili ketaatan, yang diterima dalam semangat iman dan cintakasih dalam mengikuti jejak Kristus yang taat sampai mati, mewajibkan tunduk terhadap Pemimpin-pemimpin yang legitim, selaku wakil Allah, bila mereka memerintahkan sesuatu menurut konstitusi masing-masing.
Kan. 602 - Hidup persaudaraan yang menjadi kekhasan masing-masing tarekat, dengannya semua anggota dipersatukan bagaikan dalam suatu keluarga khusus dalam Kristus, hendaknya ditentukan sedemikian sehingga semua saling membantu untuk dapat memenuhi panggilan masing-masing. Selain itu, dalam persekutuan persaudaraan yang berakar dan berdasar dalam cintakasih, para anggota hendaknya menjadi teladan dari pendamaian universal dalam Kristus.
Kan.  603 - § 1. Disamping tarekat-tarekat hidup bakti, Gereja mengakui hidup eremit atau anakoret, dengannya kaum beriman kristiani dengan menarik diri lebih ketat dari dunia, dalam keheningan kesunyian, dalam doa dan tobat terus-menerus, mempersembahkan hidupnya demi pujian kepada Allah serta keselamatan dunia.
§ 2. Seorang eremit, sebagai orang yang dipersembahkan kepada Allah dalam hidup bakti, diakui oleh hukum jika mengikrarkan secara publik tiga nasihat injili, yang dikuatkan dengan kaul atau ikatan suci lainnya di tangan Uskup diosesan dan memelihara cara hidupnya yang khas itu dibawah pimpinannya.
Kan. 604 - § 1. Selain bentuk-bentuk hidup bakti itu masih ada kelompok para perawan yang, dengan menyatakan cita-cita suci untuk mengikuti Kristus secara lebih serupa, dibaktikan kepada Allah oleh Uskup diosesan dengan ritus liturgi yang sudah disahkan, secara mistik dipersuntingkan dengan Kristus Putera Allah dan dibaktikan bagi pelayanan Gereja.
§ 2. Agar dapat memelihara niat mereka dengan lebih setia dan menyempurnakan pelayanan kepada Gereja yang sesuai dengan kedudukan mereka dengan saling membantu, para perawan tersebut dapat membentuk suatu perserikatan.
Kan. 605 - Menyetujui bentuk-bentuk baru hidup bakti direservasi bagi Takhta Apostolik saja. Namun, hendaknya para Uskup diosesan berusaha mengenali anugerah-anugerah baru hidup bakti yang dipercayakan oleh Roh Kudus kepada Gereja. Hendaknya mereka membantu pula para pemrakarsa agar dapat mengungkapkan cita-cita mereka dalam cara yang sebaik-baiknya dan melindunginya dengan peraturan-peraturan yang tepat, terutama dengan menggunakan kaidah-kaidah umum yang termuat dalam bagian ini.
Kan. 606 - Hal-hal yang ditentukan mengenai tarekat hidup bakti dan anggota-anggotanya berlaku sama secara hukum untuk kedua jenis kelamin, kecuali dari konteks pembicaraan atau hakikat perkaranya jelas lain.
JUDUL II
TAREKAT RELIGIUS
Kan. 607 - § 1. Hidup religius, sebagai pembaktian seluruh pribadi, menampakkan di dalam Gereja pernikahan yang mengagumkan yang diadakan oleh Allah, pertanda dari zaman yang akan datang. Demikianlah hendaknya religius menyempurnakan penyerahan diri seutuhnya bagaikan kurban yang dipersembahkan kepada Allah; dengan itu seluruh eksistensi dirinya menjadi ibadat yang terus-menerus kepada Allah dalam cintakasih.
§ 2. Tarekat religius adalah serikat dimana para anggotanya menurut hukum masing-masing mengucapkan kaul publik kekal atau sementara, namun pada waktunya harus diperbaharui, dan melaksana-kan hidup persaudaraan dalam kebersamaan.
§ 3. Kesaksian publik yang harus diberikan oleh para religius bagi Kristus dan Gereja membawa-serta pemisahan dari dunia, yang khas bagi ciri khusus dan tujuan masing-masing tarekat.
BAB I
RUMAH RELIGIUS, PENDIRIAN DAN PENUTUPANNYA
Kan. 608 - Komunitas religius harus bertempat-tinggal di rumah yang didirikan secara legitim dibawah otoritas seorang Pemimpin yang ditunjuk menurut norma hukum; masing-masing rumah hendaknya memiliki sekurang-kurangnya ruang doa, dimana Ekaristi dirayakan dan disimpan, sehingga sungguh-sungguh menjadi pusat komunitas.
Kan. 609 - § 1. Rumah-rumah tarekat religius didirikan oleh otoritas yang berwenang menurut konstitusi, setelah ada persetujuan dari Uskup diosesan yang diberikan secara tertulis.
§ 2. Untuk mendirikan biara rubiah, disamping itu dibutuhkan izin dari Takhta Apostolik.
Kan. 610 - § 1. Pendirian rumah-rumah dilakukan dengan mempe-rhatikan kegunaan bagi Gereja dan tarekat serta terjaminnya segala sesuatu yang dibutuhkan untuk kehidupan religius para anggota dengan baik, sesuai dengan tujuan serta semangat masing-masing tarekat.
§ 2. Tak satu rumah pun boleh didirikan kecuali dapat dinilai dengan arif bahwa kebutuhan-kebutuhan para anggota akan dapat dicukupi secara layak.
Kan. 611 - Persetujuan Uskup diosesan untuk mendirikan rumah religius dari suatu tarekat membawa-serta hak:
10 untuk menjalani hidup menurut sifat khusus dan tujuan-tujuan khas tarekat;
20 untuk melaksanakan karya-karya khas tarekat menurut norma hukum, dengan mengindahkan syarat-syarat yang dicantumkan dalam persetujuan;
30 untuk memiliki sebuah gereja bagi tarekat klerikal, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 1215, § 3, serta untuk memberikan pelayanan rohani, dengan mematuhi ketentuan-ketentuan hukum.
Kan. 612 - Agar rumah religius dapat digunakan untuk karya kerasulan yang berlainan dengan tujuan didirikannya, dibutuhkan persetujuan Uskup diosesan; tetapi tidak diperlukan persetujuannya jika mengenai perubahan yang hanya menyangkut kepemimpinan intern dan disiplin, dengan mengindahkan undang-undang fundasi.
Kan. 613 - § 1. Rumah religius para kanunik regulir dan para rahib yang berada dibawah kepemimpinan dan reksa Moderator sendiri adalah mandiri, kecuali konstitusi menentukan lain.
§ 2. Moderator rumah mandiri menurut hukum adalah Pemimpin tinggi.
Kan. 614 - Biara-biara rubiah yang berserikat dengan suatu tarekat pria memiliki cara hidup sendiri serta kepemimpinan menurut konstitusi. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban timbal-balik mereka hendaknya ditentukan sedemikian sehingga dari perserikatan itu dapat diperoleh manfaat spiritual.
Kan. 615 - Biara mandiri yang tidak memiliki Pemimpin tinggi selain Moderatornya sendiri, dan tidak berserikat dengan suatu tarekat religius, sehingga Pemimpin itu memiliki kuasa yang sungguh terhadap biara itu seperti ditentukan dalam konstitusi, diserahkan kepada pengawasan khusus Uskup diosesan menurut ketentuan hukum.
Kan. 616 - § 1. Rumah religius yang didirikan secara legitim dapat ditutup oleh Moderator tertinggi menurut norma konstitusi, setelah berkonsultasi dengan Uskup diosesan.  Mengenai harta-benda rumah yang ditutup hendaknya ditentukan dalam hukum tarekat itu sendiri, dengan tetap mengamankan maksud para fundator atau penderma dan hak-hak yang telah diperoleh secara legitim.
§ 2. Penutupan rumah tarekat yang tinggal satu-satunya menjadi wewenang Takhta Suci, dalam hal itu baginya juga direservasi penentuan harta-bendanya.
§ 3. Menutup rumah mandiri, yang disebut dalam kan. 613, menjadi wewenang kapitel umum, kecuali konstitusi menentukan lain.
§ 4. Menutup biara rubiah mandiri menjadi wewenang Takhta Apostolik, dengan tetap mengindahkan ketentuan konstitusi mengenai harta-bendanya.

BAB II
KEPEMIMPINAN TAREKAT

Artikel 1
PEMIMPIN DAN DEWAN

Kan. 617 - Para Pemimpin hendaknya memenuhi tugasnya serta melaksanakan kuasanya menurut norma hukum universal dan hukum tarekat itu sendiri.
Kan. 618 - Para Pemimpin hendaknya melaksanakan kuasa yang diterima dari Allah lewat pelayanan Gereja dalam semangat pengabdian. Maka dalam melaksanakan tugas hendaknya mereka peka terhadap kehendak Allah, memimpin bawahannya sebagai putera-putera Allah, serta mengusahakan ketaatan sukarela mereka dengan menghargai pribadi manusiawi mereka, dengan senang hati mendengarkan mereka serta memajukan peran-serta mereka demi kebaikan tarekat dan Gereja, tetapi dengan tetap memelihara otoritas mereka sendiri untuk memutuskan dan memerintahkan apa saja yang harus dilaksanakan.
Kan. 619 - Para Pemimpin hendaknya menunaikan tugas mereka dengan tekun dan bersama dengan para anggota yang dipercayakan kepadanya berusaha membangun komunitas persaudaraan dalam Kristus, dimana Allah dicari dan dicintai melebihi segala sesuatu. Maka mereka hendaknya kerapkali memberi santapan sabda Allah kepada para anggota dan mengajak mereka merayakan liturgi suci. Hendaknya mereka menjadi teladan bagi para anggota dalam membina keutamaan-keutamaan dan dalam menaati undang-undang serta tradisi tarekatnya sendiri; membantu secara layak dalam hal kebutuhan-kebutuhan pribadi mereka, memperhatikan dan mengunjungi dengan rajin mereka yang sakit, memperingatkan yang rewel, menghibur yang kecil hati, bersabar terhadap semuanya.
Kan. 620Superior Maior ialah mereka yang memimpin seluruh tarekat, atau provinsi dari tarekat itu, atau bagian yang disamakan dengannya, atau rumah mandiri, demikian pula wakil-wakil mereka. Selain mereka ini juga Abas Primas dan Pemimpin kongregasi monastik, tetapi mereka ini tidak memiliki semua kuasa yang oleh hukum umum diberikan kepada para Superior Maior.
Kan. 621 - Gabungan rumah-rumah dibawah Pemimpin yang sama, yang membentuk bagian langsung dari tarekat itu dan didirikan secara kanonik oleh otoritas yang legitim, disebut provinsi.
Kan. 622 - Pemimpin tertinggi memiliki kuasa terhadap semua provinsi, rumah-rumah dan anggota-anggota dari tarekat itu, yang harus dilaksanakan menurut hukum tarekat itu sendiri; Pemimpin-pemimpin lainnya memiliki kuasa dalam batas-batas tugasnya.
Kan. 623 - Agar anggota dapat dengan sah diangkat atau dipilih untuk tugas sebagai Pemimpin, dibutuhkan waktu yang wajar sesudah profesi kekal atau definitif yang harus ditentukan oleh hukum tarekat sendiri, atau jika mengenai Superior Maior ditentukan oleh konstitusi.
Kan. 624 - § 1. Para Pemimpin hendaknya ditetapkan untuk jangka waktu tertentu dan layak menurut hakikat dan kebutuhan tarekat, kecuali untuk Pemimpin tertinggi dan Pemimpin rumah mandiri konstitusi menentukan lain.
§ 2. Hukum tarekat sendiri hendaknya mencegah dengan norma-norma yang tepat agar para Pemimpin yang ditetapkan untuk waktu tertentu jangan tetap memegang jabatan pimpinan terlalu lama tanpa tenggang waktu.
§ 3. Namun selama menjabat dapat diberhentikan dari tugas atau dipindahkan ke tugas lain karena alasan-alasan yang ditentukan oleh hukum tarekat itu sendiri.
Kan. 625 - § 1. Pemimpin tertinggi tarekat hendaknya ditunjuk lewat pemilihan kanonik menurut norma konstitusi.
§ 2. Pemilihan Pemimpin biara mandiri, yang disebut dalam kan. 615, dan pemilihan Pemimpin tertinggi tarekat bertingkat keuskupan dipimpin oleh Uskup dari rumah biara induk.
§ 3. Pemimpin-pemimpin lain hendaknya ditetapkan menurut norma konstitusi; tetapi jika dipilih, dibutuhkan pengukuhan dari Superior Maior yang berwenang; jika diangkat oleh Pemimpin, hendaknya didahului dengan konsultasi memadai.
Kan. 626 - Para Pemimpin dalam memberikan jabatan dan para anggota dalam memilih hendaknya menaati norma-norma hukum universal dan hukum tarekat itu sendiri, menjauhkan diri dari penyalahgunaan dan pilih-kasih, dan tidak memperhatikan hal lain kecuali Allah dan kepentingan tarekat, mengangkat atau memilih mereka yang di hadapan Tuhan sungguh dipandang pantas dan tepat. Selain itu hendaknya dalam pemilihan-pemilihan mereka tidak mencari suara, langsung atau tidak langsung, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
Kan. 627 - § 1. Menurut norma konstitusi, para Pemimpin hendak-nya memiliki dewan penasihatnya sendiri, yang bantuannya harus dipergunakan dalam menunaikan tugas.
§ 2. Kecuali dalam hal-hal yang telah ditentukan dalam hukum universal, hukum tarekat sendiri hendaknya menentukan dalam hal-hal mana dituntut persetujuan atau nasihat untuk dapat bertindak dengan sah menurut norma kan. 127.
Kan. 628 - § 1. Para Pemimpin yang menurut hukum tarekatnya sendiri ditunjuk untuk tugas ini, pada waktu-waktu yang ditentukan hendaknya mengunjungi rumah-rumah dan anggota-anggota yang dipercayakan kepadanya menurut norma hukum tarekat itu sendiri.
§ 2. Uskup diosesan berhak dan berkewajiban mengadakan kunjungan, juga yang mengenai disiplin religius:
l0  biara-biara mandiri yang disebut dalam kan. 615;
20 setiap rumah tarekat bertingkat keuskupan yang berada di dalam wilayahnya.
§ 3. Para anggota hendaknya bersikap penuh kepercayaan terhadap visitator, mereka wajib menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disam-paikan secara legitim sesuai dengan kebenaran dalam cintakasih; dan tidak seorang pun boleh menghindarkan para anggota dari kewajiban ini dengan cara apapun, atau menghalangi tujuan kunjungan.
Kan. 629 - Para Pemimpin hendaknya bertempat-tinggal di rumah masing-masing, dan jangan pergi dari rumah itu, kecuali menurut norma hukum tarekat sendiri.
Kan. 630 - § 1. Para Pemimpin hendaknya menghormati kebebasan yang semestinya dari para anggota sehubungan dengan sakramen tobat dan bimbingan hatinurani mereka, namun dengan tetap mematuhi disiplin tarekat.
§ 2. Para Pemimpin hendaknya memperhatikan menurut norma hukum tarekat sendiri, agar tersedia bagi anggotanya para bapa pengakuan yang cakap, sehingga mereka dapat kerapkali mengaku dosa.
§ 3. Di dlm biara-biara rubiah, dlm rumah-rumah pendidikan serta dalam komunitas laikal yang agak besar hendaknya ada bapa penga-kuan biasa yang disetujui Ordinaris wilayah, setelah mendengarkan pendapat komunitas, tetapi tanpa ada kewajiban untuk menghadapnya.
§ 4. Para Pemimpin jangan menerima pengakuan dari para bawahannya, kecuali para anggota memintanya dengan sukarela.
§ 5. Para anggota hendaknya menghadap para Pemimpin dengan kepercayaan; kepada mereka para anggota dapat membuka hatinya dengan bebas dan sukarela. Namun para Pemimpin dilarang memaksa dengan cara apapun para anggotanya membuka hatinurani kepada mereka.

Artikel 2
KAPITEL

Kan. 631 - § 1. Kapitel umum, yang memiliki otoritas tertinggi dalam tarekat menurut norma konstitusi, harus dibentuk sedemikian sehingga mewakili seluruh tarekat, menjadi tanda sejati kesatuannya dalam cintakasih. Tugasnya terutama adalah memelihara warisan tarekat yang disebut dalam kan. 578 dan mendorong pembaruan yang sesuai dengannya, memilih Pemimpin tertinggi, membahas masalah-masalah penting, serta mengeluarkan norma-norma yang harus ditaati oleh semua.
§ 2. Susunan dan lingkup kuasa kapitel hendaknya ditentukan dalam konstitusi; hukum tarekat itu sendiri hendaknya menentukan lebih lanjut tata-tertib yang harus ditaati dalam penyelenggaraan kapitel, terutama yang menyangkut pemilihan dan hal-hal yang harus dibahas.
§ 3. Menurut norma-norma yang ditetapkan dalam hukum tarekat itu sendiri, bukan hanya provinsi dan komunitas-komunitas lokal, melainkan juga setiap anggota dapat dengan bebas mengirim harapan-harapan serta saran-sarannya kepada kapitel umum.
Kan. 632 - Hukum tarekat itu sendiri hendaknya menetapkan dengan teliti hal-hal yang termasuk dalam kapitel-kapitel lain dari tarekat dan dalam pertemuan-pertemuan lain semacam itu, yakni hakikat, otoritas, susunan, prosedur dan waktu penyelenggaraannya.
Kan. 633 - § 1. Organ-organ partisipasi dan konsultasi hendaknya dengan setia memenuhi tugas yang diserahkan kepadanya sesuai dengan norma hukum universal dan hukum tarekat, dan hendaknya dengan caranya sendiri mengungkapkan perhatian serta partisipasi semua anggota demi kebaikan seluruh tarekat atau komunitas.
§ 2. Dalam membentuk dan menggunakan sarana-sarana partisipasi dan konsultasi ini hendaknya dipelihara diskresi yang bijaksana, dan cara kerjanya hendaknya sesuai dengan sifat khas dan tujuan tarekat.

Artikel 3
HARTA-BENDA DAN PENGELOLAANNYA

Kan. 634 - § 1. Tarekat-tarekat, provinsi-provinsi dan rumah-rumah, sebagai badan hukum menurut hukum itu sendiri, mampu memperoleh, memiliki, mengelola dan mengalih-milikkan harta-benda, kecuali dalam konstitusi kemampuan itu ditiadakan atau dibatasi.
§ 2. Namun, hendaknya dihindari setiap kesan kemewahan, keserakahan dan penimbunan harta.
Kan. 635 - § 1. Harta-benda milik tarekat religius, sebagai harta-benda gerejawi, diatur menurut ketentuan Buku V Harta-Benda Gereja, kecuali secara jelas dinyatakan lain.
§ 2. Setiap tarekat hendaknya merumuskan norma-norma yang tepat mengenai penggunaan dan pengelolaan harta-bendanya, agar kemiskinan yang khas padanya dipupuk, dilindungi dan diungkapkan.
Kan. 636 - § 1. Dalam setiap tarekat, demikian pula setiap provinsi yang dipimpin oleh seorang Pemimpin tinggi, harus ada seorang ekonom, yang bukan Pemimpin tinggi itu sendiri, dan yang diangkat menurut norma hukum tarekat itu; ia mengelola harta-benda di bawah pengarahan Pemimpin masing-masing. Demikian pula dalam komunitas-komunitas lokal sedapat mungkin diangkat seorang ekonom yang bukan Pemimpin lokal itu sendiri.
§ 2. Pada waktu dan dengan cara yang ditentukan oleh hukumnya sendiri, ekonom dan pengelola lainnya hendaknya mempertanggung-jawabkan pengelolaan yang telah dilaksanakannya kepada otoritas yang berwenang.
Kan. 637 - Biara-biara mandiri yang disebut dalam kan. 615 harus memberikan pertanggungjawaban pengelolaan setahun sekali kepada Ordinaris wilayah; disamping itu Ordinaris wilayah mempunyai hak untuk mengetahui urusan-urusan ekonomi rumah religius tingkat keuskupan.
Kan. 638 - § 1. Hukum tarekat sendiri, dalam batas-batas hukum universal, bertugas menentukan tindakan-tindakan yang melampaui batas dan cara pengelolaan biasa, serta menentukan hal-hal yang perlu untuk melakukan secara sah suatu tindakan pengelolaan luar biasa.
§ 2. Pengeluaran-pengeluaran dan tindakan-tindakan hukum dalam pengelolaan biasa dapat dilakukan secara sah, selain oleh para Pemimpin, juga oleh para pejabat yang ditunjuk dalam hukum tarekat itu, dalam batas-batas tugasnya.
§ 3. Untuk sahnya pengalih-milikan dan urusan apapun dimana keadaan kekayaan badan hukum dapat menjadi lebih buruk, dibutuhkan izin tertulis dari Pemimpin yang berwenang dengan persetujuan dewannya. Namun, jika mengenai urusan yang melebihi jumlah yang ditentukan oleh Takhta Suci untuk masing-masing wilayah, demikian pula mengenai benda-benda yang dihadiahkan dari nadar kepada Gereja atau mengenai benda-benda berharga karena bernilai seni atau sejarah, dibutuhkan juga izin dari Takhta Suci tersebut.
§ 4. Untuk biara mandiri yang disebut dalam kan. 615, dan untuk tarekat-tarekat tingkat-keuskupan diperlukan juga persetujuan tertulis dari Ordinaris wilayah.
Kan. 639 - § 1. Jika badan hukum membuat kontrak utang dan beban keuangan, meski dengan izin Pemimpin, ia sendiri diwajibkan mempertanggungjawabkannya.
§ 2. Jika seorang anggota dengan izin Pemimpin membuat kontrak mengenai hartanya sendiri, ia harus bertanggungjawab sendiri; tetapi jika atas mandat dari Pemimpin ia melaksanakan urusan tarekat, tarekatlah yang harus mempertanggungjawabkannya.
§ 3. Jika religius membuat kontrak tanpa izin apapun dari Pemimpin, ia sendiri harus mempertanggungjawabkan, dan bukan badan hukum.
§ 4. Namun tetap berlaku bahwa selalu dapat diajukan gugatan terhadap pihak yang menarik suatu keuntungan dari kontrak yang diadakan itu.
§ 5. Para Pemimpin religius hendaknya menjaga agar jangan mengizinkan membuat utang, kecuali pasti bahwa dari pendapatan yang biasa, bunga utang itu dapat dibayar dan dalam waktu yang tidak terlalu lama pokok utang dapat dikembalikan dengan pelunasan legitim.
Kan. 640 - Tarekat-tarekat, dengan mengingat situasi masing-masing tempat, hendaknya sebagai kelompok memberikan kesaksian cinta-kasih dan kemiskinan, serta sesuai kemampuannya memberikan sesuatu dari harta-miliknya bagi kebutuhan Gereja dan untuk membantu mereka yang berkekurangan.


BAB III
PENERIMAAN CALON DAN PEMBINAAN PARA ANGGOTA

Artikel 1
PENERIMAAN KE DALAM NOVISIAT
Kan. 641 - Hak untuk menerima calon ke dalam novisiat ada pada Pemimpin tinggi menurut norma hukumnya sendiri.
Kan. 642 - Hendaknya para Pemimpin waspada agar menerima hanya mereka yang selain memiliki umur yang dituntut, juga memiliki kesehatan, watak yang cocok, dan kualitas kematangan yang cukup untuk memeluk hidup khas tarekat; kesehatan, watak dan kematangan itu kalau perlu hendaknya dibuktikan dengan bantuan ahli, dengan tetap mengindahkan ketentuan kan. 220.
Kan. 643 - § 1. Tidak sah diterima dalam novisiat:
10  yang belum berumur genap tujuhbelas tahun;
20  pasangan, selama masih terikat perkawinan;
30 yang masih terikat oleh ikatan suci pada suatu tarekat hidup bakti atau masih menjadi anggota suatu serikat hidup kerasulan, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 684;
40 yang masuk tarekat karena paksaan, ketakutan besar atau tertipu, atau yang diterima oleh Pemimpin dengan cara yang sama;
50  yang telah menyembunyikan keanggotaannya dalam salah satu tarekat hidup bakti atau suatu serikat hidup kerasulan.
§ 2. Hukum tarekat sendiri dapat menetapkan halangan-halangan lain atau menambahkan syarat-syarat, juga demi sahnya penerimaan.
Kan. 644 - Para Pemimpin jangan menerima ke dalam novisiat klerikus sekular tanpa berkonsultasi sebelumnya dengan Ordinarisnya, dan orang-orang yang terbebani utang dan tidak mampu melunasinya.
Kan. 645 - § 1. Para calon sebelum diterima ke dalam novisiat harus menunjukkan surat baptis dan surat penguatan serta surat keterangan status bebas.
§ 2. Jika mengenai penerimaan seorang klerikus atau orang yang pernah diterima di dalam suatu tarekat hidup bakti lain, dalam serikat hidup kerasulan, atau dalam seminari, disamping itu dituntut surat keterangan dari Ordinaris wilayah atau Pemimpin tinggi tarekat, atau serikat, atau rektor seminari yang bersangkutan.
§ 3. Hukum tarekat sendiri dapat menuntut surat-surat keterangan lain mengenai kecakapan calon yang dituntut dan tiadanya halangan.
§ 4. Para pemimpin dapat juga meminta informasi lain, juga dibawah rahasia, jika mereka menganggapnya perlu.


Artikel 2
NOVISIAT DAN PEMBINAAN PARA NOVIS
Kan. 646 - Hidup dalam tarekat dimulai dalam novisiat. Tujuan-nya ialah agar para novis lebih memahami panggilan ilahi, khususnya yang khas dari tarekat yang bersangkutan, mengalami cara hidup tarekat, serta membentuk budi dan hati dengan semangatnya, dan agar terbuktilah niat serta kecakapan mereka.
Kan. 647 - § 1. Pendirian, pemindahan dan penutupan rumah novisiat hendaknya dilaksanakan dengan dekret tertulis dari Pemimpin tertinggi tarekat dengan persetujuan dewannya.
§ 2. Agar novisiat itu sah, harus dilaksanakan dalam rumah yang ditunjuk untuk itu menurut peraturan. Dalam kasus-kasus tertentu dan sebagai kekecualian, atas izin Pemimpin tertinggi dengan persetujuan dewannya, calon dapat menjalani novisiatnya di rumah lain dari tarekat itu, dibawah pimpinan seorang religius yang teruji sebagai pengganti pembimbing novis.
§ 3. Pemimpin tinggi dapat mengizinkan agar kelompok para novis untuk jangka waktu tertentu tinggal di rumah lain dari tarekat itu yang ditunjuk olehnya sendiri.
Kan. 648 - § 1. Agar novisiat sah, haruslah mencakup duabelas bulan yang diselenggarakan dalam komunitas novisiat sendiri, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 647, § 3.
§ 2. Untuk menyempurnakan pembinaan para novis, disamping waktu yang disebut dalam §1, konstitusi dapat menentukan waktu latihan kerasulan, satu kali atau lebih, yang dilakukan di luar komunitas novisiat.
§ 3. Novisiat jangan diperpanjang lebih dari dua tahun.
Kan. 649 - § 1. Dengan tetap berlaku ketentuan kan. 647, § 3 dan kan. 648, § 2, kepergian dari rumah novisiat melebihi tiga bulan, secara terus-menerus atau terputus-putus, membuat novisiat tidak sah.  Kepergian yang melebihi limabelas hari, harus diganti.
§ 2. Dengan izin Pemimpin tinggi yang berwenang kaul pertama dapat dimajukan, tetapi tidak lebih dari limabelas hari.
Kan. 650 - § 1. Tujuan novisiat menuntut agar para novis dibentuk dibawah pimpinan pembimbing novis menurut pedoman pembinaan yang harus ditetapkan dalam hukum tarekat itu sendiri.
§ 2. Pimpinan para novis, dibawah otoritas Pemimpin tinggi, dikhususkan bagi pembimbing novis saja.
Kan. 651 - § 1. Pembimbing novis hendaklah seorang anggota tarekat yang sudah berkaul kekal dan ditunjuk secara legitim.
§ 2. Jika perlu, pembimbing novis dapat diberi rekan-kerja, yang berada dibawahnya dalam mengatur novisiat dan pedoman pem-binaannya.
§ 3. Pembinaan para novis hendaknya dipimpin oleh anggota-anggota yang telah disiapkan dengan cermat, tanpa dibebani tugas-tugas lain, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan berhasil dan secara tetap.
Kan. 652 - § 1. Pembimbing novis beserta rekan-kerjanya bertugas mengenali dan menguji panggilan para novis dan membina mereka tahap demi tahap menempuh dengan baik jalan hidup kesempurnaan yang khas bagi tarekat.
§ 2. Para novis hendaknya dibimbing untuk mengembangkan keutamaan-keutamaan manusiawi dan kristiani; dengan doa dan penyangkalan-diri diantar masuk dalam jalan kesempurnaan yang lebih penuh; diajar memandang misteri keselamatan serta membaca dan merenungkan Kitab Suci; dipersiapkan untuk merayakan ibadat kepada Allah dalam liturgi suci; mempelajari cara menghayati hidup yang dibaktikan kepada Allah dan manusia dalam Kristus dengan nasihat-nasihat injili; diberi uraian tentang sifat khas dan semangat, tujuan dan disiplin, sejarah dan kehidupan tarekat; serta dipupuk cinta mereka terhadap Gereja dan Gembala sucinya.
§ 3. Sadar akan tanggungjawabnya hendaknya para novis bekerjasama secara aktif dengan pembimbingnya sedemikian sehingga dapat dengan setia menanggapi rahmat panggilan ilahi.
§ 4. Para anggota tarekat hendaknya berusaha agar sesuai dengan peranan masing-masing bekerjasama dalam karya pembinaan para novis dengan teladan hidup dan doa.
§ 5. Masa novisiat yang disebut dalam kan. 648, § 1 hendaknya dimanfaatkan benar-benar untuk tugas pembinaan, oleh karena itu para novis jangan disibukkan dengan studi dan pekerjaan yang tidak secara langsung mendukung pembinaan itu.
Kan. 653 - § 1. Novis dapat dengan bebas meninggalkan tarekat; namun otoritas yang berwenang dari tarekat itu dapat mengeluarkan dia.
§ 2. Seusai novisiat, jika dinilai cakap, novis hendaknya diizinkan mengucapkan kaul sementara; jika tidak, hendaknya dikeluarkan; jika masih ada keragu-raguan mengenai kecakapannya, waktu percobaan dapat diperpanjang oleh Pemimpin tinggi menurut norma hukumnya sendiri, tetapi tidak lebih dari enam bulan.


Artikel 3
PROFESI RELIGIUS

Kan. 654 - Dalam profesi religius para anggota menerima dengan kaul publik tiga nasihat injili untuk ditepati, mereka dibaktikan kepada Allah lewat pelayanan Gereja dan digabungkan dalam tarekat dengan hak serta kewajiban yang ditetapkan oleh hukum.
Kan. 655 - Profesi sementara hendaknya diucapkan untuk jangka waktu yang ditetapkan oleh hukumnya sendiri, yang tidak kurang dari tiga tahun dan tidak lebih dari enam tahun.
Kan. 656 - Untuk sahnya profesi sementara dituntut agar:
10 yang mau mengucapkannya sudah berumur sekurang-kurangnya genap delapan belas tahun;
20 telah menjalani novisiat secara sah;
30 diizinkan dengan bebas oleh Pemimpin yang berwenang dengan penilaian dewan penasihatnya menurut norma hukum;
40 diungkapkan dan diikrarkan tanpa paksaan, ketakutan besar atau penipuan;
50 diterima oleh Pemimpin yang berwenang, sendiri atau dengan perantaraan orang lain.
Kan. 657 - § 1. Bila telah habis jangka waktu profesi, religius yang dari kehendak sendiri meminta dan dinilai cakap, hendaknya diizinkan untuk memperbarui profesi atau untuk mengucapkan profesi kekal; kalau tidak, hendaknya ia keluar.
§ 2. Akan tetapi jika dianggap baik, jangka waktu profesi sementara dapat diperpanjang oleh Pemimpin yang berwenang menurut hukum tarekatnya sendiri, namun sedemikian sehingga seluruh waktu yang mengikat anggota dengan kaul sementara tidak melebihi sembilan tahun.
§ 3. Profesi kekal dapat dimajukan karena alasan yang wajar, tetapi tidak melebihi tiga bulan.
Kan. 658 - Disamping syarat-syarat yang disebut kan. 656, 30, 40 dan 50 serta syarat lainnya menurut hukum tarekatnya sendiri, untuk sahnya profesi kekal dituntut:
10  umur sekurang-kurangnya sudah genap dua puluh satu tahun;
20 didahului oleh profesi sementara sekurang-kurangnya tiga tahun, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 657, § 3.


Artikel 4
PEMBINAAN PARA RELIGIUS

Kan. 659 - § 1. Dalam setiap tarekat hendaknya pembinaan semua anggota disempurnakan sesudah profesi pertama, agar dapat menghayati hidup khas tarekat secara lebih penuh dan untuk dapat melaksanakan perutusan mereka secara lebih tepat.
§ 2. Karena itu hukumnya sendiri harus menentukan pedoman pembinaan ini serta jangka waktunya, dengan mengindahkan kebutuhan Gereja serta keadaan orang-orang dan zaman, sebagaimana dituntut oleh tujuan dan sifat khas tarekat.
§ 3. Pembinaan para anggota yang disiapkan untuk menerima tahbisan suci diatur oleh hukum universal dan pedoman studi yang khas dari tarekat.
Kan. 660 - § 1. Pembinaan itu hendaknya sistematis, disesuaikan dengan daya tangkap anggota, baik spiritual maupun apostolis, doktrinal sekaligus praktis, dan bila berguna juga dengan memperoleh gelar yang sesuai, baik gerejawi maupun sipil.
§ 2. Selama waktu pembinaan itu para anggota jangan diserahi jabatan dan karya yang menghalangi pembinaan itu.
Kan. 661 - Selama seluruh hidup para religius hendaknya dengan tekun melanjutkan pembinaan rohani, doktrinal dan praktis; dan para Pemimpin hendaknya menyediakan sarana dan waktu untuk itu.


BAB IV
KEWAJIBAN DAN HAK TAREKAT SERTA ANGGOTANYA

Kan. 662 - Para religius hendaknya menjadikan hal mengikuti Kristus seperti dinyatakan dalam Injil dan juga diungkapkan dalam konstitusi tarekatnya sebagai hukum tertinggi hidupnya.
Kan. 663 - § 1. Kontemplasi perkara-perkara ilahi dan persatuan dengan Allah yang terus-menerus dalam doa hendaknya merupakan tugas pertama dan utama bagi semua religius.
§ 2. Para anggota sedapat mungkin setiap hari mengambil bagian dalam Kurban Ekaristi, menyambut Tubuh Kristus yang mahakudus dan bersujud pada Tuhan yang hadir dalam Sakramen.
§ 3. Hendaknya mereka menyediakan waktu untuk bacaan Kitab Suci dan doa meditasi, merayakan ibadat harian dengan layak menurut ketentuan hukumnya sendiri, dengan tetap berlaku ketentuan bagi klerikus dalam kan. 276, § 2, 30 serta melakukan latihan-latihan kesalehan lain.
§ 4. Hendaknya mereka mengembangkan devosi khusus kepada Santa Perawan Bunda Allah, teladan dan pelindung segenap hidup bakti, juga dengan doa rosario.
§ 5. Hendaknya mereka setia melakukan retret tahunan.
Kan. 664 - Para religius hendaknya menekankan pentingnya pertobatan hati terhadap Allah,  meneliti batinnya, juga setiap hari, dan sering kali menerima sakramen tobat.
Kan. 665 - § 1. Para religius hendaknya tinggal di rumah biaranya sendiri dengan menjalani hidup bersama, dan jangan pergi dari rumah tanpa izin Pemimpinnya. Namun jika mengenai kepergian yang lama dari rumah, Pemimpin tinggi, dengan persetujuan dewannya serta atas dasar alasan yang wajar, dapat mengizinkan anggota tinggal di luar rumah tarekat, tetapi tidak lebih dari satu tahun, kecuali karena alasan kesehatan, studi atau kerasulan yang dilaksanakan atas nama tarekat.
§ 2. Anggota yang secara tidak legitim pergi dari rumah biara dengan maksud untuk melepaskan diri dari kekuasaan Pemimpin, hendaknya dicari oleh Pemimpin dengan penuh keprihatinan dan dibantu agar kembali dan bertahan dalam panggilannya.
Kan. 666 - Dalam menggunakan media komunikasi sosial hendaknya dipelihara diskresi yang semestinya dan dihindari segala sesuatu yang merugikan panggilannya sendiri serta berbahaya bagi kemurnian orang yang sudah dibaktikan.
Kan. 667 - § 1. Dalam semua rumah hendaknya dipelihara klausura yang disesuaikan dengan sifat khas dan misi tarekat menurut ketentuan-ketentuan tarekat itu sendiri, dengan selalu mengkhususkan suatu bagian dari rumah biara bagi para anggota sendiri.
§ 2. Disiplin klausura yang lebih ketat haruslah dipelihara dalam biara-biara monastik yang diarahkan untuk hidup kontemplatif.
§ 3. Biara rubiah yang diarahkan sepenuhnya untuk hidup kontemplatif, harus mematuhi klausura kepausan, yakni menurut norma-norma yang diberikan oleh Takhta Apostolik. Biara-biara rubiah lainnya hendaknya mematuhi klausura yang disesuaikan pada sifat khas masing-masing dan ditetapkan dalam konstitusi.
§ 4. Uskup diosesan mempunyai kewenangan untuk dengan alasan wajar masuk ke dalam klausura biara-biara rubiah yang berada di keuskupannya, dan untuk mengizinkan orang lain masuk ke dalam klausura, jika ada alasan berat dan dengan persetujuan Ibu Pemimpin rumah, dan berwenang mengizinkan para rubiah ke luar dari klausura untuk jangka waktu yang sungguh perlu.
Kan. 668 - § 1. Sebelum profesi pertama para anggota hendaknya menyerahkan pengelolaan harta-bendanya kepada orang yang dikehendakinya, dan menentukan dengan bebas penggunaan serta pemanfaatannya, kecuali konstitusi menentukan lain. Sedangkan surat wasiat yang juga berlaku bagi hukum sipil hendaknya dibuat sekurang-kurangnya sebelum profesi kekal.
§ 2. Untuk mengubah keputusan itu bila ada alasan wajar dan untuk melakukan suatu tindakan sehubungan dengan harta-benda, dibutuhkan izin dari Pemimpin yang berwenang menurut norma hukum tarekat itu sendiri.
§ 3. Apapun yang didapat oleh religius baik atas dasar usahanya sendiri maupun atas nama tarekat, menjadi milik tarekat. Apapun yang dihasilkan bagi religius dengan cara apapun atas dasar pensiun, bantuan atau asuransi, menjadi milik tarekat, kecuali ditentukan lain dalam hukum tarekat itu.
§ 4. Yang dari hakikat tarekatnya harus melepaskan harta-bendanya secara penuh, hendaklah melepaskannya, sedapat mungkin juga dalam bentuk yang berlaku bagi hukum sipil, dan melakukannya sebelum profesi kekal, meskipun baru akan berlaku sejak hari diucapkan profesi tersebut. Hal yang sama hendaknya dibuat oleh orang yang sudah berkaul kekal, yang menurut ketentuan hukum tarekatnya mau melepaskan harta-bendanya, sebagian atau seluruhnya dengan izin Pemimpin tertinggi.
§ 5. Orang berkaul, yang menurut hakikat tarekat melepaskan secara penuh harta-bendanya, kehilangan kemampuan memperoleh dan memiliki, maka tidak dapat secara sah melakukan tindakan yang bertentangan dengan kaul kemiskinan. Tetapi apa yang diperolehnya sesudah melepaskan itu, menjadi milik tarekat sesuai norma hukum tarekat itu sendiri.
Kan. 669 - § 1. Para religius hendaknya mengenakan pakaian tarekat, yang dibuat menurut norma hukum tarekatnya sendiri, sebagai tanda pembaktian diri dan kesaksian kemiskinan.
§ 2. Para religius klerikal dari tarekat yang tidak memiliki pakaian khusus, hendaknya mengenakan pakaian klerikal sesuai norma kan. 284.
Kan. 670 - Tarekat harus mencukupi kebutuhan anggota-anggota-nya mengenai semua yang menurut norma konstitusi diperlukan untuk mencapai tujuan panggilannya.
Kan. 671 - Religius jangan menerima tugas dan jabatan di luar tarekatnya sendiri tanpa izin dari Pemimpin yang legitim.
Kan. 672 - Para religius terikat ketentuan-ketentuan kan. 277, 285, 286, 287, dan 289; dan religius klerikal disamping itu juga terikat ketentuan kan. 279, § 2; dalam tarekat laikal bertingkat kepausan, izin yang dimaksud dalam kan. 285, § 4, dapat diberikan oleh Pemimpin tingginya sendiri.


BAB V
KERASULAN TAREKAT

Kan. 673 - Kerasulan semua religius pertama-tama terletak dalam kesaksian hidup mereka yang sudah dibaktikan, yang harus mereka pelihara dengan doa dan tobat.
Kan. 674 - Tarekat-tarekat yang seutuhnya diarahkan untuk hidup kontemplatif, selalu memperoleh tempat istimewa dalam Tubuh mistik Kristus: sebab mereka mempersembahkan kurban pujian utama kepada Allah, turut menerangi Umat Allah dengan buah-buah kesucian yang melimpah, menggerakkannya dengan teladan mereka dan dengan demikian memperkembangkannya dengan suatu kesuburan kerasulan yang tersembunyi. Karena itu, meski betapapun mendesak kepentingan kegiatan kerasulan, anggota-anggota tarekat itu tidak dapat dipanggil untuk membantu dalam pelbagai pelayanan pastoral.
Kan. 675 - § 1. Dalam tarekat-tarekat yang diperuntukkan bagi karya-karya kerasulan, kegiatan kerasulan itu termasuk dalam hakikat tarekat itu sendiri. Karena itu, seluruh hidup para anggota hendaknya diresapi dengan semangat kerasulan, dan seluruh kegiatan kerasulan mereka diilhami oleh semangat religius.
§ 2. Kegiatan kerasulan hendaknya selalu mengalir dari persatuan-nya yang mesra dengan Allah, dan memperteguh serta menunjang persatuan itu.
§ 3. Kegiatan kerasulan yang harus dilaksanakan atas nama dan atas mandat Gereja, hendaknya dilaksanakan dalam persekutuan dengannya.
Kan. 676 - Tarekat-tarekat laikal, baik laki-laki maupun perem-puan, dengan karya amal-kasih rohani atau jasmani mengambil-bagian dalam tugas penggembalaan Gereja dan memberikan pelayanan yang sangat beragam kepada umat manusia; karena itu, hendaklah mereka tetap setia pada rahmat panggilannya.
Kan. 677 - § 1. Para Pemimpin dan anggota tarekat hendaklah dengan setia memegang teguh misi dan karya tarekatnya; tetapi mengingat kebutuhan zaman dan tempat, hendaknya dengan arif mengadakan penyesuaian, juga dengan menggunakan sarana-sarana yang baru dan bermanfaat.
§ 2. Adapun tarekat-tarekat, jika mempunyai perserikatan-perserikatan umat beriman kristiani yang digabungkan dengannya, hendaknya membantu mereka secara khusus agar mereka diresapi oleh semangat sejati keluarganya.
Kan. 678 - § 1. Para religius tunduk kepada kuasa Uskup, yang harus mereka taati dengan tulus dan hormat, dalam hal-hal yang menyangkut reksa jiwa-jiwa, pelaksanaan publik ibadat ilahi dan karya-karya kerasulan lain.
§ 2. Dalam melaksanakan kerasulan ekstern para religius juga tunduk kepada para Pemimpin mereka sendiri dan harus tetap setia pada disiplin tarekatnya; jika perlu, para Uskup jangan lalai menuntut ditaatinya kewajiban itu.
§ 3. Dalam mengatur karya kerasulan para religius, Uskup diosesan dan para Pemimpin religius harus merundingkannya bersama.
Kan. 679 – Uskup diosesan, atas desakan alasan yang amat berat, dapat melarang seorang anggota tarekat religius tinggal di keuskupannya, jika Pemimpin tingginya setelah diperingatkan lalai mengambil tindakan; namun perkara ini harus segera diajukan ke Takhta Suci.
Kan. 680 - Antara pelbagai tarekat, dan juga antara tarekat-tarekat dan klerus sekular, hendaknya dipupuk kerjasama yang teratur, dan juga dibawah pimpinan Uskup diosesan hendaknya dibangun koordinasi semua karya dan kegiatan kerasulan, dengan tetap memelihara sifat khas dan tujuan masing-masing tarekat dan undang-undang fundasi.
Kan. 681 - § 1. Karya-karya yang oleh Uskup diosesan diserahkan kepada para religius tetap berada dibawah otoritas dan kepemimpinan Uskup itu juga, dengan tetap berlaku hak para Pemimpin religius sesuai dengan norma kan. 678, §§ 2 dan 3.
§ 2. Dalam hal-hal demikian hendaknya dibuat suatu kesepakatan tertulis antara Uskup diosesan dan Pemimpin yang berwenang dari tarekat tersebut. Dalam kesepakatan itu antara lain ditentukan dengan tegas dan teliti hal-hal yang menyangkut karya-karya yang harus dilaksanakan, anggota-anggota yang diperbantukan kepadanya dan hal-hal keuangan.
Kan. 682 - § 1. Jika suatu jabatan gerejawi dalam keuskupan diberikan kepada seorang religius, hendaknya religius itu diangkat oleh Uskup diosesan sesudah diajukan atau sekurang-kurangnya disetujui oleh Pemimpin yang berwenang.
§ 2. Religius dapat diberhentikan dengan bebas dari jabatan yang diberikan kepadanya, atau atas kehendak otoritas yang memberikan, setelah memberitahu Pemimpin religius, atau atas kehendak Pemimpin religius itu, setelah memberitahu yang memberi jabatan itu, tanpa dituntut persetujuan pihak yang lain.
Kan. 683 - § 1. Gereja-gereja dan ruang-ruang doa yang biasa dikunjungi oleh umat beriman kristiani, sekolah-sekolah dan karya-karya keagamaan atau amal-kasih lain, baik rohani maupun jasmani, yang diserahkan kepada para religius, dapat dikunjungi Uskup diosesan, baik secara pribadi atau lewat utusannya, pada waktu kunjungan pastoral dan bila dianggap perlu; tetapi tidak demikian halnya dengan sekolah-sekolah yang hanya terbuka bagi anggota-anggota tarekat itu sendiri.
§ 2. Jika Uskup diosesan barangkali menemukan penyelewengan dan setelah sia-sia memperingatkan Pemimpin religius, ia dapat mengambil tindakan atas wewenangnya sendiri.


BAB VI
BERPISAHNYA ANGGOTA DARI TAREKAT

Artikel 1
PINDAH KE TAREKAT LAIN

Kan. 684 - § 1. Seorang anggota berkaul kekal tidak dapat berpindah dari tarekat religiusnya sendiri ke tarekat yang lain, kecuali dengan izin dari Pemimpin tertinggi kedua tarekat dan dengan persetujuan dewannya masing-masing.
§ 2. Anggota tersebut, sesudah percobaan yang berlangsung sekurang-kurangnya selama tiga tahun, dapat diizinkan untuk mengu-capkan profesi kekal dalam tarekat yang baru. Namun, jika anggota tersebut menolak untuk mengucapkan profesi itu atau tidak diizinkan mengucapkannya oleh para Pemimpin yang berwenang, hendaknya ia kembali ke tarekatnya yang terdahulu, kecuali telah memperoleh indult sekularisasi.
§ 3. Agar seorang religius dari biara mandiri dapat berpindah ke biara lain dari tarekat yang sama atau dari federasi atau dari konfederasi yang sama, dituntut dan cukuplah persetujuan dari Pemimpin tertinggi kedua biara serta kapitel dari biara yang menerima, dengan tetap mengindahkan tuntutan-tuntutan lain yang ditetapkan dalam hukumnya sendiri; tidak dituntut profesi baru.
§ 4. Hukum tarekat sendiri bendaknya menentukan waktu dan cara percobaan, yang perlu mendahului profesi anggota dalam tarekat yang baru.
§ 5. Untuk berpindah ke suatu tarekat sekular atau serikat hidup kerasulan, atau dari padanya ke tarekat religius, dibutuhkan izin dari Takhta Suci, yang perintahnya harus ditaati.
Kan. 685 - § 1. Sampai pengikraran profesi dalam tarekat yang baru, sementara tetap berlakunya kaul, hak-hak serta kewajiban-kewajiban yang dimiliki oleh anggota itu dalam tarekatnya terdahulu ditangguhkan; tetapi sejak dimulainya percobaan, ia harus menaati hukum dari tarekat baru itu.
§ 2. Dengan profesi dalam tarekat baru, anggota tarekat tersebut digabungkan padanya, maka berhentilah kaul, hak-hak serta kewajiban-kewajiban sebelumnya.


Artikel 2
KELUAR DARI TAREKAT

Kan. 686 - § 1. Pemimpin tertinggi, dengan persetujuan dewan-nya, dengan alasan berat dapat memberi indult eksklaustrasi kepada seorang anggota berkaul kekal, tetapi tidak melebihi tiga tahun, dengan didahului persetujuan Ordinaris wilayah di mana ia harus bertempat tinggal, jika mengenai seorang klerikus. Indult untuk memperpanjang atau mengizinkan lebih dari tiga tahun direservasi bagi Takhta Suci, atau jika mengenai tarekat tingkat keuskupan, direservasi bagi Uskup diosesan.
§ 2. Bagi para rubiah indult eksklaustrasi hanya dapat diberikan oleh Takhta Apostolik.
§ 3. Atas permohonan Pemimpin tertinggi dengan persetujuan dewannya, eksklaustrasi dapat dijatuhkan oleh Takhta Suci kepada seorang anggota tarekat tingkat-kepausan, atau oleh Uskup diosesan kepada seorang anggota tarekat tingkat-keuskupan, atas alasan-alasan yang berat, tetapi dengan mengindahkan kewajaran dan cinta-kasih.
Kan. 687 - Anggota yang terkena eksklaustrasi dibebaskan dari kewajiban-kewajiban yang tidak dapat disesuaikan dengan keadaan hidupnya yang baru, tetapi tetap berada dalam ketergantungan dan reksa para Pemimpinnya dan juga Ordinaris wilayah, terutama jika mengenai seorang klerikus. Ia dapat mengenakan busana tarekat, kecuali dalam indult dinyatakan lain. Namun, ia tidak memiliki suara aktif maupun pasif.
Kan. 688 - § 1. Seorang yang habis masa profesinya mau keluar dari tarekat, dapat meninggalkannya.
§ 2. Seorang yang selama profesi sementara, atas alasan berat, minta untuk meninggalkan tarekat, dalam tarekat tingkat-kepausan dapat memperoleh indult keluar dari Pemimpin tertinggi dengan persetujuan dewannya; sedangkan dalam tarekat-tarekat tingkat-keuskupan dan dalam biara-biara yang disebut dalam kan. 615 indult itu demi sahnya harus dikukuhkan oleh Uskup dari rumah di mana ia ditempatkan.
Kan. 689 - §. 1. Anggota, setelah habis waktu profesi sementara, jika ada alasan wajar, dapat ditolak untuk mengucapkan profesi berikut-nya oleh Pemimpin tinggi yang berwenang, setelah mendengarkan dewannya.
§ 2. Sakit fisik atau psikis, juga yang diderita sesudah mengucap-kan profesi, yang menurut penilaian para ahli membuat anggota yang disebut dalam § 1 tidak cakap untuk hidup dalam tarekat, merupakan alasan bahwa ia tidak diizinkan untuk memperbarui profesi atau mengikrarkan profesi kekal, kecuali sakit itu diderita karena kelalaian tarekat atau karena pekerjaan yang dilakukan dalam tarekat.
§ 3. Namun, jika religius, selama kaul sementara, menjadi gila, meskipun tidak dapat mengikrarkan profesi baru, tidak boleh dikeluarkan dari tarekat.
Kan. 690 - § 1. Seorang yang setelah menyelesaikan novisiat atau setelah profesi keluar secara legitim dari tarekat, dapat diterima kembali oleh Pemimpin tertinggi dengan persetujuan dewannya tanpa harus mengulangi novisiat; tetapi Pemimpin itu berhak untuk menentukan percobaan yang selayaknya menjelang profesi sementara dan menentukan waktu kaul sebelum mengikrarkan profesi kekal, menurut norma kan. 655 dan 657.
§ 2. Kewenangan yang sama dimiliki oleh Pemimpin biara mandiri dengan persetujuan dewannya.
Kan. 691 - § 1. Religius berkaul kekal jangan mohon indult keluar dari tarekat, kecuali atas alasan-alasan yang sangat berat yang telah dipertimbangkan di hadapan Tuhan; permohonan itu hendaknya disampaikan kepada Pemimpin tertinggi tarekat, yang harus meneruskannya beserta dukungannya sendiri dan dukungan dari dewannya kepada otoritas yang berwenang.
§ 2. Indult semacam itu dalam tarekat-tarekat tingkat-kepausan direservasi bagi Takhta Apostolik; sedangkan dalam tarekat-tarekat tingkat-keuskupan, indult itu dapat diberikan juga oleh Uskup diosesan, di mana rumah penempatannya berada.
Kan. 692 - Indult keluar yang diberikan dengan legitim dan diberitahukan kepada anggota, dengan sendirinya membawa-serta dispensasi dari kaul dan segala kewajiban yang timbul dari profesi, kecuali pada waktu pemberitahuan hal itu ditolak oleh anggota itu sendiri.
Kan. 693 - Jika anggota itu seorang klerikus, indult tidak diberi-kan sebelum ia mendapatkan Uskup yang memberinya inkardinasi dalam keuskupan, atau sekurang-kurangnya menerima dia sebagai percobaan. Jika diterima sebagai percobaan, selewatnya lima tahun, dengan sendirinya ia diberi inkardinasi pada keuskupan, kecuali Uskup menolaknya.



Artikel 3
MENGELUARKAN ANGGOTA

Kan. 694 - § 1. Anggota dianggap dengan sendirinya dikeluarkan dari tarekat:
10    yang secara terbuka meninggalkan iman katolik;
20 yang melangsungkan nikah atau mencoba menikah, meski hanya secara sipil.
§ 2. Dalam hal-hal itu Pemimpin tinggi dengan dewannya hendaknya tanpa menunda-nunda mengeluarkan pernyataan fakta, sesudah dikumpulkan bukti-bukti, agar secara yuridis pasti bahwa ia dikeluarkan.
Kan. 695 - § 1. Anggota harus dikeluarkan karena kejahatan-kejahatan yang disebut dalam kan. 1397, 1398 dan 1395, kecuali dalam hal kejahatan yang disebut dan kan. 1395, § 2, jika Pemimpin menilai bahwa tidak mutlak perlu mengeluarkannya, dan perbaikan anggota, restitusi keadilan dan perbaikan atas sandungan cukup dapat diusaha-kan dengan cara lain.
§ 2. Dalam hal-hal ini Pemimpin tinggi, setelah mengumpulkan bukti-bukti mengenai fakta dan kesalahannya, hendaknya menyampai-kan tuduhan dan bukti-buktinya kepada anggota yang hendak dikeluar-kan, sambil memberi kesempatan kepadanya untuk membela diri.  Seluruh berkas ditandatangani oleh Pemimpin tinggi dan notarius; bersama dengan jawaban-jawaban tertulis dari anggota yang bersang-kutan dan ditandatangani olehnya, hendaknya semua dikirimkan kepada Pemimpin tertinggi.
Kan. 696 - § 1. Anggota juga dapat dikeluarkan karena alasan-alasan lain, asalkan alasan-alasan itu berat, lahiriah, mengandung kesalahan, dan dibuktikan secara yuridis, seperti: kebiasaan mengabaikan kewajiban-kewajiban hidup-bakti; pelanggaran yang berulang-ulang atas ikatan-ikatan suci; ketidaktaatan yang membandel terhadap perintah-perintah yang legitim dari para Pemimpin dalam perkara berat; sandungan berat yang timbul dari cara bertindak yang salah dari anggota tersebut; secara membandel mendukung atau menyebarluaskan ajaran-ajaran yang telah dikutuk oleh Magisterium Gereja; secara publik mengikuti ideologi yang diresapi materialisme atau ateisme; kepergian tidak sah, seperti ditunjuk kan. 665, § 2, yang berlangsung selama setengah tahun; alasan-alasan lain yang mirip beratnya yang barangkali ditentukan oleh hukum tarekatnya sendiri.
§ 2. Untuk mengeluarkan anggota berkaul sementara, juga cukup alasan-alasan yang kurang berat, yang ditetapkan dalam hukum tarekat sendiri.
Kan. 697 - Dalam hal-hal yang disebut dalam kan. 696, jika Pemimpin tinggi setelah mendengarkan dewannya menilai bahwa proses mengeluarkan perlu dimulai:
10 hendaknya ia mengumpulkan atau melengkapi bukti-bukti;
20 hendaknya ia memperingatkan anggota secara tertulis atau di hadapan dua orang saksi dengan ancaman tegas bahwa akan dikeluarkan jika tidak bertobat, dengan diberitahu secara jelas alasan dikeluarkannya serta anggota diberi kesempatan penuh untuk membela diri; jika peringatan itu sia-sia, hendaknya diperingatkan untuk kedua kalinya, setelah lewat jangka waktu sekurang-kurangnya limabelas hari;
30 jika peringatan itu juga sia-sia dan Pemimpin tinggi dengan dewannya menilai cukup jelas anggota tersebut tidak dapat diperbaiki dan pembelaan-pembelaannya tidak mencukupi, setelah lewat limabelas hari sejak peringatan terakhir dan tetap sia-sia, Pemimpin tinggi hendaknya mengirimkan kepada Pemimpin tertinggi semua berkas yang ditandatangani olehnya serta notarius, bersama dengan jawaban-jawaban anggota yang ditandatangani oleh anggota itu sendiri.
Kan. 698 - Dalam semua perkara, yang disebut dalam kan. 695 dan 696, selalu tetap ada hak anggota untuk berhubungan dengan Pemimpin tertinggi dan untuk menyatakan pembelaan-pembelaannya secara langsung kepadanya.
Kan. 699 - § 1. Pemimpin tertinggi dengan dewannya, yang demi sahnya harus terdiri dari sekurang-kurangnya empat anggota, hendaknya bertindak secara kolegial untuk mempertimbangkan secara seksama bukti-bukti, argumen-argumen dan pembelaan-pembelaan itu; dan jika melalui pemungutan suara secara rahasia hal itu telah diputuskan, hendaknya ia membuat dekret pengeluaran, dengan menyebutkan sekurang-kurangnya secara ringkas alasan-alasan dalam hukum (in iure) dan dalam fakta (in facto) demi sahnya.
§ 2. Dalam biara-biara mandiri, yang disebut dalam kan. 615, keputusan untuk mengeluarkan ada pada Uskup diosesan; kepadanya Pemimpin hendaknya menyerahkan berkas yang telah diperiksa oleh dewannya.
Kan. 700 - Dekret pengeluaran tidak mempunyai kekuatan jika belum dikukuhkan oleh Takhta Suci, yang kepadanya dekret dan semua berkas harus dikirim. Jika mengenai tarekat tingkat-keuskupan, pengukuhan itu menjadi wewenang Uskup dari keuskupan di mana rumah biara itu berada, tempat religius itu tercatat. Namun demi sahnya, dekret itu harus menyebutkan hak yang dimiliki oleh anggota yang dikeluarkan untuk melakukan rekursus pada kuasa yang berwenang dalam waktu sepuluh hari sejak diterimanya pemberitahuan itu. Rekursus ini mempunyai efek menangguhkan.
Kan. 701 - Dengan dikeluarkan secara legitim, dengan sendirinya terhenti kaul beserta hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari profesi. Namun, jika anggota itu adalah seorang klerikus, ia tidak dapat melaksanakan tahbisan suci, sampai ia mendapatkan Uskup yang menerima dia dalam keuskupannya setelah percobaan yang layak sesuai dengan norma kan. 693, atau sekurang-kurangnya mengizinkan dia melaksanakan tahbisan sucinya.
Kan. 702 - § 1. Yang keluar dari tarekat religius secara legitim atau dikeluarkan secara legitim, tidak dapat menuntut dari tarekat apapun yang dihasilkan olehnya dalam tarekat itu.
§ 2. Namun, tarekat hendaknya mengindahkan kewajaran dan cinta-kasih injili terhadap anggota yang berpisah darinya.
Kan. 703 - Dalam hal sandungan berat yang lahiriah atau bila ada bahaya kerugian sangat berat yang mengancam tarekat, anggota dapat segera diusir dari rumah religius oleh Pemimpin tinggi, atau jika timbul bahaya kalau tertunda, oleh Pemimpin lokal dengan persetujuan dewannya. Jika perlu, Pemimpin tinggi hendaknya mengupayakan penyusunan proses untuk mengeluarkannya menurut norma hukum atau menyerahkan perkara itu kepada Takhta Apostolik.
Kan. 704 - Mengenai anggota-anggota yang dengan cara apapun berpisah dari tarekat hendaknya dimasukkan dalam laporan yang harus dikirim kepada Takhta Apostolik, seperti disebut dalam kan. 592, §1.

BAB VII
RELIGIUS YANG DIANGKAT UNTUK JABATAN USKUP

Kan. 705 - Religius yang diangkat menjadi Uskup tetap menjadi anggota tarekat, tetapi dalam hal kaul ketaatan ia hanya tunduk kepada Paus, dan tidak terikat oleh kewajiban-kewajiban yang dengan arif dianggapnya tidak dapat disesuaikan dengan kondisinya.
Kan. 706 - Religius tersebut:
10 jika dengan profesi kehilangan hak memiliki harta-benda, ia dapat menggunakan, memanfaatkan dan mengelola harta-benda yang dihasilkannya; tetapi Uskup diosesan dan mereka yang disebut dalam kan. 381, § 2 memperoleh harta-milik bagi Gereja partikular; lain-lainnya diperuntukkan bagi tarekat atau Takhta Suci, sejauh tarekat dapat memiliki atau tidak;
20 jika dengan profesi tidak kehilangan hak memiliki harta-benda, ia mendapat kembali hak pakai, pemanfaatan dan pengelolaan harta-benda yang ia miliki; harta benda yang kemudian ia hasilkan menjadi miliknya secara penuh;
30 tetapi dalam kedua kasus di atas, harta-benda yang ia hasilkan tidak demi pribadinya harus diatur menurut keinginan orang yang memberi.
Kan. 707 - § 1. Uskup religius purnabakti dapat memilih tempat tinggal bagi dirinya, juga di luar rumah tarekatnya, kecuali Takhta Apostolik menentukan lain.
§ 2. Mengenai sustentasinya yang memadai dan layak, jika ia dulu melayani suatu keuskupan, hendaknya ditepati kan. 402, § 2, kecuali tarekatnya sendiri mau mengusahakan sustentasi itu; bila tidak, hendaknya Takhta Apostolik mengaturnya dengan cara lain.


BAB VIII
KONFERENSI PARA PEMIMPIN TINGGI

Kan. 708 - Para Pemimpin tinggi dapat berserikat secara bermanfaat dalam konferensi atau dewan, agar dengan kekuatan terpadu bersama-sama berusaha mencapai secara lebih penuh tujuan masing-masing tarekat, dengan tetap berlaku otonomi, sifat khas dan semangat masing-masing, untuk membahas perkara-perkara bersama atau untuk mengadakan koordinasi dan kerjasama yang sesuai dengan Konferensi para Uskup dan juga dengan masing-masing Uskup.
Kan. 709 - Konferensi para Pemimpin tinggi hendaknya memiliki statuta masing-masing yang mendapat aprobasi dari Takhta Suci; hanya oleh Takhta Suci itulah konferensi para Pemimpin tinggi dapat didirikan, juga sebagai badan hukum, dan tetap berada dibawah kepemimpinan tertingginya.


JUDUL III
TAREKAT SEKULAR

Kan. 710 - Tarekat sekular ialah tarekat hidup bakti, dimana umat beriman kristiani yang hidup di dunia mengusahakan kesempurnaan cintakasih dan juga berusaha untuk memberikan sumbangan bagi pengudusan dunia, terutama dari dalam.
Kan. 711 - Anggota tarekat sekular dengan pembaktian dirinya tidak mengubah kedudukan kanoniknya di antara umat Allah, atau awam atau klerus, dengan tetap berlaku ketentuan-ketentuan hukum yang menyangkut tarekat hidup bakti.
Kan. 712 - Dengan tetap berlaku ketentuan kan. 598 - 601, konstitusi hendaknya menentukan ikatan-ikatan suci, dengan mana nasihat-nasihat injili diterima dalam tarekat, serta merumuskan kewajiban-kewajiban yang muncul dari ikatan-ikatan itu, tetapi dalam gaya hidupnya selalu mempertahankan unsur sekularitas sebagai yang khas milik tarekat itu.
Kan. 713 - § 1. Para anggota dari tarekat itu mengungkapkan dan melaksanakan pembaktian dirinya dalam kegiatan kerasulan, dan bagaikan ragi mereka berusaha untuk meresapi segala sesuatu dengan semangat injili untuk memperkokoh dan memperkembangkan Tubuh Kristus.
§ 2. Anggota awam mengambil bagian dalam tugas Gereja mewartakan Injil, dalam dan dari dunia, baik dengan kesaksian hidup kristiani dan kesetiaan terhadap pembaktian dirinya, maupun dengan karya bantuan yang mereka sumbangkan untuk mengatur tata dunia menurut Allah dan mengubah dunia dengan kekuatan Injil. Mereka juga menyumbangkan kerjasama mereka sebagai pelayanan terhadap komunitas gerejawi dengan cara hidupnya yang sekular.
§ 3. Anggota klerikus, melalui kesaksian hidup bakti mereka, terutama dalam presbiterium dan dengan cintakasih kerasulan yang istimewa, menjadi bantuan bagi rekan-rekannya; dan di tengah umat Allah bekerja demi pengudusan dunia dengan pelayanan suci mereka.
Kan. 714 - Para anggota hendaknya hidup dalam kondisi dunia biasa, sendirian atau dalam keluarga masing-masing atau dalam kelompok hidup persaudaraan, menurut norma konstitusi.
Kan. 715 - § 1. Anggota klerikus yang menerima inkardinasi dalam suatu keuskupan bergantung pada Uskup diosesan, dengan tetap berlaku hal-hal yang berhubungan dengan hidup bakti dalam tarekat masing-masing.
§ 2. Sedangkan mereka yang menerima inkardinasi pada tarekat menurut norma kan. 266, § 3, jika diperuntukkan bagi karya milik tarekat atau kepemimpinan tarekat, bergantung pada Uskup seperti halnya para religius.
Kan. 716 - § 1. Semua anggota hendaknya secara aktif ikutserta dalam kehidupan tarekat, menurut hukum tarekat itu sendiri.
§ 2. Para anggota dari tarekat yang sama hendaknya memelihara persekutuan antar mereka, dengan mengusahakan secara tekun kesatuan semangat serta persaudaraan sejati.
Kan. 717 - § 1. Konstitusi hendaknya menggariskan tata-kepe-mimpinan masing-masing, menentukan jangka waktu para Pemimpin memangku jabatan dan cara mereka ditunjuk.
§ 2. Janganlah seseorang ditunjuk menjadi Pemimpin tertinggi, jika belum mendapat inkorporasi secara definitif.
§ 3. Mereka yang memegang kepemimpinan tarekat hendaknya mengusahakan agar kesatuan semangat tarekat itu dipelihara dan peranserta secara aktif para anggota dikembangkan.
Kan. 718 - Pengelolaan harta-benda tarekat yang harus mengung-kapkan dan memupuk kemiskinan injili, diatur dengan norma-norma dalam Buku V Harta Benda Gereja, dan dengan hukum tarekat itu sendiri. Demikian juga hukum tarekat itu hendaknya menentukan kewajiban-kewajiban terutama kewajiban finansial dari tarekat terhadap anggota yang bekerja bagi tarekat itu.
Kan. 719 - § 1. Para anggota, agar dapat dengan setia menjawab panggilannya serta agar kegiatan kerasulan mereka mengalir dari persatuannya dengan Kristus, hendaknya tekun berdoa, rajin membaca Kitab Suci dengan cara yang tepat, menepati waktu retret tahunan serta melaksanakan latihan-latihan rohani lain menurut ketentuan hukum tarekat itu sendiri.
§ 2. Perayaan Ekaristi, sedapat mungkin harian, hendaknya menjadi sumber dan kekuatan seluruh hidup bakti mereka.
§ 3. Hendaknya dengan bebas dan kerapkali menyambut sakramen tobat.
§ 4. Hendaknya dengan bebas memperoleh bimbingan hatinurani yang diperlukan serta, jika mau, meminta nasihat dalam hal semacam itu juga dari para Pemimpinnya.
Kan. 720 - Hak untuk menerima anggota dalam tarekat atau untuk probasi atau untuk mengikatkan diri dengan ikatan-ikatan suci, baik sementara maupun kekal atau definitif, ada pada para Pemimpin tinggi dengan dewannya menurut norma konstitusi.
Kan. 721 - § 1. Tidak sah diterima dalam probasi awal:
10 yang belum mencapai usia dewasa;
20 yang masih terikat oleh ikatan suci dalam suatu tarekat hidup bakti atau diinkorporasi dalam suatu serikat hidup kerasulan;
30 pasangan selama masih dalam perkawinan.
§ 2. Konstitusi dapat menetapkan halangan-halangan lain bagi penerimaan, juga demi sahnya, atau menambahkan persyaratan-persyaratan.
§ 3. Kecuali itu agar seseorang diterima haruslah ia memiliki kematangan yang dibutuhkan untuk menghayati hidup khas tarekat dengan baik.
Kan. 722 - § 1. Probasi awal hendaknya diatur agar para calon semakin baik mengenal panggilan ilahinya, yakni yang khas pada tarekat, dan dilatih untuk menghayati semangat dan cara hidup tarekat.
§ 2. Para calon hendaknya dibina secara tepat untuk hidup menurut nasihat-nasihat injili, dan diajar mengarahkan hidupnya secara utuh kepada kerasulan, dengan menggunakan bentuk-bentuk evangelisasi yang lebih sesuai dengan tujuan, semangat dan sifat khas tarekat tersebut.
§ 3. Dalam konstitusi hendaknya ditentukan cara dan waktu probasi tersebut yang mendahului ikatan-ikatan suci yang harus diterima untuk pertama kalinya, tidak lebih pendek dari dua tahun.
Kan. 723 - § 1. Setelah lewat waktu probasi awal, calon yang dinilai cakap hendaknya menyambut tiga nasihat injili yang dikuatkan dengan ikatan suci, atau meninggalkan tarekat.
§ 2. Inkorporasi pertama ini, yang tidak kurang dari lima tahun, hendaknya bersifat sementara menurut norma konstitusi.
§ 3. Sesudah waktu inkorporasi itu lewat, anggota yang dinilai cakap hendaknya diterima kedalam inkorporasi kekal atau definitif, yakni dengan ikatan-ikatan sementara yang selalu diperbarui.
§ 4. Inkorporasi definitif, sejauh menyangkut akibat-akibat yuridis tertentu yang harus ditentukan oleh konstitusi, disamakan dengan inkorporasi kekal.
Kan. 724 - § 1. Setelah diterima ikatan-ikatan suci untuk pertama kalinya, pembinaan harus dilanjutkan tak kunjung henti menurut konstitusi.
§ 2. Para anggota hendaknya diberi pengajaran yang seimbang dalam hal-hal ilahi maupun manusiawi; namun para Pemimpin hendaknya memperhatikan sungguh-sungguh pembinaan rohani yang terus-menerus dari para anggotanya.
Kan. 725 - Tarekat dapat menggabungkan pada dirinya, dengan suatu ikatan yang ditentukan dalam konstitusi, orang-orang beriman kristiani lain yang mengejar kesempurnaan injili menurut semangat tarekat itu, serta mengambil bagian dalam misinya.
Kan. 726 - § 1. Setelah lewat masa inkorporasi sementara, anggota dapat dengan bebas meninggalkan tarekat, atau atas alasan yang wajar oleh Pemimpin tinggi, sesudah mendengarkan dewannya, dapat ditolak untuk memperbarui ikatan-ikatan suci.
§ 2. Anggota inkorporasi sementara yang meminta atas kehendak sendiri, atas alasan berat, dapat memperoleh indult keluar dari Pemimpin tertinggi dengan persetujuan dewannya.
Kan. 727 - § 1. Anggota inkorporasi kekal yang mau meninggal-kan tarekat, setelah mempertimbangkan halnya secara sungguh-sungguh di hadapan Tuhan, hendaknya minta indult keluar dari Takhta Apostolik melalui Pimpinan tertinggi, jika tarekat itu bertingkat kepausan; jika tidak, hendaknya ia meminta kepada Uskup diosesan, sebagaimana ditentukan dalam konstitusi.
§ 2. Jika mengenai klerikus yang mendapat inkardinasi pada tarekat, hendaknya ditepati ketentuan kan. 693.
Kan. 728 - Setelah diberikan indult keluar secara legitim, terhenti-lah semua ikatan dan hak-hak serta kewajiban-kewajiban yang muncul dari inkorporasi pada tarekat itu.
Kan. 729 - Anggota dikeluarkan dari tarekat menurut norma kan. 694 dan 695; kecuali itu hendaknya konstitusi menentukan alasan-alasan lain untuk mengeluarkan anggota, asalkan alasan-alasan itu seimbang beratnya, lahiriah, mengandung kesalahan dan terbukti secara yuridis, dan ditepati prosedur yang telah ditentukan dalam kan. 697 - 700.  Bagi anggota yang dikeluarkan diterapkan ketentuan kan. 701.
Kan. 730 – Bila seorang anggota tarekat sekular yang satu pindah ke tarekat sekular lain, hendaknya ditepati ketentuan-ketentuan kan. 684, §§ 1, 2, 4 dan kan. 685; sedangkan untuk perpindahan ke tarekat religius atau serikat hidup kerasulan atau dari keduanya ke tarekat sekular, dibutuhkan izin Takhta Apostolik, yang perintah-perintahnya harus ditaati.




SEKSI II
SERIKAT HIDUP KERASULAN

Kan. 731 - § 1. Disamping tarekat-tarekat hidup bakti masih ada serikat-serikat hidup kerasulan, yang anggota-anggotanya tanpa kaul religius mengejar tujuan kerasulan yang khas bagi serikat, dan dengan menghayati hidup persaudaraan dalam kebersamaan menurut cara hidup khas mereka, mengarahkan diri kepada kesempurnaan cinta-kasih dengan menaati konstitusi.
§ 2. Di antara serikat-serikat itu ada yang anggota-anggotanya menghayati nasihat-nasihat injili dengan suatu ikatan yang ditentukan dalam konstitusi.
Kan. 732 - Hal-hal yang ditetapkan dalam kan. 578-597 dan 606 berlaku bagi serikat-serikat hidup kerasulan, dengan tetap dipertahankan hakikat masing-masing serikat; sedangkan bagi serikat-serikat yang disebut dalam kan. 731, § 2, berlaku juga kan. 598-602.
Kan. 733 - § 1. Rumah didirikan dan komunitas lokal dibentuk oleh otoritas yang berwenang dari serikat, setelah memperoleh persetujuan tertulis dari Uskup diosesan, yang juga harus dimintai pendapatnya jika rumah atau komunitas tersebut akan dibubarkan.
§ 2. Persetujuan untuk mendirikan rumah membawa-serta hak mempunyai sekurang-kurangnya ruang doa, dimana Ekaristi mahakudus hendaknya dirayakan dan disimpan.
Kan. 734 - Kepemimpinan serikat ditentukan oleh konstitusi, dengan mengindahkan kan. 617-633, menurut hakikat masing-masing serikat.
Kan. 735 - § 1. Penerimaan, probasi, inkorporasi dan pembinaan anggota ditentukan oleh hukum masing-masing serikat.
§ 2. Untuk penerimaan kedalam serikat hendaknya ditepati syarat-syarat yang ditentukan dalam kan. 642-645.
§ 3. Hukum serikat sendiri harus menentukan cara probasi dan pembinaan yang disesuaikan dengan tujuan dan ciri serikat, terutama segi-segi ajaran, kerohanian dan kerasulannya sedemikian sehingga para anggota dengan mengenali panggilan ilahinya dipersiapkan secara baik bagi misi dan hidup serikat.
Kan. 736 - § 1. Dalam serikat-serikat klerikal, para klerikus mendapat inkardinasi kedalam serikat itu sendiri, kecuali konstitusi menentukan lain.
§ 2. Dalam hal-hal yang berhubungan dengan studi dan penerimaan tahbisan, hendaknya ditepati norma-norma klerus sekular, dengan tetap berlaku § 1.
Kan. 737 - Inkorporasi membawa-serta, dari pihak anggota, kewajiban-kewajiban dan hak-hak yang ditentukan dalam konstitusi, sedangkan dari pihak serikat tugas untuk membimbing para anggota mencapai tujuan panggilannya menurut konstitusi.
Kan. 738 - § 1. Semua anggota tunduk kepada Pemimpin-pemimpin mereka sendiri menurut norma konstitusi dalam hal-hal yang menyangkut hidup intern dan disiplin serikat.
§ 2. Mereka tunduk juga kepada Uskup diosesan dalam hal-hal yang menyangkut ibadat publik, reksa jiwa-jiwa serta karya-karya kerasulan lain, dengan memperhatikan kan. 679-683.
§ 3. Hubungan anggota serikat yang mendapat inkardinasi pada suatu keuskupan dengan Uskupnya, ditentukan dalam konstitusi atau perjanjian-perjanjian khusus.
Kan. 739 - Para anggota, disamping terikat kewajiban-kewajiban menurut konstitusi yang mengikatnya selaku anggota serikat, juga terikat oleh kewajiban-kewajiban umum para klerikus, kecuali dari hakikat hal atau konteks pembicaraannya nyata lain.
Kan. 740 - Para anggota harus tinggal di rumah atau komunitas yang dibentuk secara legitim dan memelihara hidup-bersama menurut norma hukum serikat itu sendiri; dalam hukum itu diatur pula kepergian dari rumah atau dari komunitas.
Kan. 741 - § 1. Jika konstitusi tidak menetapkan lain, serikat-serikat, bagian-bagian dan rumah-rumahnya merupakan badan hukum, dan sebagai badan hukum mampu memperoleh, memiliki, mengelola dan mengalih-milikkan harta benda, menurut norma ketentuan-ketentuan Buku V Harta Benda Gereja, kan. 636, 638 dan 639, serta hukum serikat itu sendiri.
§ 2. Juga para anggota, menurut norma hukum serikatnya sendiri, mampu memperoleh, memiliki, mengelola harta-benda serta menentukan pengaturannya, akan tetapi apapun yang diperoleh demi serikat menjadi milik serikat.
Kan. 742 - Hal keluar dan mengeluarkan anggota yang belum mendapat inkorporasi dalam serikat secara definitif, diatur oleh konstitusi masing-masing serikat.
Kan. 743 - Indult untuk meninggalkan serikat, dengan akibat berhentinya hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang muncul dari inkorporasi, dengan tetap berlaku ketentuan kan. 693, dapat diperoleh anggota yang telah diinkorporasi secara definitif dari Pemimpin tertinggi dengan persetujuan dewannya, kecuali hal itu menurut konstitusi direservasi bagi Takhta Suci.
Kan. 744 - § 1. Juga direservasi bagi Pemimpin tertinggi, dengan persetujuan dewannya, untuk memberikan izin kepada anggota yang sudah mendapat inkorporasi secara definitif untuk pindah ke serikat hidup kerasulan lain; sementara itu hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari serikatnya ditangguhkan, tetapi dengan tetap ada hak untuk kembali sebelum ada inkorporasi definitif ke dalam serikat yang baru.
§ 2. Untuk berpindah ke tarekat hidup bakti, atau dari suatu tarekat hidup bakti ke suatu serikat hidup kerasulan, dibutuhkan izin Takhta Suci, yang perintah-perintahnya harus ditaati.
Kan. 745 - Pemimpin tertinggi dengan persetujuan dewannya dapat memberikan indult kepada seorang anggota yang telah mendapat inkorporasi secara definitif untuk hidup di luar serikat, tetapi tidak lebih dari tiga tahun; hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang tidak dapat diselaraskan dengan situasi baru dari anggota itu ditangguhkan; namun ia tetap berada dalam reksa para Pemimpinnya. Jika mengenai seorang klerikus, disamping itu, dituntut persetujuan Ordinaris wilayah tempat ia harus tinggal, serta tetap dalam reksa dan ketergantungan padanya.
Kan. 746 - Untuk mengeluarkan seorang anggota yang telah mendapat inkorporasi secara definitif hendaknya ditepati kan. 694-704 dengan penyesuaian seperlunya.

No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.