Header Ads

Terang Sabda

Pedoman Umum Misale Romawi

PEDOMAN UMUM MISALE ROMAWI

(Institutio Generalis Missalis Romani)

Daftar Isi

PRAKATA (1)
Kesaksian Iman yang Tak Berubah (2-5)
Kelangsungan Tradisi yang Tak Terputus (6-9)
Penyesuaian dengan Keadaan Baru (10-15)
BAB I - MAKNA DAN MARTABAT PERAYAAN EKARISTI (16-26)
BAB II - SUSUNAN, UNSUR-UNSUR, DAN BAGIAN-BAGIAN MISA
I. Susunan Umum Misa (27-28)
II. Aneka Unsur Misa (29-45)
    Pewartaan dan Penjabaran Sabda Allah (29)
    Doa dan tugas-tugas Imam lainnya (30-33)
    Rumus-rumus Lain dalam Perayaan (34-37)
    Cara membawakan Aneka Teks (38)
    Makna Nyanyian (39-41)
    Tata Gerak dan Sikap Tubuh (42-44)
    Saat Hening (45)
III. Bagian-bagian Misa
A. Ritus Pembuka (46)
   Perarakan Masuk (47-48)
   Penghormatan Altar dan Salam Kepada Umat (49-50)
   Pernyataan Tobat (51)
   Tuhan Kasihanilah (52)
   Kemuliaan (53)
   Doa Pembuka (54)
B. Liturgi Sabda (55)
   Saat Hening (56)
   Bacaaan – bacaan dari Alkitab (57-60)
   Mazmur Tanggapan (61)
   Bait Pengantar Injil (62-64)
   Homili (65-66)
   Pernyataan Iman (67-68)
   Doa Umat (69-71)
C. Liturgi Ekaristi (72)
   Persiapan Persembahan (73-76)
   Doa Persiapan Persembahan (77)
   Doa Syukur Agung (78-79)
   Ritus Komuni (80)
   Bapa Kami (81)
   Ritus Damai (82)
   Pemecahan Roti (83)
   Komuni (84-89)
D. Ritus Penutup (90)
BAB III - TUGAS DAN PELAYANAN DALAM MISA (91- 111)
I. Tugas-tugas Pelayan Tertahbis (92-94)
II. Tugas-tugas Umat Allah (95-97)
III. Pelayanan-pelayanan Khusus
      Pelayanan Akolit dan Lektor yang Dilantik (98 -99)
      Tugas-tugas lain (100-107)
IV. Pembagian Tugas dan Persiapan Perayaan (108-111)
BAB IV - PELBAGAI BENTUK PERAYAAN MISA (112-287)
I. MISA UMAT (115-198)
Hal-hal yang Harus Disiapkan (117-119)
A. Misa Umat Tanpa Diakon (120-170)
     Ritus Pembuka (120-127)
     Liturgi Sabda (128-138)
     Liturgi Ekaristi (139-165)
     Ritus Penutup (166-170)
B. Misa Umat dengan Diakon (171-186)
     Ritus Pembuka (172-174)
     Liturgi Sabda (175-177)
     Liturgi Ekaristi (178-183)
     Ritus Penutup (184-186)
C. Tugas Akolit (187)
     Ritus Pembuka (188-189)
     Liturgi Ekaristi (190-193)
D. Tugas Lektor (194-198)
     Ritus Pembuka (194-195)
     Liturgi Sabda (196-198)
II. MISA KONSELEBRASI (199-209)
Ritus Pembuka (210-211)
Liturgi Sabda (212-213)
Liturgi Ekaristi (214-215)
Cara Membawakan Doa Syukur Agung (216-236)
      A. Doa Syukur Agung I atau Kanon Romawi (219-225)
      B. Doa Syukur Agung II (226-228)
      C. Doa Syukur Agung III (229-231)
      D. Doa Syukur Agung IV (232-236)
Ritus Komuni (237-249)
Ritus Penutup (250-251)
III. MISA DENGAN HANYA SATU PELAYAN (252-272)
Ritus Pembuka (256-259)
Liturgi Sabda (260-264)
Liturgi Ekaristi (265-271)
Ritus Penutup (272)
IV. BEBERAPA KAIDAH UMUM UNTUK SEMUA BENTUK MISA (273-287)
Penghormatan Altar dan Kitab Injil (Evangeliarium) (273)
Berlutut dan Membungkuk (274-275)
Penggunaan Dupa (276-277)
Pembersihan Bejana-bejana (278-280)
Komuni-Dua-Rupa (281-287)
BAB V - TATA RUANG DAN PERLENGKAPAN GEREJA UNTUK PERAYAAN EKARISTI (288-318)
I. Asas-asas Umum (288-294)
II. Penataan Panti Imam untuk Perayaan Kudus (295)
Altar dan Hiasannya (296-308)
Mimbar (309)
Kursi Imam Selebran dan Para Pelayan lain (310)
III. Penataan Ruang Lain dalam Gereja (311-318)
Tempat Umat Beriman (311)
Tempat Paduan Suara dan Alat Musik (312-313)
Tempat Tabernakel (314-317)
Patung Kudus (318)
BAB VI - YANG DIPERLUKAN UNTUK PERAYAAN MISA (319-351)
I. Roti dan Anggur (319-324)
II. Perabot Ibadat pada Umumnya (325-326)
III. Bejana Kudus (327-334)
IV. Busana Liturgis (335-347)
V. Hal-hal Lain (348-351)
BAB VII - PEMILIHAN RUMUS MISA DAN BAGIAN-BAGIANNYA (352-367)
I. Pemilihan Rumus Misa (353-355)
II. Pemilihan Bagian-bagian Misa (356)
Pemilihan Bacaan (357-362)
Pemilihan Doa (363)
Pemilihan Doa Syukur Agung (364-365)
Pemilihan Nyanyian (366-367)
BAB VIII - MISA DAN DOA UNTUK PELBAGAI KESEMPATAN DAN MISA ARWAH (368-385)
I. Misa dan Doa untuk Pelbagai Kesempatan (368-378)
II. Misa Arwah (379-385)
BAB IX - PENYERASIAN YANG MENJADI WEWENANG USKUP DAN KONFERENSI USKUP (386-399)

 

PRAKATA

1. Ketika Kristus, Tuhan Kita, hendak merayakan perjamuan paskah bersama murid-muridnya, untuk menetapkan kurban Tubuh dan Darah-Nya, Ia menyuruh para murid menyiapkan ruang perjamuan yang luas, lengkap dengan pembaringan-pembaringan (Luk 22:12). Gereja selalu berpendapat bahwa perintah Yesus itu berlaku juga untuk dirinya. Maka dari itu, Gereja selalu mengatur perayaan Ekaristi Mahakudus dan memberikan pedoman tentang sikap batin, tata ruang, tata perayaan, dan rumus teks yang diperlukan untuk perayaan Ekaristi. Demikian juga pada zaman ini kita mengalami sekali lagi bagaimana Gereja, dengan iman dan cinta yang setia terhadap misteri Ekaristi yang mahaagung, menunaikan tanggungjawab ini. Hal ini kita lihat dalam pedoman yang diberikan atas mandat Konsili Vatikan II, serta dalam Misale (= Missale, Buku Misa) baru yang mulai sekarang digunakan dalam gereja latin untuk perayaan Ekaristi. Di sini tampak pula kelangsungan tradisi, meskipun ada hal-hal yang diperbaharui.


Kesaksian Iman yang Tak Berubah

2. Konsili Trente sudah menandaskan secara sungguh-sungguh, bahwa sedari hakikatnya Misa adalah kurban;[17] hal ini memang sesuai dengan tradisi Gereja universal. Ajaran ini ditegaskan kembali oleh Konsili Vatikan II yang mengutarakan kata-kata mutiara tentang Misa sebagai berikut: “Dalam perjamuan malam terakhir, ketika akan diserahkan, Juruselamat kita mengadakan kurban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dalam kurban ini Ia mengabadikan kurban salib untuk selama-lamanya sampai Ia datang kembali. Di sini kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, Ia mempercayakan kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya.”[18]

Ajaran Konsili ini senantiasa diungkapkan pula dalam rumus-rumus Misa. Misalnya saja ajaran yang secara singkat padat tertera dalam buku Sacramentarium Leoniaum: “etiap kali kenangan akan kurban ini dirayakan, karya penebusan kita terlaksana.”[19] Keyakinan ini dijabarkan secara cermat dan tepat dalam Doa-Doa Syukur Agung. Sebab bila dalam Doa Syukur Agung imam melakukan pengenangan (anamnesis), ia menghadap Allah, juga atas nama seluruh umat, bersyukur kepada-Nya dan mempersembahkan kurban yang hidup dan suci, yang merupakan persembahan Gereja sebagai kurban sejati, yakni Putra-Nya sendiri, yang berkat kematian-Nya telah mendamaikan kita dengan Allah.[20] Imam pun berdoa agar Tubuh dan Darah Kristus menjadi kurban yang berkenan pada Allah dan membawa keselamatan bagi seluruh dunia.[21]

Dengan demikian, dalam Misale baru, tata doa (lex orandi) Gereja sesuai dengan tata iman (lex crecendi) yang abadi. Sebab menurut iman Gereja kita diajar, bahwa antara kurban salib dan pengulangannya secara sakramental dalam Misa tidak ada perbedaan. Perbedaannya terletak hanya dalam cara pengurbanannya. Jadi kurban salib dan kurban Misa itu satu dan sama, yakni kurban yang dipersembahkan dan diwariskan oleh Kristus Tuhan pada perjamuan malam terakhir. Ini diperintahkan kepada para rasul, supaya dilakukan sebagai kenangan akan Dia. Maka Misa itu sekaligus merupakan kurban pujian dan syukur, kurban pendamai dan pelunas.

3. Selanjutnya, diajarkan oleh Konsili Trente,[22] bahwa dalam Misa Tuhan sungguh-sungguh hadir dalam rupa roti dan anggur. Ajaran iman tentang misteri agung ini ditandaskan pula oleh Konsili Vatikan II[23] dan oleh dokumen pengajaran Gereja lainnya tanpa mengubah apa-apa.[24] Kenyataan ini diungkapkan dalam perayaan Misa, bukan hanya dalam kata-kata konsekrasi, yaitu pada saat roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus, melainkan juga dalam sikap khidmat dan tanda-tanda penghormatan serta penyembahan yang ditunjukan dalam perayaan ekaristis. Dari sebab itu, pada hari Kamis Putih dan pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, umat kristen diajak menghormati Sakramen agung ini secara istimewa.

4. Hakikat pelayanan imamat tampak jelas dalam perayaan Ekaristi, yaitu dalam tempat dan tugas yang khusus diperuntukkan bagi imam. Pelayanan itu dipercayakan kepada imam, yang selaku pribadi Kristus mempersembahkan kurban dan memimpin umat beriman yang berhimpun. Tugas khusus imam itu diuraikan dengan jelas dalam prefasi Mika Krisma pada hari Kamis dalam Pekan Suci. Sebab pada hari itu diperingati penetapan imamat. Dalam prefasi itu digambarkan, bahwa kuasa imamat itu diserahkan dengan penumpangan tangan. Di situ disebutkan juga tugas-tugas imam, sehingga menjadi jelas, bahwa dalam pelayanan imamat, Kristus melangsungkan kuasa-Nya sendiri sebagai imam agung Perjanjian Baru.

5. Akan tetapi, hakikat-pelayanan imamat ini terwujud juga dalam bentuk lain, yaitu imamat rajawi umat beriman. Arti imamat umat beriman ini akan menjadi jelas dalam cahaya imamat jabatan. Sebab inti imamat umat ialah bahwa umat beriman mempersembahkan kurban rohani yang terlaksana melalui jabatan para imam dalam persatuan dengan kurban Kristus, satu-satunya pengantara.[25] Perayaan Ekaristi merupakan tindakan seluruh Gereja. Dalam perayaan itu hendaknya setiap orang melakukan tugas masing-masing, tidak kurang dan tidak lebih, menurut kedudukannya dalam umat Allah. Maka dari itu beberapa segi dalam perayaan Ekaristi yang pada abad-abad yang lalu kadang-kadang kurang diperhatikan, sekarang mendapat perhatian lebih banyak: Umat Allah yang ditebus dengan Darah Kristus adalah umat yang dihimpun oleh Tuhan dan dipuaskan dengan sabda-Nya. Mereka itulah umat yang di panggil untuk memanjatkan permohonan seluruh umat manusia kepada Allah. Mereka itulah umaat yang mempersembahkan kurban Kristus sambil bersyukur atas misteri keselamatannya dalam Kristus. Akhirnya, mereka itu jugalah umat yang tumbuh menjadi satu karena persekutuan dengan Tubuh dan Darah Kristus. Umat ini pada dasarnya memang umat kudus, namun mereka harus tumbuh terus-menerus dalam kekudusan dengan dengan berpartisipasi secara sadar, aktif, dan penuh makna dalam misteri Ekaristi.[26]


Kelangsungan Tradisi yang Tak Terputus

6. Konsili Vatikan II mengamanatkan agar Tata Perayaan Ekaristi ditinjau kembali. Antara lain dituntut, agar beberapa bagian dalam perayaan itu dipulihkan “selaras dengan tradisi kuno para Bapa suci.”[27] Kata-kata ini juga dipergunakan oleh S. Pius V, ketika beliau pada tahun 1570 mengumumkan Misale Trente dalam Konstitusi Apostolik “Quo primum”. Kata-kata itu menunjukkan, bahwa kedua Misale Romawi tersebut mengandung tradisi yang sama, meskipun berselang empat abad. Bila tradisi itu direnungkan dengan lebih mendalam, maka jelaslah bagaimana Misale yang pertama itu disempurnakan oleh Misale yang sekarang ini.

7. Zaman empat abad yang lalu itu merupakan zaman yang sangat sulit. Bahaya besar mengancam kepercayaan katolik terhadap nilai Misa sebagai kurban, nilai imamat jabatan, dan nilai kehadiran Kristus secara nyata dan lestari dalam lambang Ekaristi. Maka dari itu, S. Pius V sangat berminat, agar tradisi iman asli yang diserang dengan tidak semena-mena itu, dipertahankan tanpa mengadakan banyak perubahan dalam perayaan suci. Memang, Misale 1570 itu hampir tidak berbeda dengan Misale sebelumnya, terbitan tahun 1474. Misale itu pun mengikuti dengan setia Misale dari zaman Paus Innocentius III. Lagi pula, berdasarkan naskah yang terdapat dalam perpustakaan Vatikan, memang diadakan beberapa perbaikan teks dalam Misale Pius V. Namun naskah-naskah itu tidak memungkinkan bahwa penyelidikan terhadap “pengarang-pengarang kuno dan ternama” waktu itu menghasilkan sesuatu yang melampaui komentar-komentar liturgi dari abad pertengahan.

8. Sebaliknya, dewasa ini, “tradisi para Bapa suci” yang dicita-citakan oleh penyusun Misale Pius V itu, telah diketemukan berkat tulisan para sarjana yang tak terbilang banyaknya. Sebab pada tahun 1571 untuk pertama kalinya diterbitkan Sacramentarium Gregorianum. Kemudian berulang kali dicetak juga edisi kritis Sacramentarium Romanum dan Ambrosianum. Juga diterbitkan buku-buku liturgis kuno dari Hispania dan Gallia yang memuat amat banyak doa dengan nilai rohani yang tinggi, yang sampai zaman Trente belum diketahui.

Lagi pula, tradisi abad-abad pertama, yaitu tradisi sebelum terbentuknya Ritus Timur dan Ritus Barat, telah dikenal dengan lebih baik pada zaman kita, karena begitu banyak dokumen liturgi yang diketemukan.

Di samping itu, karena kemajuan ilmu patristik, teologi tentang misteri Ekaristi mengalami pengaruh dari ajaran para bapa Gereja, terutama bapa-bapa yang terkenal pada zaman kuno, seperti S.Ireneus, S.Ambrosius, S. Sirilus dari Yerusalem, dan S. Yohanes Krisostomus.

9. Dari sebab itu, mengikuti “tradisi para Bapa suci” tidak berarti bahwa asal apa yang diwariskan para leluhur yang paling dekat dengan kita itu dipelihara, tetapi juga bahwa seluruh sejarah Gereja ditinjau dan dipertimbangkan, termasuk semua cara dan bentuk ibadat yang pernah dipakai untuk mengungkapkan iman yang satu dan sama, kendati bentuk-bentuk ibadat begitu berbeda satu sama lain karena terdapat di daerah-daerah Semit, Yunani, dan Latin. Tinjauan yang lebih luas dan mendalam ini menyadarkan kita bagaimana Roh Kudus menganugerahkan kesetiaan yang luar biasa kepada umat Allah untuk menjaga harta warisan iman yang tak berubah, meskipun doa dan ritus masing-masing begitu berbeda.


Penyesuaian dengan Keadaan Baru

10. Jadi, Misale baru ini memberikan kesaksian tentang adanya tata doa Gereja Roma dan memelihara harta warisan iman yang diwartakan oleh konsili-konsili yang terakhir. Akan tetapi, disamping itu, Misale baru ini merupakan suatu tahap penting dalam perkembangan liturgi.

Para bapa Konsili Vatikan II memang mengulangi rumusan-rumusan dogmatik Trente, namum mereka berbicara pada zaman yang telah sangat berubah. Maka dari itu, mereka dapat mengemukakan saran dan petunjuk di bidang pastoral yang empat abad yang lalu tidak terpikirkan.

11. Konsili Trente sudah menjunjung tinggi segi kateketis dalam perayaan Ekaristi. Meskipun demikian, Trente belum dapat menarik segala konsekuensi yang praktis. Misalnya pada waktu itu banyak orang menuntut agar dalam kurban Misa boleh digunakan bahasa umat setempat. Namun karena tuntutan situasi Gereja pada zaman itu, Konsili Trente merasa wajib untuk menegaskan kembali ajaran gereja, bahwa kurban Misa itu pertama-tama adalah tindakan Kristus sendiri, sehingga hasil Misa yang sesungguhnya tidak tergantung dari partisipasi umat beriman.Ini dirumuskan sebagai berikut : “Meskipun Misa mengandung banyak pengajaran untuk umat, namun tidak disetujui oleh Konsili, bahwa Misa dirayakan dalam bahasa umat setempat.”[28] Bahkan dianggap terkutuklah siapa saja yang “menolak kebiasaan dalam Gereja Roma untuk mengucapkan Kanon dan kata-kata konsekrasi dengan suara lembut, atau yang berpendapat bahwa Misa harus dirayakan dalam bahasa umat setempat.”[29] Akan tetapi, kalau di satu pihak dilarang menggunakan bahasa umat setempat, maka di lain pihak para pastor diperintahkan untuk mengimbangi kekurangan itu dengan katekese yang sesuai: “Supaya domba-domba Kristus jangan sampai kelaparan, ... maka Konsili memerintahkan para gembala umat beriman dan semua yang bertanggung jawab atas umat beriman, agar dalam Misa, mereka sendiri atau lewat orang lain, menjelaskan teks-teks yang dibacakan, dan menguraikan misteri kurban mahakudus ini, lebih-lebih pada hari-hari Minggu dan pesta.”[30]

12. Konsili Vatikan II berhimpun dengan maksud untuk menyesuaikan Gereja dengan tuntutan tugas kerasulannya pada zaman ini. Maka dari itu, Konsili Vatikan II, seperti halnya Konsili Trente, sungguh-sungguh menyadari segi kateketis dan pastoral dalam liturgi.[31] Jadi, meskipun setiap orang katolik tahu bahwa liturgi dalam bahasa latin itu sah dan bermanfaat, namun diakui juga bahwa “pemakaian bahasa umat setempat seringkali berguna bagi umat,” sehingga penggunaan bahasa umat setempat diizinkan.[32] Izin ini di mana-mana disambut dengan begitu gembira, sehingga, di bawah bimbingan para Uskup dan Takhta Apostolik sendiri, dewasa ini semua perayaan liturgi yang dihadiri umat boleh diselenggarakan dalam bahasa umat setempat, agar dengan demikian misteri yang dirayakan, dipahami dengan lebih jelas.

13. Penggunaan bahasa umat setempat dalam liturgi, betapapun pentingnya, hanyalah merupakan alat, yaitu untuk mengungkapkan dengan jelas dan secara kateketis misteri yang dirayakan. Maka dari itu, Konsili Vatikan II menegaskan kembali beberapa keputusan Trente yang belum ditaati di semua tempat. Misalnya saja diharuskan adanya homili pada hari-hari Minggu dan pesta,[33] dan diizinkan agar di antara ritus-ritus kudus disisipkan penjelasan-penjelasan singkat.[34]

Terutama satu harapan, yang juga dikemukan oleh bapa-bapa dalam konsili Trente, telah dilaksanakan oleh Konsili Vatikan II, yaitu, agar umat beriman berpartisipasi dalam Misa dengan
lebih sempurna dan “tidak hanya berkomuni secara rohani, tetapi juga secara sakramental.”[35] Mengenai hal ini dinasihatkan oleh Konsili Vatikan II, “agar umat beriman berpartisipasi lebih sempurna di dalam Ekaristi, yakni : sesudah imam menyambut Tubuh dan Darah Tuhan, umat beriman pun hendaknya ikut menyambut dari kurban yang sama.”[36]

14. Terdorong oleh semangat pastoral yang sama, Konsili Vatikan II telah berhasil meninjau kembali penetapan Konsili Trente tentang komuni-dua-rupa. Sebab dewasa ini tidak dipersoalkan lagi ajaran bahwa komuni-roti saja sudah merupakan komuni penuh. Namun Konsili mengizinkan komuni-dua-rupa pada kesempatan-kesempatan tertentu, supaya dengan demikian lambang sakramen menjadi tampak lebih jelas dan misteri Ekaristi dipahami secara lebih mendalam oleh umat beriman yang merayakannya.[37]

15. Dengan demikian, sebagai pengajar kebenaran Gereja tetap setia dalam tugasnya untuk menjaga “yang lama”, yakni harta warisan tradisi ; sekaligus Gereja menunaikan tugas lainnya, yakni mempertimbangkan dan mempergunakan “yang baru” dengan bijaksana (bdk. Mat 13:52).

Sebagian dari Misale Romawi baru itu lebih mengarahkan doa-doa Gereja kepada keperluan zaman keperluan zaman kita. Hal ini berlaku terutama dalam Misa-Misa Ritual dan Misa untuk Pelbagai Keperluan dan Kesempatan. Dalam rumus-rumus itu secara indah yang lama dipadukan dengan yang baru. Maka di samping banyak rumus diambil alih secara utuh dari warisan Gereja yang sangat kuno, sebagaimana terbukti juga dalam terbitan-terbitan Misale Romawi sebelumnya, ada rumusan-rumusan lain yang disesuaikan dengan keadaan zaman sekarang. Ada lagi yang diciptakan baru, sering dengan meminjam pikiran dan perkataan dari dokumen-dokumenKonsili yang lalu; misalnya doa-doa untuk Gereja, doa untuk kaum awam, doa untuk menguduskan pekerjaan, doa untuk keluarga semua bangsa dan untuk pelbagai keperluan khas zaman kita.

Gereja kini sangat terbuka terhadap dunia dan menyadari kedudukan dunia secara baru. Maka sudah sewajarnyalah bila dalam menggunakan rumus-rumus dari tradisi yang sangat kuno, kalimat-kalimatnya kadang kala diubah, supaya lebih sesuai dengan bahasa teologi modern serta lebih tepat mencerminkan sikap Gereja masa kini. Misalnya saja sejumlah teks yang mengandung penilaian tentang harta dunia dan berkaitan dengan pemakaiannya telah diubah; demikian pula ungkapan-ungkapan mengenai tata cara tobat yang berasal dari zaman lain dalam sejarah Gereja.

Dengan demikian kaidah-kaidah liturgi Konsili Trente dalam beberapa hal telah dilengkapi dan disempurnakan oleh kaidah-kaidah Konsili Vatikan II. Maka, kini umat beriman diantar lebih dekat kepada liturgi kudus. Itulah buah dari segala usaha yang digalakkan selama empat abad terakhir, tetapi terutama pada abad kita, berkat studi liturgi yang direstui dan dimajukan oleh S. Pius X dan para penggantinya.


BAB I
MAKNA DAN MARTABAT PERAYAAN EKARISTI

16. Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus sendiri bersama umat Allah yang tersusun secara hirarkis. Baik bagi Gereja Universal dan Gereja Partikular, maupun bagi setiap orang beriman, Ekaristi merupakan pusat seluruh kehidupan kristen.[38] Sebab dalam perayaan Ekaristi terletak puncak Karya Allah menguduskan dunia, dan puncak karya manusia memuliakan bapa lewat Kristus Putra Allah, dalam Roh Kudus.[39] Kecuali itu, perayaan Ekaristi merupakan pengenangan misteri penebusan sepanjang tahun. Dengan demikian, boleh dikatakan misteri penebusan tersebut dihadirkan untuk umat.[40] Segala perayaan ibadat lainnya, juga pekerjaan sehari-hari dalam kehidupan kristen, berkaitan erat dengan perayaan Ekaristi : bersumber dari padanya dan tertuju kepadanya.[41]

17. Oleh karena itu, sungguh penting untuk mengatur perayaan Ekaristi atau Perjamuan Tuhan tersebut sedemikian rupa sehingga para pelayan dan umat beriman lainnya, dapat berpartisipasi dalam perayaan itu menurut tugas dan peran masing-masing, serta dapat memetik buah-hasil Ekaristi sepenuh-penuhnya.[42] Itulah yang dikehendaki Kristus ketika menetapkan kurban ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan maksud itu pula Ia mempercayakan misteri ini kepada Gereja, mempelai-Nya yang terkasih, sebagai kenangan akan wafat dan kebangkitan-Nya.[43]

18. Untuk mencapai tujuan tersebut, hendaknya Ekaristi dirayakan sesuai dengan keadaan umat setempat. Seluruh perayaan hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga umat yang hadir dapat berpartisipasi secara sadar, aktif, dan penuh, yakni berpartisipasi dengan jiwa dan raganya, serta dikobarkan dengan iman, harapan, dan kasih. Itulah yang diharapkan Gereja dan dituntut oleh hakikat perayaan Ekaristi sendiri. Umat kristen mempunyai hak dan kewajiban untuk beribadat secara demikian berkat pembaptisan mereka.[44]

19. Kehadiran dan partisipasi aktif umat beriman mengungkapkan dengan lebih jelas bahwa pada hakikatnya perayaan Ekaristi adalah perayaan umat.[45] Namun kadang-kadang umat tidak dapat hadir.

Meskipun demikian, perayaan Ekaristi tetap mengandung daya penebusan dan nilai luhur bagi mereka. Sebab Kristus dan Gerejalah yang menyelenggarakan perayaan Ekaristi; di dalamnya imam memenuhi tugas utamanya dan selalu bertindak demi keselamatan umat.

Oleh karena itu, dianjurkan agar imam juga merayakan kurban Ekaristi harian, bilamana mungkin.[46]

20. Seperti halnya dengan semua liturgi, Perayaan Ekaristi pun dilaksanakan dengan menggunakan tanda-tanda inderawi. Lewat tanda-tanda itu iman umat diungkapkan, dipupuk, dan diperkuat.[47] Dari sebab itu, sungguh penting untuk memanfaatkan semua unsur dan bentuk perayaan yang disediakan oleh Gereja. Hal itu memungkinkan umat berpartisipasi secara lebih aktif dan memetik manfaat lebih besar bagi kepentingan rohaninya. Semua itu dilaksanakan dengan memperhatikan kekhususan umat dan tempat.

21. Tujuan pedoman ini ialah: memberikan petunjuk umum untuk menata perayaan Ekaristi secara tepat dan menyediakan pedoman untuk mengatur masing-masing bentuk perayaan.[48]

22. Perayaan Ekaristi dalam Gereja partikular amatlah penting. Di sini, Uskup diosesan, sebagai penyalur utama misteri-misteri Allah dalam gereja partikular yang dipercayakan kepada reksa pastoralnya, berperan sebagai pengatur, penggerak, dan pemelihara seluruh kehidupan liturgis.[49]

Dalam perayaan-perayaan yang dipimpin oleh Uskup, khususnya dalam perayaan Ekaristi yang dipimpin Uskup dengan partisipasi para imam, diakon, serta umat, ditampakkan misteri Gereja. Oleh karena itu, perayaan Misa agung seperti ini harus dijadikan contoh untuk seluruh keuskupan.

Maka, Uskup harus berusaha agar para imam, diakon, dan umat beriman kristen selalu berusaha semakin memahami makna ritus dengan teks-teks liturgis. Dengan demikian, mereka dibimbing untuk merayakan Ekaristi secara aktif dan menghasilkan buah. Menyadari maksud ini, Uskup hendaknya juga sungguh peduli untuk meningkatkan mutu perayaan-perayaan tersebut. Dalam upaya peningkatan mutu ini, keindahan tata ruang liturgi, musik, dan seni hendaknya dimanfaatkan semaksimal mungkin.

23. Selanjutnya, supaya perayaan seperti itu sungguh-sungguh makin selaras dengan semangat dan ketentuan-ketentuan liturgi kudus, dan agar dampak pastoralnya semakin meningkat, maka sejumlah penyesuaian dan penyerasian sesebut secara rinci dalam buku Pedoman Umum Misale Romawi dan Tata Perayaan Ekaristi ini.

24. Untuk sebagian besar, penyerasian-penyerasian itu terbatas pada pemilihan ritus atau teks, yakni pemilihan nyanyian, bacaan, doa, ajakan, dan tata gerak yang lebih sesuai dengan kebutuhan, kesiapan, dan kekhasan jemaat. Pemilihan-pemilihan seperti itu dipercayakan kepada imam yang memimpin perayaan Ekaristi. Namun, imam harus ingat bahwa dia adalah pelayan liturgi kudus, dan bahwa ia sendiri tidak diizinkan menambah, mengurangi, atau mengubah sesuatu dalam perayaan Misa atas kemauannya sendiri.[50]

25. Di samping itu, sesuai dengan Konstitusi Liturgi[51] (bdk. juga No. 387,388-393 di bawah), sejumlah penyerasian menjadi wewenang Uskup diosesan atau Konferensi Uskup; semua itu ditunjukan pada tempatnya dalam Misale.

26. Akhirnya, perubahan lain dan penyerasian yang lebih mendalam, yakni yang berkaitan erat dengan tradisi dan kekhasan bangsa dan wilayah tertentu, hendaknya dilaksanakan sesuai dengan maksud KL no. 40. Dalam hal ini, hendaknya dipatuhi juga apa yang digariskan dalam Instruksi Liturgi Romawi dan Inkulturasi[52] dan juga no. 395-399 di bawah.


BAB II
SUSUNAN, UNSUR-UNSUR, DAN BAGIAN-BAGIAN MISA

I. Susunan Umum Misa

27. Dalam Misa atau “Perjamuan malam Tuhan”, umat Allah dihimpun di bawah pimpinan imam yang bertindak selaku pribadi Kristus. Mereka dihimpun untuk mengenang Tuhan atau merayakan kurban Ekaristi.[53] Mengenai himpunan umat seperti itulah janji Kristus pertama-tama berlaku, “Di mana dua atau tiga orang berhimpun dalam nama-Ku, di situ aku ada ditengah-tengah mereka” (Mat 18:20). Sebab di dalam perayaan Misa kurban salib dilestarikan;[54] di situ Kristus benar-benar hadir, baik dalam jemaat yang berhimpun dalam nama-Nya, dalam pribadi pelayan ibadat, dan dalam sabda-Nya, maupun secara hakiki dan lestari dalam rupa roti dan anggur ekaristis.[55]

28. Misa terdiri atas dua bagian, yakni Liturgi Sabda dan Liturgi Ekaristi. Keduanya berhubungan begitu erat satu sama lain, sehingga merupakan satu tindak ibadat.[56] Sebab dalam Misa Sabda Allah dihidangkan untuk menjadi pengajaran bagi orang-orang beriman, dan Tubuh Kristus dihidangkan untuk menjadi makanan bagi mereka.[57] Di samping itu, ada Ritus Pembuka dan Ritus Penutup.


II. Aneka Unsur Misa

Pewartaan dan Penjabaran Sabda Allah

29. Bila Alkitab dibacakan dalam gereja, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya, dan Kristus sendiri mewartakan kabar gembira, sebab Ia hadir dalam sabda itu.

Oleh karena itu, pembacaan Sabda Allah merupakan unsur yang sangat penting dalam liturgi. Umat wajib mendengarkannya dengan penuh hormat. Memang, Sabda Allh ditujukan kepada semua orang dari segala zaman dan dapat mereka pahami. Namun sabda itu akan dipahami secara lebih penuh dan lebih berhasil guna bila dijabarkan secara konkret. Ini dilakukan dalam homili, yang merupakan bagian dari perayaan liturgis.[58]

Doa dan tugas-tugas Imam lainnya

30. Di antara doa-doa yang dibawakan oleh imam, Doa Syukur Agung menduduki tempat utama. Doa itu merupakan puncak seluruh ibadat. Di samping itu, ada doa pembuka, doa persiapan persembahan, dan doa komuni. Doa-doa itu disampaikan oleh imam kepada Allah atas nama seluruh umat kudus dan semua yang hadir, dan melalui dia Kristus sendiri memimpin himpunan umat.[59] Oleh karena itu, doa-doa tersebut disebut “doa presidensial” (doa pemimpin).

31. Sebagai pemimpin jemaat, imam berwenang menyampaikan sejumlah ajakan yang tercantum dalam tata perayaan yang bersangkutan. Sesuai ketentuan rubrik, pemimpin boleh menyesuaikannya supaya lebih selaras dengan daya tangkap umat beriman, Tetapi imam hendaknya selalu memperhatikan intisari ajakan yang diberikan dalam buku liturgis dan mengungkapkannya secara singkat. Begitu pula, wewenang imam pemimpinlah untuk mewartakan Sabda Allah dan memberikan berkat terakhir. Kecuali itu, imam dapat memberikan pengantar sangat singkat pada
(1) pada Ritus Pembuka, yaitu sesudah salam dan sebelum ritus tobat;
(2) pada Liturgi Sabda sebelum bacaan-bacaan;
(3) pada Liturgi Ekaristi sebelum prefasi, tetapi tidak pernah dalam Doa Syukur Agung sendiri; dan
(4) pada Ritus Penutup sebelum pengutusan.

32. Seturut hakikatnya, doa-doa “presidensial” harus dibawakan dengan suara lantang dan ucapan yang jelas, supaya mudah di tangkap oleh jemaat. Sebaliknya jemaat wajib mendengarkannya dengan penuh perhatian.[60] Oleh karena itu, sementara imam membawakan doa tak boleh di bawakan doa lain atau nyanyian. Juga tidak boleh dimainkan organ atau alat musik lainnya.

33. Sebagai pemimpin, imam melambungkan doa-doa atas nama Gereja dan atas nama jemaat yang berhimpun. Tatapi kadang-kadang ia berdoa juga untuk dirinya sendiri, supaya dapat melaksanakan tugasnya dengan khidmat dan penuh perhatian. Doa-doa pribadi semacam itu, yakni doa sebelum pemakluman Injil, doa pada persiapan persembahan, dan doa sebelum serta sesudah komuni imam, dia ucapakan dalam hati.

Rumus-rumus Lain dalam Perayaan

34. Seturut hakikatnya, Misa merupakan perayaan “jemaat”.[61] Oleh karena itu, sangat pentinglah dialog antara pemimpin dan umat beriman yang berhimpun; begitu pula aklamasi-aklamasi sangat besar artinya.[62] Semua itu bukan hanya tanda lahiriah perayaan bersama, melainkan juga sarana untuk membina dan memperdalam kebersatuan anatara imam dan umat.

35. Aklamasi dan jawaban-jawaban umat beriman terhadap salam dan doa-doa imam menciptakan tingkat partisipasi aktif yang harus ditunjukan jemaat dalam setiap bentuk Misa. Dengan demikian, tindakan seluruh jemaat dapat diungkapkan secara jelas dan ditingkatkan.[63]

36. Bagian-bagian lain dalam perayaan Ekaristi yang sangat berguna untuk memupuk partisipasi umat beriman yang berhimpun terutama ialah : pernyataan tobat, syahadat, doa umat, dan doa Bapa Kami. Maka doa-doa tersebut dibawakan oleh seluruh jemaat yang hadir.

37. Akhirnya, masih ada teks-teks lain:
a. sebagian merupakan ritus atau kegiatan tersendiri, seperti Kemuliaan, mazmur tanggapan, bait pengantar Injil (dengan atau tanpa alleluyah), Kudus, aklamasi anamnesis, madah syukur sesudah komuni;
b. Sebagian lagi mengiringi ritus lain, seperti nyanyian pembuka, nyanyian persiapan persembahan, nyanyian pemecahan roti (Anak domba Allah), dan nyanyian komuni.

Cara membawakan Aneka Teks

38. Semua teks hendaknya dibawakan dengan suara lantang dan ucapan yang jelas. Ketentuan ini berlaku bagi imam dan diakon, maupun bagi lektor dan seluruh umat. Namun masing-masing teks, entah itu bacaan, doa, kata-kata pengantar, aklamasi, atau nyanyian, harus dibawakan sesuai dengan maksud dan tujuannya; juga harus sesuai dengan bentuk perayaan dan kemeriahannya. Di samping itu, harus pula diperhatikan sifat bahasa dan ciri khas bangsa yang bersangkutan.

Oleh karena itu, seturut rubrik dan kaidah-kaidah berikut, istilah “diucapkan” atau “dibawakan” dapat diartikan juga sebagai “dilagukan” atau “didaras”, asal asas-asas yang diuraikan di atas dipatuhi.

Makna Nyanyian

39. Rasul Paulus menganjurkan kepada himpunan umat yang menantikan kedatangan Tuhan, supaya mereka melagukan mazmur, madah, dan lagu-lagu rohani (lih. Kol 3:16). Orang bernyanyi karena hatinya gembira (lih. Kis 2:46). Dengan tepat Agustinus berkata, “Orang yang penuh cinta suka bernyanyi”[64] Ada juga peribahasa kuno, “yang bernyanyi dengan baik berdoa dua kali.”

40. Karena alasan itu, dan dengan mempertimbangkan kekhasan bangsa dan kemampuan jemaat liturgis yang bersangkutan, penggunaan nyanyian dalam perayaan Misa hendaknya dijungjung tinggi. Memang, tidak selalu perlu melagukan semua teks yang dimaksudkan sebagai nyanyian, misalnya dalam misa harian. Tetapi, hendaknya sungguh diupayakan agar dalam perayaan liturgi pada hari Minggu dan hari-hari raya wajib nyanyian-nyanyian yang ditentukan untuk pelayan dan umat selalu dilagukan.

Untuk menentukan teks-teks mana yang akan dilagukan, hendaknya didahulukan yang lebih penting, yakni: teks-teks yang dilagukan oleh imam atau diakon atau lektor dengan jawaban oleh umat, atau teks yang dilagukan oleh imam dan umat bersama-sama.[65]

41. Meskipun semua nyanyian sama, nyanyian gregorian yang merupakan ciri khas liturgi Romawi, hendaknya diberi tempat utama. Semua jenis musik ibadat lainnya, khususnya nyanyian polifoni, sama sekali tidak dilarang, asal saja selaras dengan jiwa perayaan liturgi dan dapat menunjang partisipasi seluruh umat beriman.[66] Dewasa ini, makin sering terjadi himpunan jemaat yang terdiri atas bermacam-macam bangsa. Maka sangat diharapjan agar umat mahir melagukan bersama-sama sekurang-kurangnya beberapa bagian ordinarium Misa dalam Bahasa Latin, terutama Credo dan Pater noster dengan lagu yang sederhana.[67]

Tata Gerak dan Sikap Tubuh

42. Tata gerak dan sikap tubuh imam, diakon, para pelayan, dan jemaat haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga:
(1) seluruh perayaan memancarkan keindahan dan sekaligus kesederhanaan yang anggun;
(2) makna aneka bagian perayaan dipahami secara tepat dan penuh; dan
(3) partisipasi seluruh jemaat ditingkatkan.[68] Oleh karena itu, ketentuan hukum liturgi dan tradisi Ritus Romawiserta kesejahteraan rohani umat Allah harus lebih diutamakan daripada selera pribadi dan pilihan yang serampangan.

Sikap tubuh yang seragam menandakan kesatuan seluruh jemaat yang berhimpun untuk merayakan Liturgi Kudus. Sebab sikap tubuh yang sama mencerminkan dan membangun sikap batin yang sama pula.[69]

43. Umat hendaknya berdiri :
a. dari awal nyanyian pembuka, atau selama perarakan masuk menuju altar sampai dengan doa pembuka selesai;
b. pada waktu melagukan bait pengantar Injil (dengan atau tanpa alleluya);
c. pada waktu Injil dimaklumkan;
d. selama syahadat;
e. selama doa umat;
f. dari ajakan Berdoalah, Saudara sebelum doa persiapan persembahan sampai akhir perayaan Ekaristi, kecuali pada saat-saat yang disebut di bawah ini.

Umat hendaknya duduk:
a. selama bacaan-bacaan sebelum Injil dan selama mazmur tanggapan;
b. selama homili;
c. selama persiapan persembahan;
d. selama saat hening sesudah komuni.

Umat berlutut pada saat konsekrasi, kecuali kalau ada masalah kesehatan atau tempat ibadat tidak mengijinkan, entah karena banyaknya umat yang hadir, entah karena sebab-sebab lain. Mereka yang tidak berlutut pada saat konsekrasi hendaknya membungkuk khidmat pada saat imam berlutut sesudah konsekrasi.

Akan tetapi, sesuai dengan ketentuan hukum, Konferensi Uskup boleh menyerasikan tata gerak dan sikap tubuh dalam tata Tata Perayaan Ekaristi dengan ciri khas dan tradisi sehat bangsa setempat.[70] Namun, hendaknya Konferensi Uskup menjamin bahwa penyerasian itu selaras dengan makna dan ciri khas bagian perayaan Ekaristi yang bersangkutan. Kalau umat sudah terbiasa berlutut sejak sesudah Kudus sampai dengan akhir Doa Syukur Agung, kebiasaan ini seyogyanya dipertahankan.

Demi keseragaman tata gerak dan sikap tubuh selama perayaan, umat hendaknya mengikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh diakon, pelayan awam, atau imam, selaras dengan petunjuk buku-buku liturgis.

44. Istilah tata gerak mencakup juga:
(1) tindakan dan perarakan imam bersama diakon dan para pelayan menuju altar;
(2) perarakan diakon yang membawa Kitab Injil menuju mimbar sebelum pemakluman Injil;
(3) perarakan umat beriman yang mengantar bahan persembahan dan maju untuk menyambut komuni. Hendaknya tata gerak ini dilaksanakan dengan anggun, sesuai dengan kaidah masing-masing, dan diiringi dengan nyanyian yang serasi.

Saat Hening

45. Beberapa kali dalam Misa hendaknya diadakan saat hening, Saat hening juga merupakan bagian perayaan,[71] tetapi arti dan maksudnya berbeda-beda menurut makna bagian yang bersangkutan. Sebelum pernyataan tobat umat mawas diri, dan sesudah ajakan untuk doa pembuka umat berdoa dalam hati. Sesudah bacaan dan homili umat merenungkan sebentar amanat yang telah didengar. Sesudah komuni umat memuji Tuhan dan berdoa dalam hati.

Bahkan sebelum perayaan Ekaristi, dianjurkan agar keheningan dilaksanakan dalam gereja, di sakristi, dan di area sekitar gereja, sehingga seluruh umat dapat menyiapkan diri untuk melaksanakan ibadat dengan cara yang khidmat dan tepat.


III. Bagian-bagian Misa

A. Ritus Pembuka

46. Ritus Pembuka meliputi bagian-bagian yang mendahului Liturgi Sabda, yaitu perarakan masuk, salam, kata pengantar, pernyataan tobat, Tuhan Kasihanilah, Kemuliaan, dan doa pembuka; semua bagian ini memiliki ciri khas sebagai pembuka, pengantar, dan persiapan.

Tujuan semua bagian itu ialah mempersatukan umat yang berhimpun dan mempersiapkan mereka, supaya dapat mendengarkan sabda Allah dengan penuh perhatian dan merayakan Ekaristi dengan layak.

Seturut kaidah buku-buku liturgis, Ritus Pembuka dihilangkan atau dilaksanakan secara khusus, kalau Misa didahului perayaan lain.

Perarakan Masuk

47. Setelah umat berkumpul, imam bersama dengan diakon dan para pelayan berarak menuju altar. Sementara itu di mulai nyanyian pembuka. Tujuan nyanyian tersebut ialah: membuka Misa, membina kesatuan umat yang berhimpun, mengantar masuk ke dalam misteri masa liturgi atau pesta yang dirayakan, dan mengiringi perarakan imam beserta pembantu-pembantunya.

48. Nyanyian pembuka dibawakan silih-berganti oleh paduan suara dan umat atau bersama-sama oleh penyanyi dan umat. Dapat juga dilagukan seluruhnya oleh umat atau oleh paduan suara saja. Nyanyian tersebut dapat berupa mazmur dengan antifonnya yang di ambil dari Graduale Romanum atau dari Graduale Simplex. Tetapi boleh juga digunakan nyanyian lain yang sesuai dengan sifat perayaan, sifat pesta, dan suasana masa liturgi, asal teksnya disahkan oleh Konferensi Uskup.[72]

Bila tidak ada nyanyian pembuka, maka antifon pembuka yang terdapat dalam Misale dibawakan oleh seluruh umat bersama-sama atau oleh beberapa orang dari mereka, ataupun oleh seorang pembaca. Dapat juga imam sendiri membacakannya sesudah salam; bahkan imam boleh mengubah antifon pembuka menjadi kata pengantar (bdk. no. 31).

Penghormatan Altar dan Salam Kepada Umat

49. Setibanya di panti imam, imam, diakon, dan para pelayan menghormati altar dengan membungkuk khidmat.

Kemudian, sebagai tanda penghormatan, imam dan diakon mencium altar; sesuai dengan tingkat perayaan, imam dapat juga mendupai salib dan altar.

50. Seusai nyanyian pembuka, imam, sambil berdiri di depan tempat duduk, bersam-sama dengan seluruh umat membuat tanda salib. Kemudian imam menyampaikan salam kepada umat untuk menunjukan bahwa Tuhan hadir di tengah-tengah mereka. Salam tersebut dengan jawaban dari pihak umat memperlihatkan misteri Gereja yang sedang berkumpul.

Setelah imam menyampaikan salam kepada umat, imam, atau diakon, atau pelayan lain dapat memberikan pengantar sangat singkat kepada umat tentang Misa yang akan dirayakan.

Pernyataan Tobat

51. Kemudian, imam mengajak umat untuk menyatakan tobat. Sesudah hening sejenak, seluruh umat menyatakan tobat dengan rumus pengakuan umum. Sesudah itu, imam memberikan absolusi.Tetapi absolusi ini tidak memiliki kuasa pengampunan seperti absolusi dalam Sakramen Tobat.

Pada hari Minggu, khususnya selama Masa Paskah, Pernyataan Tobat dapat diganti dengan pemberkatan dan perecikan dengan air suci untuk mengenang pembaptisan.[73]

Tuhan Kasihanilah

52. Pernyataan tobat selalu disambung dengan Tuhan Kasihanilah, kecuali kalau seruan Tuhan Kasihanilah telah tercantum dalam pernyataan tobat. Sifat Tuhan Kasihanilah ialah berseru kepada Tuhan dan memohon belaskasihan-Nya. Oleh karena itu, Tuhan Kasihanilah biasanya dilagukan oleh seluruh umat, artinya : silih-berganti oleh umat dan paduan suara atau solis.

Pada umumnya, masing-masing seruan Tuhan Kasihanilah diulang satu kali. Akan tetapi, berhubung dengan bahasa setempat, dengan lagu ataupun sifat pesta, Tuhan Kasihanilah itu boleh diulang-ulang lebih banyak. Kalau Tuhan Kasihanilah dibawakan sebagai bagian pernyataan tobat, setiap aklamasi didahului ayat yang sesuai.

Kemuliaan

53. Kemuliaan adalah madah yang sangat dihormati dari zaman kristen kuno. Lewat madah ini Gereja yang berkumpul atas dorongan Roh Kudus memuji Allah Bapa dan Anakdomba Allah, serta memohon belaskasihan-Nya. Teks madah ini tidak boleh di ganti dengan teks lain. Kemuliaan dibuka oleh imam atau, lebih cocok, oleh solis atau oleh kor, kemudian dilanjutkan oleh seluruh umat bersama-sama, atau oleh umat dan paduan suara bersahut-sahutan, atau hanya oleh kor. Kalau tidak dilagukan, madah Kemuliaan dilafalkan oleh seluruh umat bersama-sama atau oleh dua kelompok umat secara bersahut-sahutan.

Kemuliaan dilagukan atau diucapkan pada hari-hari raya dan pesta, pada perayaan-perayaan meriah, dan pada hari Minggu di luar Masa Adven dan Prapaskah.

Doa Pembuka

54. Kemudian, imam mengajak umat untuk berdoa. Lalu semua yang hadir bersama dengan imam hening sejenak untuk menyadari kehadiran Tuhan, dan dalam hati mengungkapkan doanya masing-masing. Kemudian, imam membawakan doa pembuka yang lazim disebut “collecta”, yang mengungkapkan inti perayaan liturgi hari yang bersangkutan. Selaras dengan tradisi tua Gereja, doa pembuka diarahkan kepada Allah bapa, dengan pengantaraan Putra, dalam Roh Kudus,[74] dan diakhiri dengan penutup trinitaris atau penutup panjang sebagai berikut :

Kalau doa diarahkan kepada Bapa :
Dengan pengantaraan Yesus Kristus Putra-Mu,
Tuhan kami,
yang bersama dengan Dikau,
dalam persatuan Roh Kudus
hidup dan berkuasa,
Allah, kini dan sepanjang masa
.

Kalau doa diarahkan kepada Bapa, tetapi pada akhir doa disebut juga Putra:
Sebab Dialah Tuhan, pengantara kami,
yang bersama dengan Dikau,
dalam persatuan Roh Kudus,
hidup dan berkuasa,
Allah, kini dan sepanjang masa
.

Kalau doa diarahkan kepada Putra:
Sebab Engkaulah Tuhan, pengantara kami,
Yang bersama dengan Bapa,
Dalam persatuan Roh Kudus,
Hidup dan berkuasa,
Allah, kini dan sepanjang masa
.

Umat memadukan hati dalam doa pembuka, dan menjadikannya doa mereka sendiri dengan aklamasi: Amin.

Dalam setiap Misa hanya ada satu doa pembuka.

B. Liturgi Sabda

55. Bacaan-bacaan dari Alkitab dan nyanyian-nyanyian tanggapannya merupakan bagian pokok dari Liturgi Sabda, sedangkan homili, syahadat, dan doa umat memperdalam Liturgi Sabda dan menutupnya. Sebab dalam bacaan, yang diuraikan dalam homili, Allah sendiri bersabda kepada umat-Nya.[75] Di situ Allah menyingkapkan misteri penebusan dan keselamatan serta memberikan makna rohani. Lewat sabda-Nya, Kristus sendiri hadir di tengah-tengah umat beriman.[76] Sabda Allah itu diresapkan oleh umat dalam keheningan dan nyanyian, dan diimani dalam syahadat. Setelah dikuatkan dengan sabda, umat memanjatkan permohonan-permohonan dalam doa umat untuk keperluan seluruh Gereja dan keselamatan seluruh dunia.

Saat Hening

56. Liturgi Sabda haruslah dilaksanakan sedemikian rupa sehingga mendorong umat untuk merenung. Oleh karena itu, setiap bentuk ketergesa-gesaan yang dapat mengganggu permenungan harus sungguh dihindari. Selama Liturgi Sabda, Sangat cocok disisipkan saat hening sejenak, tergantung pada besarnya jemaat yang berhimpun. Saat hening ini merupakan kesempatan bagi umat untuk meresapkan sabda Allah, dengan dukungan Roh Kudus, dan untuk menyiapkan jawaban dalam bentuk doa. Saat hening sangat tepat dilaksanakan sesudah bacaan pertama, sesudah bacaan kedua, dan sesudah homili.

Bacaaan – bacaan dari Alkitab

57. Dalam bacaan-bacaan dari Alkitab, sabda Allah dihidangkan kepada umat beriman, dan khazanah harta Alkitab dibuka bagi mereka.[77] Maka, kaidah penataan bacaan Alkitab hendaknya dipatuhi, agar tampak jelas kesatuan Perjanjian Lama – Perjanjian Baru dengan sejarah keselamatan. Tidak diizinkan mengganti bacaan dan mazmur tanggapan, yang berisi Sabda Allah, dengan teks-teks lain yang bukan dari Alkitab.[78]

58. Dalam Misa umat, bacaan-bacaan selalu dimaklumkan dari mimbar.

59. Menurut tradisi, pembacaan itu bukanlah tugas pemimpin perayaan, melainkan tugas pelayan yang terkait. Oleh karena itu, bacaan-bacaan hendaknya dibawakan oleh lektor, sedangkan Injil dimaklumkan oleh diakon atau imam lain yang tidak memimpin perayaan. Akan tetapi, kalau tidak ada diakon atau imam lain, maka Injil dimaklumkan oleh imam selebran sendiri. Juga kalau lektor tidak hadir, bacaan-bacaan sebelum Injil pun dapat dibawakan oleh imam selebran sendiri.

Sesudah setiap bacaan, petugas, siapapun dia, melagukan atau melafalkan aklamasi yang ditanggapi oleh jemaat. Dengan tanggapan itu, jemaat menghormati sabda Allah yang telah mereka sambut dengan penuh iman dan rasa syukur.

60. Pembacaan Injil merupakan puncak Liturgi Sabda. Liturgi sendiri mengajarkan bahwa pemakluman Injil harus dilaksanakan dengan cara yang sangat hormat. Ini jelas dari aturan liturgi, sebab bacaan Injil lebih mulia daripada bacaan-bacaan lain. Penghormatan itu diungkapkan sebagai berikut :
(1) diakon yang ditugaskan memaklumkan Injil mempersiapkan diri dengan berdoa atau minta berkat kepada imam selebran;
(2) umat beriman, lewat aklamasi-aklamasi, mengakui dan mengimani kehadiran Kristus yang bersabda kepada umat dalam pembacaan Injil; selain itu umat berdiri selama mendengarkan Injil;
(3) Kitab Injil sendiri diberi penghormatan yang sangat khusus.

Mazmur Tanggapan

61. Sesudah bacaan pertama menyusul mazmur tanggapan, yang merupakan unsur pokok dalam Liturgi Sabda. Mazmur tanggapan memiliki makna liturgis serta pastoral yang penting karena menopang permenungan atas sabda Allah.

Mazmur tanggapan hendaknya sesuai dengan bacaan yang bersangkutan, dan biasanya diambil dari Buku Bacaan Misa (lectionarium).

Dianjurkan bahwa mazmur tanggapan dilagukan,[79] sekurang-kurangnya bagian ulangan yang dibawakan oleh umat. Pemazmur melagukan ayat-ayat mazmur dari mimbar atau tempat lain yang cocok. Seluruh jemaat tetap duduk dan mendengarkan; dan sesuai ketentuan, umat ambil bagian dengan melagukan ulangan, kecuali kalau seluruh mazmur dilagukan sebagai satu nyanyian utuh tanpa ulangan. Akan tetapi, untuk memudahkan umat berpartisipasi dalam mazmur tanggapan, disediakan juga sejumlah mazmur dengan ulangan yang dapat di pakai pada masa liturgi atau pesta orang kudus. Bila dilagukan, mazmur tersebut dapat dipergunakan sebagai pengganti teks yang tersedia dalam Buku Bacaan Misa (Lectionarium). Kalau tidak dilagukan, hendaknya mazmur tanggapan didaras sedemikian rupa sehingga membantu permenungan sabda Allah.

Mazmur yang ditentukan dalam Buku Bacaan Misa dapat juga diganti dengan mazmur berikut: graduale yang diambil dari buku Graduale Romanum, atau mazmur tanggapan atau mazmur alleluya yang diambil dari buku Graduale Simplex dalam bentuk seperti yang tersaji dalam buku-buku tersebut.

Bait Pengantar Injil

62. Sesudah bacaan yang langsung mendahului Injil, dilagukan bait pengantar Injil, dengan atau tanpa alleluya, seturut ketentuan rubrik, dan sesuai dengan masa liturgi yang sedang berlangsung. Aklamasi ini merupakan ritus atau kegiatan tersendiri. Dengan Aklamasi ini jemaat beriman menyambut dan menyapa Tuhan yang siap bersabda kepada mereka dalam Injil, dan sekaligus menyatakan iman. Seluruh jemaat berdiri dan melagukan bait pengantar Injil, dipandu oleh paduan suara atau solis.
a. Di luar Masa Prapaskah, dilagukan bait pengantar Injil dengan alleluya. Ayat-ayat diambil dari Buku Bacaan Misa atau dari Buku Graduale.[80]
b. Dalam Masa Prapaskah, dilagukan bait pengantar Injil tanpa alleluya sebagaimana ditentukan dalam Buku Bacaan Misa. Dapat juga dilagukan mazmur lain atau tractus sebagaimana tersaji dalam Graduale.

63. Jika sebelum Injil hanya ada satu bacaan, hendaknya diperhatikan hal-hal berikut :
a. Di luar Masa Prapaskah, sesudah bacaan pertama dapat dilagukan nyanyian mazmur alleluya atau mazmur tanggapan disusul bait pengantar Injil dengan alleluya.

b. Dalam masa Prapaskah, sesudah bacaan pertama dapat dilagukan mazmur tanggapan dan bait pengantar Injil tanpa alleluya atau mazmur tanggapan saja.

c. Kalau tidak dilagukan, bait pengantar Injil dengan atau tanpa alleluya dapat dihilangkan.

64. Sekuensia dilagukan sebelum alleluya.[*] Madah ini fakultatif, kecuali pada Hari Minggu Paskah dan Pentakosta.

Homili

65. Homili merupakan bagian liturgi dan sangat dianjurkan,[81] Sebab homili itu penting untuk memupuk semangat hidup kristen. Homili itu haruslah merupakan penjelasan tentang bacaan dari Alkitab, ataupun penjelasan tentang teks lain yang diambil dari ordinarium atau proprium Misa hari itu, yang bertalian dengan misteri yang dirayakan, atau yang bersangkutan dengan keperluan khusus umat yang hadir.[82]

66. Pada umumnya yang memberikan homili ialah imam pemimpin perayaan. Ia dapat menyerahkan tugas ini kepada salah seorang imam konselebran, atau kadang-kadang, tergantung situasi, kepada diakon, tetapi tidak pernah kepada seorang awam.[83] Dalam kesempatan-kesempatan tertentu atau karena alasan khusus, tugas homili bahkan dapat diberikan kepada seorang uskup atau imam yang hadir dalam perayaan Ekaristi tetapi tidak ikut berkonselebrasi.

Pada hari Minggu dan pesta-pesta wajib homili harus diadakan dalam semua Misa yang dihadiri oleh umat, dan hanya boleh ditiadakan kalau ada alasan berat. Sangat dianjurkan, supaya homili juga diberikan pada hari-hari lain, terutama pada hari-hari biasa dalam Masa Adven, Prapaskah, dan Paskah. Begitu pula pada pesta dan kesempatan-kesempatan lainnya yang dirayakan dengan dihadiri oleh banyak umat.[84]

Sangat tepat kalau sesudah homili diadakan saat hening sejenak.

Pernyataan Iman

67. Maksud pernyataan iman atau syahadat dalam perayaan Ekaristi ialah agar seluruh umat yang berhimpun dapat menanggapi sabda Allah yang dimaklumkan dari Alkitab dan dijelaskan dalam homili. Dengan melafalkan kebenaran-kebenaran iman lewat rumus yang disahkan untuk penggunaan liturgis, umat mengingat kembali dan mengakui pokok-pokok misteri iman sebelum mereka merayakannya dalam Liturgi Ekaristi.

68. Pernyataan iman tersebut dilagukan atau diucapkan oleh imam bersama dengan umat pada hari Minggu dan hari raya Syahadat dapat diucapkan juga pada perayaan-perayaan khusus yang meriah.

Kalau dilagukan, syahadat diangkat oleh imam atau, lebih serasi, oleh solis atau kor. Selanjutnya Syahadat dilagukan entah oleh seluruh jemaat bersama-sama, entah silih berganti antara umat dan kor.

Kalau tidak dilagukan, syahadat dibuka oleh imam, selanjutnya didaras oleh seluruh jemaat bersama-sama atau silih berganti antara dua kelompok jemaat.

Doa Umat

69. Dalam doa umat, jemaat menanggapi sabda Allah yang telah mereka terima dengan penuh iman. Lewat doa umat ini mereka memohon keselamatan semua orang, dan dengan demikian mengamalkan tugas imamat yang mereka peroleh dalam pembaptisan. Sungguh baik kalau dalam setiap Misa umat dipanjatkan permohonan-permohonan untuk kepentingan Gereja kudus, untuk para pejabat pemerintah, untuk orang-orang yang sedang menderita, untuk semua orang, dan untuk keselamatan seluruh dunia.[85]

70. Pada umumnya urutan ujud-ujud dalam doa umat sebagai berikut :
a. untuk keperluan Gereja;
b. untuk para penguasa negara dan keselamatan seluruh dunia;
c. untuk orang-orang yang sedang menderita karena berbagai kesulitan;
d. untuk umat setempat;

Akan tetapi, ada perayaan khusus seperti misalnya pada perayaan Sakramen Krisma, pernikahan, atau pemakaman, ujud-ujud dapat lebih dikaitkan dengan peristiwa khusus tersebut.

71. Imam selebranlah yang memimpin doa umat dari tempat duduknya. Secara singkat ia sendiri membukanya dengan mengajak umat berdoa, dan menutupnya dengan doa. Ujud-ujud yang dimaklumkan hendaknya dipertimbangkan dengan matang, digubah secara bebas tetapi sungguh cermat, singkat, dan mengungkapkan doa seluruh umat.

Menurut ketentuan, ujud-ujud doa umat dibawakan dari mimbar atau tempat lain yang serasi, entah oleh diakon, solis, lektor, entah oleh seorang beriman awam lainnya.[86]

Selama doa umat, jemaat berdiri dan mengungkapkan doa mereka entah lewat permohonan yang diserukan bersama-sama sesudah tiap-tiap ujud, entah dengan berdoa dalam hati.

C. Liturgi Ekaristi

72. Dalam perjamuan malam terakhir, Kristus menetapkan kurban dan perjamuan Paskah yang terus menerus menghadirkan kurban salib dalam Gereja. Hal ini terjadi setiap kali imam, atau nama Kristus Tuhan, melakukan perayaan yang sama seperti yang dilakukan oleh Tuhan sendiri dan Dia wariskan kepada murid-murid-Nya sebagai kenangan akan Dia.[87]

Dalam perjamuan itu, Kristus mengambil roti dan piala berisi anggur, dan mengucap syukur; Ia memecah-mecah roti, dan memberikan roti serta anggur kepada murid-murid-Nya seraya berkata, “Terimalah ini, makanlah dan minumlah; inilah Tubuh-ku; inilah piala darah-Ku. Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku.” Oleh karena itu, Liturgi Ekaristi disusun oleh Gereja sedemikian rupa, sehingga sesuai dengan kata-kata dan tindakan Kristus tersebut:

  1. Waktu persiapan persembahan, roti dan anggur serta air dibawa ke altar; itulah bahan-bahan yang sama yang juga digunakan Kristus.
  2. Dalam Doa Syukur Agung dilambungkan syukur kepada Allah Bapa atas seluruh karya penyelamatan, dan kepada-Nya dipersembahkan roti dan anggur yang menjadi Tubuh dan Darah Kristus.
  3. Melalui pemecahan roti dan komuni, umat beriman, meskipun banyak, disatukan karena menyambut Tubuh dan Darah Kristus yang satu, sama seperti dahulu para rasul menerimanya dari tangan Kristus sendiri.

Persiapan Persembahan

73. Pada awal Liturgi Ekaristi, bahan persembahan, yang nantinya menjadi Tubuh dan Darah Kristus, dibawa ke altar.

Pertama-tama disiapkan altar atau meja Tuhan, yang merupakan pusat seluruh Liturgi Ekaristi.[88] Pada altar ditata korporale, purifikatorium, Misale, dan piala, kecuali kalau piala disiapkan di meja samping.

Lalu bahan persembahan dibawa ke altar. Alangkah baiknya kalau umatlah yang membawa roti dan anggur, lalu diterima oleh imam atau diakon dan diletakkan di atas altar. Meskipun sekarang roti dan anggur tidak disediakan sendiri oleh umat seperti pada zaman dulu, namun ritus mengantar persembahan ini tetap mengandung arti dan nilai rohani yang sama.

Pada saat ini diterima juga uang atau bahan persembahan lain untuk orang miskin atau untuk Gereja, yang diantar oleh umat beriman atau yang dikumpulkan di dalam gereja. Semua ini tidak diletakkan di atas altar, melainkan di suatu tempat lain yang pantas.

74. Perarakan mengantar bahan persembahan ke altar sebaiknya diiringi dengan nyanyian persiapan persembahan (bdk. no. 37b). Nyanyian itu berlangsung sekurang-kurangnya sampai bahan persembahan tertata di atas altar. Untuk nyanyian persiapan persembahan berlaku petunjuk yang sama seperti nyanyian pembuka, (bdk. no. 48) di atas. Kalau tidak ada perarakan persembahan, tidak perlu ada nyanyian.

75. Roti dan anggur disiapkan di altar oleh imam sambil mengucapkan rumus-rumus yang telah ditentukan. Imam dapat mendupai bahan persembahan yang telah disiapkan di atas alter; kemudian imam juga mendupai salib dan altar sendiri. Pendupaan itu melambangkan persembahan dan doa Gereja yang naik ke hadirat Allah seperti kumpulan asap dupa. Sesudah itu, imam dan umat pun dapat didupai oleh diakon atau pelayan lain; imam didupai karena pelayan kudus yang ia sandang, umat didupai karena martabat luhur yang mereka peroleh lewat pembaptisan.

76. Setelah itu imam membasuh tangannya di sisi altar. Ritus ini melambangkan bahwa ia menginginkan hati yang bersih.

Doa Persiapan Persembahan

77. Bila bahan persembahan itu sudah di tata di altar dan semua acara yang mengiringinya sudah dilaksanakan, maka imam mengundang jemaat berdoa. Lalu bagian persiapan diakhiri oleh imam dengan doa persiapan persembahan yang sekaligus mengantar kepada doa persiapan persembahan yang sekaligus mengantar kepada Doa Syukur Agung.

Dalam Misa hanya ada satu doa persiapan persembahan. Doa persiapan persembahan selalu diakhiri dengan penutup singkat, yaitu:
   Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami.
Kalau Putra di sebut pada akhir doa:
   Yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa.

Doa Syukur Agung

78. Pusat dan puncak seluruh perayaan sekarang dimulai, yakni Doa Syukur Agung, suatu doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak jemaat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dengan berdoa dan bersyukur. Dengan demikian seluruh umat yang hadir diikutsertakan dalam doa ini. Ini disampaikan oleh imam atas nama umat kepada Allah Bapa, dalam Roh Kudus, dengan pengantaraan Yesus Kristus. Adapun maksud doa ini ialah agar seluruh umat beriman menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah yang agung dan dalam mempersembahkan kurban.

79. Bagian-bagian yang paling penting dalam Doa Syukur Agung ialah :

a. Ucapan Syukur, terutama dinyatakan dalam prefasi. Atas nama seluruh jemaat, imam memuji Allah Bapa dan bersyukur kepada-Nya atas seluruh karya penyelamatan atau atas alasan tertentu. Pada pesta atau masa liturgi tertentu salah satu segi dalam karya penyelamatan itu dapat lebih ditonjolkan.

b. Aklamasi. Seluruh jemaat, berpadu dengan para penghuni surga, melagukan Kudus. Sebagai bagian utuh dari Doa Syukur Agung, aklamasi ini dilambungkan oleh seluruh jemaat bersama imam.

c. Epiklesis. Dalam doa-doa khusus ini Gereja memohon kuasa Roh Kudu, dan berdoa supaya bahan persembahan yang disampaikan oleh umat dikuduskan menjadi Tubuh dan Darah Kristus; juga supaya kurban murni itu menjadi sumber keselamatan bagi mereka yang akan menyambutnya dalam komuni.

d. Kisah Institusi dan Konsekrasi. Dalam bagian ini kata-kata dan tindakan Kristus sendiri diulangi, dan dengan demikian dilangsungkan kurban yang diadakan oleh Kristus sendiri dalam perjamuan malam terakhir. Di situ Kristus mempersembahkan Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur, dan memberikannya kepada para rasul untuk dimakan dan diminum, lalu mengamanatkan kepada mereka supaya merayakan misteri itu terus-menerus.

e. Anamnesis. Dalam bagian ini Gereja memenuhi amanat Kristus Tuhan yang disampaikan melalui para rasul, “lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku!” Maka Gereja mengenangkan Kristus, terutama sengsara-Nya yang menyelamatkan, kebangkitan-Nya yang mulia, dan kenaikan-Nya ke surga.

f. Persembahan. Dalam perayaan-kenangan ini, Gereja, terutama Gereja yang sekarang sedang berkumpul, mempersembahkan kurban murni kepada Allah Bapa dalam Roh Kudus. Maksud Gereja ialah, supaya dalam mempersembahkan kurban murni ini umat beriman belajar juga mempersembahkan diri sendiri.[89] Maka melalui Kristus, Sang pengantara, dari hari ke hari umat beriman akan semakin sempurna bersatu dengan Allah dan dengan sesama umat, hingga akhirnya Allah menjadi segala-galanya dalam semua.[90]

g. Permohonan. Dalam permohonan-permohonan ini tampak nyata bahwa Ekaristi dirayakan dalam persekutuan dengan seluruh Gereja, baik yang ada di surga maupun yang ada di bumi; dan juga jelas bahwa kurban Ekaristi diadakan bagi kesejahteraan seluruh Gereja dan semua anggotanya, baik yang hidup maupun yang telah mati, karena semuanya dipanggil untuk mengenyam hasil penebusan dan keselamatan yang diperoleh lewat Tubuh dan Darah Kristus.

h. Doksologi Penutup. Dalam doksologi ini diungkapkan pujian kepada Allah, yang dikukuhkan dan ditutup oleh jemaat dengan aklamasi Amin agung.

Ritus Komuni

80. Perayaan Ekaristi adalah perjamuan Paskah. Maka, seperti diamanatkan Kristus, umat beriman yang mempersiapkan hati dengan baik, hendaknya menyambut Tubuh dan Darah Kristus sebagai makanan dan rohani. Inilah maksud pemecahan roti dan ritus-ritus lain yang menyiapkan dan mengantar umat untuk komuni.

Bapa Kami

81. Dalam doa Tuhan, Bapa Kami, umat beriman mohon rezeki sehari-hari. Bagi umat kristen rezeki sehari-hari ini terutama adalah roti Ekaristi. Umat juga memohon pengampunan dosa, supaya anugerah kudus itu diberikan kepada umat yang kudus. Imam mengajak jemaat untuk berdoa, dan seluruh umat beriman membawakan Bapa Kami bersama-sama dengan imam. Kemudian imam sendirian mengucapkan embolisme, yang diakhiri oleh jemaat dengan doksologi. Embolisme itu menguraikan isi permohonan terakhir[91] dalam Bapa Kami dan memohon agar seluruh umat dibebaskan dari segala kejahatan.

Baik ajakan imam dan Bapa Kami, maupun embolisme dan doksologi tersebut dilagukan atau didaras dengan suara yang jelas.

Ritus Damai

82. Kemudian diadakan ritus damai. Pada bagian ini Gereja memohon damai dan kesatuan bagi Gereja sendiri dan bagi seluruh umat manusia, sedangkan umat beriman, menyatakan persekutuan jemaat dan cinta kasih satu sama lain sebelum dipersatukan dalam Tubuh Kristus.

Cara memberikan salam-damai ditentukan oleh Konferensi Uskup sesuai dengan kekhasan dan kebiasaan masing-masing bangsa. Akan tetapi, seyogyanya setiap orang memberikan salam-damai hanya kepada orang-orang yang ada di dekatnya dan dengan cara yang pantas.

Pemecahan Roti

83. Imam memecah-mecah roti Ekaristi. Karena tata gerak Kristus dalam perjamuan malam terakhir ini, pada zaman para rasul seluruh perayaan Ekaristi disebut “pemecahan roti”. Pemecahan roti menandakan bahwa umat beriman yang banyak itu menjadi satu (1Kor 10:17) karena menyambut komuni dari roti yang satu, yakni Kristus sendiri, yang wafat dan bangkit demi keselamatan dunia. Pemecahan roti dimulai sesudah salam-damai, dan dilaksanakan dengan khidmat. Ritus ini hendaknya tidak diulur-ulur secara tidak perlu atau dilaksanakan secara serampangan sehingga kehilangan maknanya. Ritus ini dilaksanakan hanya oleh imam dan diakon.

Sementara imam memecah-mecah roti dan memasukkan sepotong kecil dari roti itu ke dalam piala berisi anggur, dilagukan Anak Domba Allah, seturut ketentuan, oleh paduan suara atau solis dengan jawaban oleh umat. Kalau tidak dilagukan, Anak Domba Allah didaras dengan suara lantang. Karena fungsinya mengiringi pemecahan roti, nyanyian ini boleh diulang-ulang seperlunya sampai pemecahan roti selesai. Pengulangan terakhir ditutup dengan seruan: berilah kami damai.

Komuni

84. Imam menyiapkan diri dengan berdoa dalam hati, supaya Tubuh dan Darah Kristus yang ia sambut sungguh membawa buah bagi hidup dan pelayanannya. Hal yang sama dilakukan oleh umat beriman dengan berdoa sendiri-sendiri dalam hati.

Kemudian imam memegang roti Ekaristi di atas patena atau piala dan memperlihatkannya kepada umat serta mengundang mereka untuk ikut makan dalam perjamuan Kristus. Kemudian imam bersama dengan umat menyatakan ketidakpantasannya dengan kata-kata yang dikutip dari Injil.

85. Sangat dianjurkan, agar umat, sebagaimana diwajibkan untuk imam sendiri, menyambut Tubuh Tuhan dari hosti-hosti yang dikuduskan dalam Misa yang sedang dirayakan. Pada kesempatan-kesempatan tertentu umat hendaknya juga menerima roti dan anggur kudus (bdk. no. 283). Dengan demikian menjadi lebih jelas, bahwa umat berpartisipasi dalam kurban yang sedang dirayakan.[92]

86. Sementara imam menyambut Tubuh dan Darah Kristus, nyanyian komuni dimulai. Maksud nyanyian ini ialah:
(1) agar umat secara batin bersatu dalam komuni juga menyatakan persatuan secara lahir dalam nyanyian bersama,
(2) menunjukan kegembiraan hati, dan
(3) menggarisbawahi corak “jemaat” dari perarakan komuni. Nyanyian itu berlangsung terus selama umat menyambut,[93] dan berhenti kalau dianggap cukup. Jika sesudah komuni masih ada nyanyian, maka nyanyian komuni harus diakhiri pada waktunya.

Haruslah diupayakan agar para penyanyi pun dapat menyambut komuni dengan tenang.

87. Untuk nyanyian komuni dapat diambil antifon komuni dari Graduale Romanum dengan atau tanpa ayat mazmur; dapat juga diambil dari antifon komuni beserta ayat-ayat mazmurnya dari Graduale Simplex. Nyanyian lain yang telah disetujui oleh Konferensi Uskup boleh digunakan juga. Nyanyian itu dapat dibawakan oleh paduan suara sendiri, atau oleh paduan suara/ solis bersama dengan jemaat.

Kalau tidak ada nyanyian komuni, maka antifon komuni yang terdapat dalam Misale dapat dibacakan oleh umat beriman atau oleh beberapa orang dari mereka, atau oleh lektor. Atau, dapat juga dibacakan oleh imam sendiri sesudah ia menyambut Tubuh dan Darah Kristus, sebelum membagikannya kepada umat beriman.

88. Sesudah pembagian Tubuh dan Darah Kristus selesai, sebaiknya imam dan umat beriman berdoa sejenak dalam keheningan. Dapat juga dilagukan madah syukur atau nyanyian pujian, atau didoakan mazmur, oleh seluruh jemaat.

89. Untuk menyempurnakan permohonan umat Allah, dan sekaligus menutup seluruh ritus komuni, imam memanjatkan doa komuni. Dalam doa ini imam mohon, agar misteri yang sudah dirayakan itu menghasilkan buah.
Dalam Misa hanya ada satu doa komuni, yang selalu diakhiri dengan penutup singkat, yaitu:
Kalau doa diarahkan kepada Bapa:
   Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami.
Kalau doa diarahkan kepada Bapa, tetapi pada akhir doa disebut Putra:
   Yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa.
Kalau doa diarahkan kepada Putra:
   Sebab Engkaulah yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa.
Jemaat menjadikan doa penutup ini doa mereka sendiri lewat aklamsi Amin.

D. Ritus Penutup

90. Ritus Penutup terdiri atas :
a. amanat singkat, kalau diperlukan;
b. salam dan berkat imam, yang pada hari-hari dan kesempatan tertentu disemarakkan dengan berkat meriah atau dengan doa untuk jemaat;
c. pengutusan jemaat oleh diakon atau imam;
e. penghormatan altar: imam dan diakon mencium altar; kemudian mereka bersama para pelayan yang lain membungkuk khidmat ke arah altar.


BAB III
TUGAS DAN PELAYANAN DALAM MISA

91. Perayaan Ekaristi adalah tindakan Kristus dan Gereja sebagai “sakramen kesatuan”, yakni umat kudus yang berhimpun dan diatur di bawah para uskup. Oleh karena itu, perayaan Ekaristi berkaitan dengan seluruh Tubuh Gereja, mengungkapkan dan mempengaruhinya. Setiap orang yang turut merayakan Ekaristi mempunyai hak dan kewajiban untuk berpartisipasi secara aktif, masing-masing menurut cara yang sesuai dengan kedudukan dan tugasnya.[94] Dengan cara ini, umat kristen, “bangsa terpilih, imamat rajawi, bangsa yang kudus, umat milik Allah sendiri”, mengungkapkan keterpaduan dan tatanan hirarkisnya.[95] Jadi semua orang entah pelayan tertahbis, entah umat beriman lainnya, hendaknya melakukan tugas yang menjadi bagiannya, tidak lebih dan tidak kurang.[96]

I. Tugas-tugas Pelayan Tertahbis

92. Setiap perayaan Ekaristi yang sah diselenggarakan di bawah pimpinan Uskup. Uskup dapat memimpinnya sendiri, atau mewakilkannya kepada para pembantunya, yakni imam-imam.[97]

Kalau Uskup hadir dalam suatu Ekaristi yang dirayakan bersama dengan umat, paling tepat ia sendiri yang memimpin Ekaristi itu, sementara para imam mendampinginya sebagai konselebran. Maksud konselebrasi ini bukanlah untuk menanbah kemeriahan lahiriah perayaan, melainkan untuk memperlihatkan dengan lebih jelas misteri Gereja, yakni sebagai sakramen kesatuan.[98]

Kalau Uskup tidak memimpin sendiri perayaan Ekaristi, tetapi menugaskan seorang imam lain, hendaknya ia sendiri memimpin bagian Liturgi Sabda , dan pada akhir Misa memberikan berkat. Dalam hal ini ia hendaknya mengenakan salib dada, stola, dan pluviale di atas alba.[99]

93. Dalam himpunan jemaat, imam, berkat tahbisannya, juga mempunyai kuasa untuk mempersembahkan kurban selaku pribadi Kristus.[100] Maka dari itu, imam mengetuai jemaat yang berhimpun, memimpinnya dalam doa, mewartakan kabar keselamatan, dan mengajak jemaat agar bersama dengannya mempersembahkan kurban kepada Allah Bapa dengan pengantaraan Kristus dalam Roh Kudus. Di samping itu, Ia membagikan roti kehidupan kepada saudara-saudara seiman dan menyambutnya bersama dengan mereka. Maka, bila imam merayakan Ekaristi wajiblah ia melayani Allah dan jemaat dengan pantas dan rendah hati. Seluruh sikapnya dan juga caranya membawakan sabda ilahi, harus menunjukan kepada umat bahwa Kristus benar-benar hadir di tengah mereka.

94. Di antara para pelayan ibadat, diakon, karena tahbisan kudus yang ia terima, menduduki urutan pertama sesudah imam. Sebab, sejak zaman para rasul, jabatan diakon sangat dihormati dalam Gereja.[101] Dalam Misa, tugas khusus diakon ialah membantu imam, membacakan injil, kadang-kadang menyampaikan homili, membawakan ujud-ujud doa umat, menyiapkan altar dan bahan persembahan, dan melayani komuni untuk umat, terutama komuni-anggur. Kadang-kadang pula ia memberikan petunjuk-petunjuk mengenai sikap tubuh dan tata gerak umat.

II. Tugas-tugas Umat Allah

95. Umat beriman yang merayakan Misa merupakan umat kudus, umat yang dipilih Allah dan dianugerahi martabat imam dan raja. Mereka berkumpul untuk mengucap syukur dan mempersembahkan kurban murni kepada Allah tidak hanya dengan perantaraan tangan imam, melainkan juga bersama dengan imam; mereka pun belajar mempersembahkan diri.[102] Hendaknya mereka berusaha untuk menyatakan hal itu baik dalam sikap takwa yang mendalam, maupun dalam tindakan cinta kasih terhadap saudara-saudara yang mengikuti perayaan yang sama.

Oleh karena itu, mereka hendaknya menjauhkan segala sikap mementingkan diri sendiri dan menghindarkan perpecahan. Mereka harus sadar, bahwa mereka semua mempunyai satu Bapa di surga, sehingga seluruh umat itu bersaudara satu sama lain.

96. Hendaknya mereka merupakan satu tubuh dalam mendengarkan sabda Allah maupun dalam berdoa dan bernyanyi. Terutama mereka harus merupakan satu tubuh dalam mempersembahkan kurban dan dalam menyambut hidangan dari meja Tuhan. Kesatuan itu tampil indah, baik bila semua mengambil sikap tubuh yang sama, maupun bila mereka melaksanakan tata gerak yang sama.

97. Hendaknya umat beriman dengan senang hati melayani umat Allah, bila diminta untuk melakukan pelayanan atau tugas khusus dalam perayaan.

III. Pelayanan-pelayanan Khusus

Pelayanan Akolit dan Lektor yang Dilantik

98. Akolit dilantik untuk melayani altar dan membantu imam serta diakon. Tugasnya yang utama ialah menyiapkan altar dan bejana-bejana kudus. Kalau diperlukan, ia boleh membagikan komuni kepada umat sebagai pelayan tak-lazim.[103]

Dalam melayani altar, akolit memiliki tugas-tugas khusus (bdk. no. 187-193), yang harus ia laksanakan sendiri.

99. Lektor dilantik untuk mewartakan bacaan-bacaan dari Alkitab, kecuali Injil. Dapat juga ia membawakan ujud-ujud doa umat dan, kalau tidak ada pemazmur, ia dapat juga membawakan mazmur tangggapan.

Dalam perayaan Ekaristi, ia harus menjalankan sendiri tugas khusus itu (bdk. no. 194-198), biarpun pada saat itu hadir juga pelayan-pelayan tertahbis.

Tugas-tugas lain

100. Kalau akolit yang telah dilantik tidak hadir, pelayan awam dapat diberi tugas melayani altar dan membantu imam serta diakon. Mereka dapat membawa salib, lilin, pedupaan, roti, anggur, dan air. Mereka juga dapat diberi tugas membagikan komuni sebagai pelayan tak-lazim.[104]

101. Kalau lektor yang telah dilantik tidak hadir, umat awam lainnya dapat diberi tugas memaklumkan bacaan-bacaan dari Alkitab. Mereka harus sungguh-sungguh terampil dan disiapkan secara cermat untuk melaksanakan tugas ini, sehingga dengan mendengarkan bacaan-bacaan dari naskah kudus, umat beriman dapat memupuk dalam diri mereka rasa cinta yang hangat terhadap alkitab.[105]

102. Pemazmur bertugas membawakan mazmur atau kidung-kidung dari Alkitab diantara bacaan-bacaan. Supaya dapat menunaikan tugasnya dengan baik, ia harus menguasai cara melagukan mazmur, dan harus mempunyai suara yang lantang serta ucapan yang jelas.

103. Paduan suara atau koor melaksanakan tugas liturgi tersendiri ditengah umat beriman.
Dengan memperhatikan aneka ragam nyanyian, paduan suara harus melaksanakan tugasnya secara tepat untuk menopang partisipasi aktif umat beriman dalam menyanyi.[106] Semua yang ditentukan untuk paduan suara juga berlaku untuk para pelayan musik yang lain, khususnya organis.

104. Tepat sekali kalau ada seorang solis atau seorang dirigen untuk memimpin dan menopang nyanyian jemaat. Kalau tidak ada paduan suara, solislah yang harus memimpin nyanyian-nyanyian dan jemaat hendaknya ambil bagian sebagaimana mestinya.[107]

105. Pelayan-pelayan berikut juga melaksanakan tugas liturgis :

a. Koster, yang dengan cermat mengatur buku-buku liturgis,busana liturgis, dan hal-hal lain yang diperlukan untuk perayaan Misa.

b. Komentator yang, kalau diperlukan, memberikan penjelasan dan petunjuk singkat kepada umat beriman, supaya mereka lebih siap merayakan Ekaristi dan memahaminya dengan lebih baik. Petunjuk-petunjuk itu harus disiapkan dengan baik, dirumuskan dengan singkat dan jelas. Dalam menjalankan tugas itu komentator berdiri di depan umat, ditempat yang kelihatan tetapi tidak di mimbar.

c. Petugas kolekte yang mengumpulkan uang kolekte dalam gereja.

d. Penyambut jemaat yang menyambut umat beriman pada pintu gereja dan mengantarkan mereka ke tempat duduk. Selain itu mereka dapat mengatur perarakan-perarakan.

106. Terutama untuk gereja-gereja katedral atau gereja-gereja yang besar dianjurkan agar ditunjuk seorang pelayan yang mumpuni atau seorang caeremoniarius (pemandu ibadat) untuk mempersiapkan perayaan liturgi dengan baik, membagikan tugas kepada masing-masing pelayan dan mengatur pelaksanaan perayaan, sehingga berlangsung dengan indah,rapih dan khidmat.

107. Semua tugas liturgis yang tidak merupakan tugas khusus imam atau diakon dan tidak termasuk dalam tugas-tugas yang disebut pada nomor 100-105 di atas, dapat dipercayakan kepada kaum awam yang dipilih oleh pastor paroki.[108] Penyerahan tugas dapat dilaksanakan lewat pemberkatan liturgis atau penugasan sementara. Semua petugas ini hendaknya mematuhi ketentuan ketentuan yang ditetapkan oleh uskup untuk petugas-petugas yang melayani imam di altar.

IV. Pembagian Tugas dan Persiapan Perayaan

108. Semua tugas presidensial hendaknya dilaksanakan oleh imam selebran yang satu dan sama, kecuali untuk bagian-bagian tertentu dalam misa yang dihadiri Uskup (bdk. no. 92 di atas).

109. Jika ada beberapa orang yang dapat menjalankan pelayanan yang sama, maka pelayanan atau tugas itu dapat dibagi dia antara mereka, hingga masing-masing melakukan sebagian. Misalnya, kalau beberapa diakon hadir, yang satu dapat bernyanyi, yang lain membantu imam pada altar. Jika ada beberapa bacaan, lebih baiklah bacaan-bacaan itu di bagikan diantara para lektor. Hal yang sama berlaku untuk pelayanan atau tugas-tugas yang lain. Akan tetapi, tidaklah tepat bahwa satu unsur perayaan dibagi-bagi antar beberapa pelayan, misalnya satu bacaan dibawakan oleh dua lektor secara bergantian, kecuali kalau bacaan itu adalah Kisah Sengsara Tuhan.

110. Jika dalam Misa umat hanya ada seorang pelayan, dapat merangkap beberapa tugas.

111. Setiap perayaan liturgi harus disiapkan sungguh-sungguh dengan semangat kerjasama antara semua yang terkait, dengan memperhatikan ketentuan buku-buku liturgis mengenai ritus, segi pastoral, dan musik. Persiapan itu dipimpin oleh pastor kepala yang hendaknya mendengarkan juga suara umat beriman mengenai hal-hal yang langsung menyangkut mereka. Tetapi imam yang memimpin perayaan tetap mempunyai hak untuk mengatur hal-hal yang memang merupakan wewenangnya.


BAB IV
PELBAGAI BENTUK PERAYAAN MISA

112. Dalam liturgi Gereja partikular, yang tertinggi tingkatnya ialah Misa yang dipimpin oleh Uskup, didampingi oleh para imamnya, para diakon, dan pelayan-pelayan awam,[109] dengan partisipasi penuh dan aktif dari umat kudus Allah, sebab dalam perayaan seperti ini Gereja terungkap secara amat jelas.

Dalam Misa yang dipimpin oleh Uskup, atau yang ia hadiri tetapi tidak memimpinnya, hendaknya dipatuhi kaidah-kaidah yang tercantum dalam Caeremoniale Episcoporum.[110]

113. Yang juga sangat penting ialah Misa yang dirayakan bersama dengan umat, terutama umat paroki. Sebab dalam Misa itu terwujudlah gereja universal pada tempat dan waktu tertentu. Ini terutama berlaku bagi Misa paroki pada hari Minggu.[111]

114. Selanjutnya, di antara Misa-misa yang dirayakan oleh kelompok-kelompok khusus, yang terpenting ialah Misa konventual yang merupakan bagian dari Ibadat Harian; demikian pula Misa komunitas dalam biara. Meskipun Misa-misa itu tidak mempunyai bentuk khusus, namun sangat wajarlah bila Misa itu dirayakan dengan nyanyian, dan terutama dilaksanakan dengan partisipasi penuh dari para warga komunitaas, entah mereka biarawan entah kanunik. Dalam perayaan itu hendaknya masing-masing orang melakukan tugas sesuai dengan tahbisan atau pelayanan yang telah diterimanya. Dari sebab itu, seyogyanya semua imam ikut berkonselebrasi,[112] kecuali kalau mereka terikat kewajiban untuk memimpin Misa sendiri demi kepentingan umat beriman. Akan tetapi, para imam anggota komunitas tetap boleh berkonselebrasi dalam Misa konventual atau Misa komunitas, meskipun pada hari yang sama mereka harus memimpin Misa demi kepentingan pastoral umat beriman. Sebab sangat dianjurkan bahwa para imam yang hadir dalam perayaan Ekaristi, kecuali kalau ada alasan yang masuk akal, seturut ketentuan melaksanakan tugas khusus tarekat dan karenanya berpartisipasi sebagai konselebran, dengan mengenakan busana liturgis.

I. MISA UMAT

115. Misa umat ialah Misa yang dirayakan dengan partisipasi umat beriman. Terutama pada hari-hari Minggu dan hari-hari raya wajib, hendaknya Misa umat diselenggarakan dengan nyanyian dan dengan pelayan-pelayan yang diperlukan.[113] Namun Misa umat dapat juga dilaksanakan tanpa nyanyian dan dengan hanya satu pelayan.

116. Kalau diakon hadir dalam perayaan Misa, hendaknya ia melaksanakan tugas-tugas khasnya. Di samping itu, sangat diharapkan bahwa seturut ketentuan, imam yang memimpin perayaan Misa dibantu oleh akolit, lektor, dan penyanyi. Namun tata perayaan yang diuraikan di bawah ini memungkinkan pula pengikutsertaan lebih banyak pelayan.

Hal-hal yang Harus Disiapkan

117. Altar harus ditutup dengan sekurang-kurangnya satu helai kain altar berwarna putih. Pada altar atau di dekatnya dipasang sekurang-kurangnya dua lilin bernyala; tetapi boleh juga empat, bahkan enam, khususnya pada hari Minggu dan hari raya wajib. Bila Uskup diosesan memimpin Misa di keuskupannya, dipasang tujuh lilin. Di samping itu, hendaknya ada sebuah salib dengan sosok Kristus tersalib yang dipajang pada altar atau di dekatnya. Boleh juga lilin dan salib yang dihias dengan sosok Kristus tersalib itu dibawa dalam perarakan masuk. Kitab Injil (Evangeliarium), bukan Buku Bacaan Misa (Lectionarium), dapat diletakkan pada altar, kecuali kalau kitab itu dibawa dalam perarakan masuk.

118. Begitu pula hendaknya disiapkan:
a. di tempat duduk imam: Misale dan bila diperlukan, buku nyanyian;
b. di mimbar: Buku Bacaan Misa (lectionarium);
c. di meja samping:
(1) piala, korporale, purifikatorium dan bila diperlukan, palla;
(2) patena dan, kalau diperlukan sibori-sibori ;
(3) hosti untuk komuni imam selebran, diakon, para pelayan,dan umat;
(4) ampul berisi air dan ampul berisi anggur, kecuali kalau barang-barang ini diantarkan oleh umat waktu perarakan persembahan;
(5) bejana air suci, kalau ada pemberkatan dan perecikan dengan air suci;
(6) patena untuk komuni umat;
(7) perlengkapan untuk membasuh tangan.
Sangat dianjurkan agar piala ditutup dengan kain; warnanya dapat putih atau sesuai dengan warna liturgi hari yang bersangkutan.
119. Di sakristi hendaknya disiapkan busana liturgis (bdk. no. 337-341) untuk imam, diakon, dan pelayan-pelayan lain sesuai dengan bentuk perayaan :
a. untuk imam: alba, stola, dan kasula;
b. untuk diakon: albam stola, dan dalmatik. Namun dalmatik juga dapat ditiadakan, jika tidak diperlukan atau jika perayaannya tidak begitu meriah;
c. untuk pelayan lainnya: alba atau busana lain yang sudah disahkan.[114]

Semua petugas yang memakai alba, juga menggunakan singel dan amik, kecuali kalau bentuk alba tidak memerlukannya.

Kalau ada perarakan masuk, hal-hal berikut juga perlu disiapkan:
(1) Kitab Injil (Evangeliarium) ;
(2) pada hari Minggu dan hari raya: pedupaan dan wadah dupa (kalau dipakai pedupaan);
(3) salib dan lilin bernyala untuk dibawa dalam perarakan.

A. Misa Umat Tanpa Diakon

Ritus Pembuka

120. Setelah jemaat berkumpul, imam dan para pelayan, dengan mengenakan busana liturgis masing-masing, berarak menuju altar. Urutannya sebagai berikut :
a. Pelayan yang membawa pedupaan berasap, bila dipakai dupa.
b. Pelayan-pelayan yang membawa lilin bernyala, mengapit akolit atau pelayan lain yang membawa salib.
c. Para akolit dan pelayan-pelayan yang lain.
d. Lektor; dapat membawa Kitab Injil (Evangeliarium), bukan Buku Bacaan Misa (Lectionarium) yang sedikit diangkat.
e. Imam yang memimpin perayaan Misa.

Kalau dipakai dupa, sebelum perarakan mulai, imam membubuhkan dupa ke dalam pedupaan dan memberkatinya dengan tanda salib tanpa mengatakan apa-apa.

121. Pada waktu perarakan menuju altar, dilagukan nyanyian pembuka (bdk. no. 47-48)

122. Setibanya di depan altar, imam dan para pelayan membungkuk khidmat.
Kalau dalam perarakan ini dibawa salib, maka salib itu dipajang di dekat altar sehingga berfungsi sebagai salib altar, dan hanya salib itulah yang harus digunakan; kalau ada salib lain, lebih baik salib perarakan ini dipajang di tempat lain (di luar panti imam). Lilin-lilin yang dibawa oleh para pelayan, ditempatkan di dekat altar.

123. Imam menuju altar dan menciumnya sebagai tanda penghormatan. Kalau dianggap perlu, imam lalu mendupai salib dan berkeliling mendupai altar.

124. Kemudian, imam pergi ke tempat duduk. Semua tetap berdiri, dan bila nyanyian pembuka selesai, imam bersama dengan seluruh umat membuat tanda salib sementara imam berkata: Dalam (Demi) nama Bapa, dan Putra, dan Roh Kudus, dan umat menjawab: Amin.
Lalu imam memberi salam kepada umat. Ia menghadap ke arah umat, membuka tangan dan mengucapkan salah satu rumus salam yang tersedia. Kemudian imam atau seorang pelayan lain dapat menyampaikan kata pengantar amat singkat tentang Misa yang dirayakannya.

125. Kemudian menyusul pernyataan tobat. Sesudah itu, dilagukan atau diucapkan Tuhan Kasihanilah sesuai dengan petunjuk rubrik (bdk. no. 52).

126. Seturut ketentuan, kemudian dilagukan atau diucapkan Kemuliaan (bdk. no. 53).

127. Lalu, sambil membuka tangan imam mengajak umat: Marilah kita berdoa, lalu langsung mengatupkan tangan. Semua hadirin bersama dengan imam berdoa sejenak dalam hati. Setelah itu imam merentangkan tangan dan membawakan doa pembuka (kolekta), yang ditutup oleh umat dengan seruan : Amin.

Liturgi Sabda

128. Sesudah doa pembuka (kolekta), semua duduk. Imam dapat menyampaikan pengantar amat singkat agar umat mendengarkan sabda Tuhan dengan baik. Kemudian, lektor pergi ke mimbar dan mewartakan bacaan pertama dari Buku Bacaan Misa yang sudah tersedia di sana sejak sebelum misa. Umat mendengarkannya. Sesudah bacaan, lektor berseru: Demikianlah sabda Tuhan, dan umat menjawab dengan seruan: Syukur kepada Allah.

Tepat sekali bila sesudah bacaan diadakan saat hening sejenak, supaya umat dapat merenungkan sebentar apa yang telah mereka dengar.

129. Sesudah bacaan, pemazmur atau lektor sendiri membawakan ayat-ayat mazmur tanggapan. Umat menanggapi dengan menyerukan/melagukan ulangan.

130. Kalau sebelum Injil masih ada bacaan kedua, lektor mewartakannya dari mimbar. Umat mendengarkannya dan, sesudah bacaan, memberi tanggapan dengan seruan seperti di atas (no. 128). Tepat sekali bila sesudah bacaan diadakan saat hening sejenak.

131. Kemudian, semua berdiri dan melagukan bait pengantar Injil dengan atau tanpa alleluya sesuai dengan masa liturgi (bdk. no. 62-64).

132. Selama dilagukan bait pengantar Injil, jika dipakai dupa, imam mengisi pedupaan dan memberkatinya. Kemudian, imam mangatupkan tangan, membungkuk khidmat ke arah altar sambil berdoa dalam hati: Sucikanlah hati dan budiku...

133. Jika Kitab Injil terletak di atas altar, sekarang imam mengambilnya dan membawanya ke mimbar, dengan sedikit diangkat. Waktu pergi ke mimbar imam didahului oleh putra altar yang dapat membawa pedupaan dan lilin bernyala. Semua yang hadir menghadap ke arah mimbar, dan dengan demikian menunjukkan penghormatan khusus kepada Injil Kristus.

134. Di mimbar itu, imam membuka Kitab Injil dan sambil membuka tangan berkata : Tuhan sertamu, lalu mengatupkan tangan. Umat menjawab : Dan sertamu juga. Kemudian imam berkata : Inilah Injil Yesus Kristus... Dengan ibu jari imam membuat tanda salib pada Injil yang akan diwartakan, lalu pada dahi, mulut, dan dadanya. Hal yang sama juga dilakukan oleh umat. Umat menyerukan aklamasi : Dimuliakanlah Tuhan. Bila dipakai dupa (bdk. no. 277-278), imam mendupai Kitab Injil. Sesudah itu imam mewartakan Injil, dan sesudah pewartaan, ia melagukan atau menyerukan aklamasi : Demikianlah sabda Tuhan, yang dijawab umat dengan seruan : Terpujilah Kristus. Sesudah itu imam mencium Kitab Injil sambil berdoa dalam hati : Ya Tuhan, karena pewartaan Injil ini, hapuskanlah dosa kami.

135. Kalau tidak ada lektor, imam sendiri membawakan dari mimbar semua bacaan, dan jika perlu juga mazmur tanggapan serta bait pengantar Injil. Kalau dipakai dupa, di mimbar pula ia mengisi pedupaan dan memberkatinya lalu berdoa : Sucikanlah hati dan budiku... sambil membungkuk khidmat.

136. Sambil berdiri di dekat tempat duduk atau di mimbar atau kalau dianggap baik, ditempat lain yang serasi, imam menyampaikan homili. Sesudah homili, dapat dilaksanakan saat hening sejenak.

137. Syahadat dilagukan atau didaras oleh imam bersama-sama dengan umat (bdk. no. 68) sambil berdiri. Pada kata-kata Ia dikandung dari Roh Kudus ... menjadi manusia seluruh umat membungkuk khidmat; tetapi pada hari Raya Kabar Sukacita dan pada Hari Raya Natal semua berlutut.

138. Kemudian menyusul doa umat yang dipimpin oleh imam dari tempat duduknya. Dengan tangan terkatup,imam mengajak umat mengambil bagian didalamnya. Ujud-ujud doa umat dimaklumkan oleh diakon, solis, lektor atau pelayan yang lain, dari mimbar atau dari tempat lain yang cocok. Umat berpartisipasi dalam doa yang aklamasi sesudah tiap-tiap ujud. Sambil merentangkan tangan, imam mengakhiri rangkaian ujud-ujud itu dengan doa.

Liturgi Ekaristi

139. Setelah doa umat selesai, semua duduk dan kalau ada perarakan persembahan, nyanyian persiapan persembahan dimulai (bdk. no. 74).

Akolit atau pelayan awam lain menata korporale, purifikatorium, piala, palla dan Misale pada altar.

140. Dianjurkan agar umat beriman berpartisipasi dalam persiapan persembahan dengan mengantar roti dan anggur untuk perayaan Ekaristi dan persembahan lain untuk keperluan Gereja dan orang-orang miskin. Bahan persembahan umat beriman diterima oleh imam dibantu akolit atau pelayan-pelayan lain. Roti dan anggur untuk Ekaristi diterima oleh imam selebran lalu diletakkan pada altar, sedangkan bahan persembahan lain diletakkan di tempat yang cocok (bdk. no. 73).

141. Di altar, imam menerima patena dengan roti dari pelayan yang membantunya, lalu dengan kedua belah tangan mengangkatnya sedikit di atas altar sambil mengucapkan dalam hati doa : Terpujilah Engkau. Setelah itu patena dengan roti diletakkan di atas korporale.

142. Kemudian, imam pergi ke sisi altar. Putra altar menyampaikan ampul berisi anggur, lalu imam menuangkan anggur ke dalam piala. Kemudian putra altar menyampaikan ampul berisi air, lalu imam menuangkan sedikit air ke dalam piala sambil berkata dalam hati: sebagaimana dilambangkan.... Setelah kembali ke tengah dengan kedua tangan imam mengambil piala, mengangkatnya sedikit di atas altar sambil berdoa dengan suara lembut: Terpujilah Engkau. Lalu piala diletakkan di atas korporale, dan bila dianggap perlu ditutup dengan palla.[115]

Tetapi, kalau tidak ada nyanyian persiapan persembahan, dan alat musik pun tidak dimainkan, waktu mengangkat roti dan anggur imam boleh mengucapkan rumus Terpujilah Engkau dengan suara lantang, dan umat menanggapinya dengan aklamasi: Terpujilah Allah selama-lamanya.

143. Setelah piala diletakkan di atas altar, imam membungkuk khidmat dan berdoa dalam hati: Dengan rendah hati dan tulus,...

144. Bila dipakai dupa, imam lalu mengisi pedupaan, dan mendupai bahan persembahan, salib, dan altar. Kemudian, seorang pelayan mendupai imam dari sisi altar. Akhirnya pelayan yang sama mendupai umat.

145. Sesudah doa Dengan rendah hati dan tulus... atau sesudah pendupaan, imam membasuh tangan pada sisi altar. Waktu air dituangkan atas tangannya oleh seorang pelayan, imam berdoa dalam hati Ya Tuhan, bersihkanlah.

146. Kemudian imam kembali ke tengah, dan menghadap ke arah umat. Sambil membuka tangan ia mengajak umat berdoa : Berdoalah, saudara-saudara... Umat berdiri dan menanggapi ajakan imam dengan berdoa : Semoga persembahan ini. Sesudah itu sambil merentangkan tangan imam membawakan doa persiapan persembahan yang ditutup oleh umat dengan seruan Amin.

147. Kemudian imam membuka Doa Syukur Agung. Sesuai petunjuk rubrik, imam memilih salah satu Doa Syukur Agung yang terdapat dalam Misale Romawi, atau yang disahkan oleh Takhta Suci. Sedari hakikatnya, Doa Syukur Agung dibawakan hanya oleh imam, berkat kuasa tahbisan yang ia terima. Umat memadukan diri dengan imam lewat iman dan doa batin, serta lewat bagian-bagian Doa Syukur Agung yang ditentukan bagi mereka. Bagian-bagian ini meliputi jawaban-jawaban dalam dialog pembuka prefasi, Kudus, aklamasi anamnesis, Aklamasi Amin meriah pada akhir doksologi penutup, juga lewat aklamasi-aklamasi lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup dan diketahui oleh Takhta Suci.

Sangatlah tepat kalau imam melagukan bagian-bagian Doa Syukur Agung yang dilengkapi dengan lagu.

148. Sambil membuka tangan imam memulai Doa Syukur Agung dengan bernyanyi atau berkata: Tuhan sertamu. Umat menjawab : Dan sertamu juga. Selanjutnya waktu mengucapkan Arahkanlah hatimu... imam mengangkat tangan. Umat menjawab : Sudah kami arahkan. Kemudian sambil merentangkan tangan imam melanjutkan: Marilah bersyukur.... Umat menjawab: sudah layak dan sepantasnya. Kemudian sambil tetap merentangkan tangan imam membawakan prefasi. Pada akhir prefasi imam mengatupkan tangan lalu bersama dengan semua yang hadir melagukan atau mengucapkan Sanctus (Kudus) (bdk. no. 79b).

149. Imam melanjutkan Doa Syukur Agung dengan mengikuti petunjuk-petunjuk yang terdapat pada masing-masing Doa Syukur Agung.

Bila seorang Uskup memimpin perayaan Ekaristi di wilayah keuskupannya, sesudah kata-kata Bapa Suci... atau yang senada, ia menambahkan : Saya, hamba-Mu yang hina ini. Tetapi, kalau ia memimpin perayaan Ekaristi di luar keuskupannya, sesudah kata-kata Bapa Suci... atau yang senada, ia menambahkan saya, hamba-Mu yang hina ini, dan saudara saya..., Uskup Gereja... ini.

Dalam setiap perayaan Ekaristi, Uskup diosesan atau pejabat Gereja yang menurut hukum sederajat dengannya harus disebut sebagai berikut: Bapa Suci.., Uskup kami... (atau Vikaris, Prelat, Prefek, Abbas kami...).

Dalam Doa Syukur Agung boleh juga disebut Uskup koajutor dan Uskup pembantu, tetapi tidak Uskup luar keuskupan yang kebetulan hadir dalam perayaan Ekaristi. Kalau harus disebut beberapa nama, penyebutannya dilakukan secara kolektif : Uskup kami... dan para Uskup pembantunya.

Semua rumusan itu hendaknya digubah dengan saksama supaya cocok untuk masing-masing Doa Syukur Agung.

150. Bila dianggap perlu, sesaat sebelum konsekrasi, putra altar dapat membunyikan bel sebagai tanda bagi umat. Demikian pula sesuai dengan kebiasaan setempat, pelayan dapat membunyikan bel pada saat hosti dan piala diperlihatkan kepada umat sesudah konsekrasi masing-masing. Kalau dipakai pedupaan seorang pelayan mendupai roti/piala pada saat diperlihatkan kepada umat sesudah konsekrasi masing-masing.

151. Sesudah konsekrasi, setelah imam berkata Agunglah misteri iman kita, umat melagukan atau melambungkan salah satu aklamasi anamnesis yang dipilih dari rumus-rumus yang tersedia.

Pada akhir Doa Syukur Agung, imam mengambil piala dan patena dengan hosti di atasnya dan mengangkatnya sambil melagukan atau mengucapkan doksologi Dengan pengantaraan Kristus, Umat menanggapi doksologi ini dengan aklamasi Amin. Kemudian imam meletakkan piala dan patena di atas korporale.

152. Sesudah Doa Syukur Agung selesai, dengan tangan terkatup imam mengucapkan pengantar doa Bapa Kami. Kemudian, sambil merentangkan tangan imam melambungkan doa Bapa Kami bersama dengan umat.

153. Sesudah Bapa Kami, sambil merentangkan tangan, imam membawakan embolisme sendirian. Umat menanggapinya dengan aklamasi Sebab Engkaulah raja.

154. Kemudian, sambil merentangkan tangan, dengan suara lantang imam mengucapkan doa Tuhan Yesus Kristus bersabda... Sesudah itu, imam menghadap ke arah umat, dan mengucapkan salam-damai. (Semoga) Damai Tuhan ....., sambil membuka tangan, lalu mengatupkannya lagi. Umat menjawab : Sekarang dan selama-lamanya. Kemudian, kalau perlu, imam menambahkan : Marilah kita saling menyampaikan salam-damai.

Imam dapat memberikan salam-damai kepada para pelayan, tetapi tidak meninggalkan panti imam, sehingga jalannya perayaan tidak terganggu. Demikian juga kalau, karena alasan yang kuat, ia ingin memberikan salam-damai kepada beberapa anggota jemaat. Pada saat yang sama, sesuai dengan keputusan Konferensi Uskup, semua saling menyatakan salam-damai, persekutuan, dan kasih. Sementara menyampaikan salam-damai, umat berkata Damai Tuhan, dan dijawab Amin

155. Kemudian, imam mengambil hosti kudus, memecah-mecahnya di atas patena, dan memasukkan sepotong kecil di dalam piala sambil berdoa dalam hati : Semoga Tubuh dan Darah... Sementara itu, paduan suara dan seluruh umat melagukan Anakdomba Allah (bdk. no. 83).

156. Lalu, sambil mengatupkan tangan , imam berdoa dalam hati: Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang hidup... atau: Ya Tuhan Yesus Kristus, semoga Tubuh dan Darah-Mu...

157. Sesudah doa itu imam berlutut, lalu mengambil hosti kudus, mengangkatnya sedikit di atas patena atau di atas piala, dan sambil menghadap ke arah umat ia berkata: Inilah Anakdomba Allah... Bersama dengan umat ia lalu melanjutkan : Ya Tuhan, saya tidak pantas...

158. Sambil menghadap ke arah altar imam lalu berdoa dalam hati: Semoga Tubuh Kristus selalu melindungi aku, dan dengan khidmat ia menyambut Tubuh Kristus. Kemudian ia mengambil piala, berdoa dalam hati: Semoga Darah Kristus selalu melindungi aku, dan dengan khidmat menyambut Darah Kristus.

159. Ketika imam menyambut Tubuh Kristus, dimulailah nyanyian komuni (bdk. no. 86).

160. Sesudah itu imam mengambil patena atau sibori dan menuju tempat umat akan menyambut Tubuh (dan Darah) Kristus.

Umat tidak diperkenankan mengambil sendiri roti kudus atau piala, apalagi saling memberikannya antar mereka. Umat menyambut entah sambil berlutut entah sambil berdiri, sesuai ketentuan Konferensi Uskup. Tetapi, kalau menyambut sambil berdiri, dianjurkan agar sebelum menyambut Tubuh (dan Darah) Tuhan mereka menyatakan tanda hormat yang serasi, sebagaimana ditentukan dalam kaidah-kaidah mengenai komuni.

161. Kalau komuni dibagikan hanya dalam rupa roti, imam mengangkat sedikit dan menunjukkan hosti kepada masing-masing orang yang menyambut sambil berkata : Tubuh Kristus. Masing-masing orang menjawab : Amin, lalu menyambutnya entah dengan lidah entah dengan tangan. Begitu diterima, hosti hendaknya langsung dimakan.

Kalau komuni diterimakan dalam rupa roti dan anggur, hendaknya diperhatikan petunjuk-petunjuk di bawah (bdk. no. 284-287).

162. Imam-imam lain yang kebetulan hadir dalam perayaan Ekaristi dapat membantu melayani komuni umat. Kalau imam-imam seperti itu tidak ada, padahal jumlah umat yang menyambut besar sekali, imam dapat memanggil pelayan komuni tak-lazim untuk membantu, yakni: akolit yang dilantik secara liturgis atau juga anggota jemaat yang sudah dilantik secara liturgis untuk tugas ini.[116] Dalam keadaan darurat, imam dapat menugaskan anggota jemaat yang pantas hanya untuk kesempatan yang bersangkutan.[117]

Pelayan-pelayan seperti ini hendaknya tidak menghampiri altar sebelum imam menyambut Tubuh dan Darah Tuhan. Mereka selalu menerima dari tangan imam bejana kudus yang berisi Tubuh atau Darah Kristus untuk dibagikan kepada umat beriman.

163. Sesudah pelayan komuni selesai, imam kembali ke altar. Kalau kebetulan anggur kudus masih tersisa, imam langsung meminumnya sampai habis. Tetapi, kalau hosti kudus masih tersisa, imam dapat memakannya atau menyimpannya dalam tabernakel.

Imam kembali ke altar dan mengumpulkan remah-remah hosti, kalau ada, lalu pergi ke sisi altar atau ke meja-samping dan membersihkan patena atau sibori di atas piala. Akhirnya, imam membersihkan piala sambil berdoa dalam hati: Ya Tuhan, semoga anugerah-Mu yang tadi kami sambut..., dan mengeringkannya dengan purifikatorium. Kalau bejana-bejana dibersihkan di altar, maka kemudian dibawa oleh putra altar ke meja samping. Tetapi boleh juga bejana-bejana itu, terutama kalau jumlahnya banyak, dibiarkan di altar atau di meja-samping; semua ditutup rapi dan diletakkan di atas korporale. Baru sesudah Misa, bila umat sudah pulang, bejana-bejana itu dibersihkan oleh akolit.

164. Setelah bejana-bejana dibersihkan, imam pergi ke tempat duduk, dan diadakan saat hening selama beberapa saat atau dilambungkan mazmur, madah, atau kidung pujian lain (bdk. no. 88).

165. Kemudian, sambil berdiri di depan tempat duduk atau di belakang altar, imam menghadap ke arah umat dan sambil membuka tangan berkata: Marilah kita berdoa, lalu mengatupkan tangan. Semua berdoa sejenak dalam hati, kecuali kakalu saat hening sudah dilaksanakan langsung sesudah komuni. Lalu, sambil merentangkan tangan imam mengucapkan doa komuni, dan, pada akhir doa, umat menyerukan aklamasi Amin.

Ritus Penutup

166. Pengumuman untuk umat, kalau ada, dibacakan sesudah doa komuni.

167. Kemudian sambil membuka tangan imam memberi salam kepada umat : Tuhan sertamu, dan umat menjawab : Dan sertamu juga. Imam kembali mengatupkan tangan, lalu langsung menempelkan tangan kiri pada dada, mengangkat tangan kanan dan berkata : Semoga saudara sekalian diberkati oleh Allah yang mahakuasa, dan sambil memberkati umat ia meneruskan : Bapa, dan Putra dan Roh Kudus. Umat menjawab: Amin.

Pada hari dan kesempatan tertentu rumus berkat itu didahului oleh rumus berkat meriah atau doa untuk jemaat sebagaimana terdapat dalam Lampiran Misale atau pada rumus Misa yang bersangkutan.

Seorang Uskup memberkati umat dengan rumus khusus sambil membuat tiga kali tanda salib atas umat.

168. Langsung sesudah berkat, imam mengatupkan tangan dan berkata : Perayaan Ekaristi sudah selesai. Umat menjawab : Syukur kepada Allah. Kemudian imam melanjutkan: Pergilah! Saudara diutus, dan umat menjawab: Amin.

169. Akhirnya sesuai ketentuan imam menghormati altar dengan menciumnya dan setelah membungkuk khidmat bersama para pelayan awam, ia meninggalkan ruang ibadat.

170. Kalau langsung sesudah Misa diadakan perayaan liturgi lain, maka Ritus penutup, yaitu salam, berkat, dan pengutusan umat ditiadakan.

B. Misa Umat dengan Diakon

171. Kalau diakon membantu dalam perayaan Ekaristi hendaknya ia mengenakan busana liturgis diakon dan melaksanakan tugasnya sebagai berikut:
a. membantu dan mendampingi imam;
b. membantu di altar: melayani piala dan Misale;
c. memaklumkan injil dan dengan arahan dari imam, menyampaikan homili (bdk. no. 66)
d. memandu umat beriman dengan petunjuk-petujuk yang jelas dan memaklumkan ujud-ujud doa umat;
e. membantu imam membagikan Tubuh dan Darah Kristus, dan membersihkan serta merapikan kembali bejana-bejana kudus;
f. mengambil alih tugas pelayan-pelayan lain, kalau mereka berhalangan.

Ritus Pembuka

172. Dalam perarakan masuk, sambil membawa Kitab Injil (Evangeliarium) yang sedikit diangkat, diakon berjalan di depan imam atau di sampingnya.

173. Setibanya di depan altar, kalau membawa Kitab Injil, diakon tidak ikut memberi penghormatan tetapi langsung ke altar untuk menempatkan Kitab Injil di atas altar. Sesudah itu, bersama dengan imam, ia mencium altar.

Akan tetapi, kalau tidak membawa Kitab Injil, diakon membungkuk khidmat ke arah altar bersama imam, dan bersama dia pula mencium altar.

Bila dalam perayaan Ekaristi ini dipakai dupa, maka diakon membantu imam mengisi pedupaan dan mendampinginya mendupai salib serta altar.

174. Sesudah itu, bersama dengan imam diakon menuju tempat duduk. Ia duduk disamping imam dan membantu dia, kalau diperlukan.

Liturgi Sabda

175. Kalau dalam perayaan Ekaristi dipakai dupa, waktu bait pengantar Injil dilagukan, diakon membantu imam mengisi pedupaan. Kemudian ia membungkuk khidmat di depan imam dan meminta berkat dengan kata-kata: Bapa, mohon berkat. Imam memberkatinya sambil berkata: Semoga Tuhan menyertai saudara... Diakon membuat tanda salib dan menjawab: Amin. Sesudah itu diakon membungkuk ke arah altar, mengambil Kitab Injil dari altar, lalu pergi ke mimbar sambil membawa Kitab Injil yang sedikit diangkat. Para putra altar yang membawa pedupaan serta lilin bernyala berjalan di depan diakon. Sesampainya di mimbar, diakon, sambil membuka tangan memberi salam kepada umat sambil berkata: Tuhan sertamu. Kemudian sambil berkata: Inilah Injil Yesus Kristus..., diakon membuat tanda salib dengan ibu jari pada Injil yang akan diwartakan, lalu pada dahi, mulut dan dadanya. Lalu ia mendupai Kitab Injil dan mewartakan Injil. Sesudah pembacaan, diakon menyerukan aklamasi Demikianlah sabda Tuhan, dan semua menjawab: Terpujilah Kristus. Lalu ia mencium Kitab Injil sambil berkata dalam hati Tuhan, karena pewartaan Injil ini, hapuskanlah dosa kami. Kemudian ia kembali ke tempat duduk di samping imam selebran.

Kalau yang memimpin Ekaristi seorang Uskup, diakon membawa Kitab Injil kepadanya untuk dicium, atau diakon sendiri menciumnya sambil berkata dalam hati: Tuhan, karena pewartaan Injil ini, hapuskanlah dosa kami. Dalam perayaan meriah, kalau dianggap baik, Uskup dapat memberkati umat dengan Kitab Injil.

Akhirnya, diakon membawa Kitab Injil ke meja samping atau ke tempat lain yang anggun dan serasi.

176. Kalau lektor yang terampil dan terlantik tidak hadir, diakon dapat juga membawakan bacaan-bacaan sebelum Injil.

177. Sesudah doa umat dibuka oleh imam, diakon membawakan ujud-ujud doa umat dari mimbar, sesuai dengan ketentuan.

Liturgi Ekaristi

178. Sesudah doa umat selesai, waktu persiapan persembahan, imam tetap duduk di kursinya. Diakon menyiapkan altar dibantu oleh akolit; tetapi pengaturan bejana-bejana kudus dilaksanakan oleh diakon sendiri. Waktu imam menerima bahan persembahan umat,diakon juga membantunya. Kemudian ia menyerahkan kepada imam patena dengan roti yang akan dikonsekrasikan. Sesudah itu diakon menuangkan anggur dan sedikit air ke dalam piala, sambil berkata dalam hati: Sebagaimana dilambangkan..., lalu menyerahkannya kepada imam. Namun dapat juga diakon menyiapkan piala, yaitu mengisinya dengan anggur dan air, pada meja samping. Bila dipakai dupa , diakon mendampingi imam waktu mendupai bahan persembahan, salib dan altar. Kemudian ia atau akolit mendupai imam dan umat.

179. Selama Doa Syukur Agung diakon berdiri di samping imam, sedikit di belakangnya, sehingga kalau perlu ia dapat membantu melayani piala dan Misale.

Mulai dari epiklesis sampai saat imam memperlihatkan piala kepada umat sesudah konsekrasi, seturut ketentuan, diakon berlutut. Kalau ada beberapa diakon, pada saat konsekrasi, salah satu dapat mengisi pedupaan dan mendupai hosti serta piala pada saat diperlihatkan kepada umat.

180. Waktu doksologi pada akhir Doa Syukur Agung diakon berdiri di samping imam. Ia mengangkat piala, sementara imam mengangkat patena dengan hosti, sampai umat selesai melambungkan aklamasi Amin meriah.

181. Sesudah salam damai: (Semoga) Damai Tuhan kita Yesus Kristus... yang dijawab umat: Sekarang dan selama-lamanya, diakon dapat mengajak umat untuk saling memberi salam damai. Ia menghadap ke arah umat dan dengan tangan terkatup berkata: Marilah kita saling memberikan salam damai. Diakon menerima salam damai dari imam dan dapat meneruskannya kepada pelayan-pelayan lain yang ada di dekatnya.

182. Sesudah imam menyambut Tubuh dan Darah Kristus, diakon menyambut Tubuh dan Darah Kristus dari tangan imam sendiri. Setelah itu diakon membantu imam melayani komuni untuk umat. Kalau umat menyambut Tubuh dan Darah Kristus, maka diakon melayani komuni Darah Kristus, dan begitu komuni selesai dengan hormat diakon menghabiskan Darah Kristus yang tersisa. Dalam hal ini, ia dapat dibantu oleh diakon dan imam-imam lain.

183. Sesudah umat menyambut Tubuh (dan Darah) Kristus, diakon dan imam kembali ke altar. Diakon mengumpulkan remah-remah hosti yang masih tersisa. Lalu ia membawa piala dan bejana-bejana kudus lainnya ke meja samping. Disana, ia membersihkan bejana-bejana kudus iu dan merapikannya kembali seperti biasa. Sementara itu imam pergi ke tempat duduknya. Boleh juga bejana-bejana yang harus dibersihkan itu ditinggalkan di meja samping di atas korporale, ditutup dengan sehelai kain. Baru sesudah Misa selesai, semua itu dibersihkan oleh diakon.

Ritus Penutup

184. Sesudah doa komuni, diakon membacakan pengumuman-pengumuman singkat untuk umat, kecuali kalau imam sendiri ingin melakukan hal itu.

185. Kalau digunakan rumus berkat meriah atau doa untuk jemaat, lebih dulu diakon berkata kepada umat: Membungkuklah untuk menerima berkat. Sesudah imam memberikan berkat, diakon menghadap ke arah umat dan, sambil mengatupkan tangan, berkata: perayaan Ekaristi sudah selesai. Umat menjawab: Syukur kepada Allah. Kemudian, diakon mengutus umat dengan berkata: Pergilah! Saudara diutus. Dan umat menjawab: Amin.

186. Kemudian, bersama dengan imam, diakon menghormati altar dengan menciumnya. Sesudah itu, diakon dan imam membungkuk khidmat, lalu mereka berarak meninggalkan ruang ibadat dengan urutan seperti waktu berarak masuk.

C. Tugas Akolit

187. Tugas akolit beraneka ragam; bisa terjadi bahwa beberapa dari antaranya harus dilaksanakan pada saat yang sama. Maka baiklah tugas-tugas itu dibagikan diantara sejumlah akolit. Tetapi, kalau hanya ada satu akolit, maka tugas pelayanan yang paling penting harus dia laksanakan sendiri, sedangkan tugas-tugas lain diserahkan kepada beberapa pelayan lain.

Ritus Pembuka

188. Dalam perarakan masuk menuju altar, akolit dapat membawa salib, diapit dua pelayan yang membawa lilin bernyala. Sesampai di altar, ia memajang salib di dekat altar sedemikian rupa sehingga salib itu menjadi salib altar; kalau tidak, ia memajang salib di tempat lain yang pantas. Kemudian ia pergi ke tempat duduknya di panti imam.

189. Selama seluruh perayaan, akolit harus siap melayani imam atau diakon, kapan pun diperlukan, yakni memegang buku atau membantu mereka dalam hal-hal lain yang diperlukan. Karena itu, akolit sebaiknya mengambil tempat yang memungkinkan ia dengan lancar melayani imam/diakon baik waktu mereka ada di tempat duduk maupun waktu ada di altar.

Liturgi Ekaristi

190. Bila tidak ada diakon, sesudah doa umat akolit mengatur korporale, purifikatorium, piala, dan Misale di atas altar, sementara imam tetap duduk di tempatnya. Lalu, kalau perlu, ia membantu imam menerima bahan persembahan umat dan membawa roti serta anggur ke altar untuk diserahkan kepada imam. Kalau diadakan pendupaan, akolit membuka pedupaan bagi imam dan mendampingi dia ketika mendupai bahan persembahan, salib, dan altar. Kemudian, akolit mendupai imam dan umat.

191. Kalau perlu, selaku pelayan tak-lazim, akolit yang dilantik secara liturgis dapat membantu imam melayani komuni untuk umat.[118] Bilamana komuni dilaksanakan dalam dua rupa, akolit menyerahkan piala kepada masing-masing penyambut, atau memegang piala kalau komuni-dua-rupa itu dilakukan dengan mencelupkan roti ke dalam piala.

192. Seusai komuni, akolit membantu imam atau diakon membersihkan serta merapikan kembali piala, patena, dan bejana-bejana kudus lainnya. Akan tetapi, kalau tidak ada diakon, ia membawa bejana itu ke meja-samping dan membersihkan serta menatanya kembali di situ.

193. Sesudah perayaan Misa selesai, akolit dan para pelayan lain kembali ke sakristi bersama diakon dan imam; mereka berarak dengan urutan seperti waktu berarak masuk.

D. Tugas Lektor

Ritus Pembuka

194. Dalam perarakan menuju altar, bila tidak ada diakon, lektor dapat membawa Kitab Injil (Evangeliarium) yang sedikit diangkat. Dalam hal seperti ini, lektor berjalan didepan imam; kalau tidak membawa Kitab Injil, ia berjalan bersama para pelayan yang lain.

195. Sesampai di depan altar, lektor membungkuk khidmat bersama para pelayan yang lain. Seorang lektor yang membawa Kitab Injil langsung menuju altar dan meletakkan Kitab Injil di atasnya. Lalu ia pergi ke tempat duduknya di panti imam bersama para pelayan yang lain.

Liturgi Sabda

196. Lektor memaklumkan bacaan-bacaan sebelum Injil dari mimbar. Kalau tidak ada pemazmur, lektor boleh juga membawakan mazmur tanggapan sesudah saat hening yang menyusul bacaan pertama.

197. Kalau tidak ada diakon, lektor boleh membawakan ujud-ujud doa umat, sesudah imam membukanya.

198. Kalau tidak ada nyanyian pembuka dan nyanyian komuni, lektor dapat membawakan antifon pembuka dan antifon komuni yang tertera dalam Misale pada saat yang sesuai, kecuali kalau antifon-antifon itu didaras oleh umat (bdk. no. 48, 87).

II. MISA KONSELEBRASI

199. Konselebrasi mengungkapkan dengan tepat kesatuan imamat, kesatuan kurban, dan kesatuan seluruh umat Allah. Tata liturgi sendiri menetapkan agar Misa konselebrasi dilaksanakan pada tahbisan Uskup dan tahbisan imam, pada pemberkatan abas, dan pada Misa Krisma, Selain itu, asal saja kesejahteraan umat beriman tidak dirugikan, Misa konselebrasi dianjurkan pada kesempatan-kesempatan berikut :
a. pada Misa sore mengenang perjamuan malam Tuhan pada Kamis Putih;
b. pada Misa selama konsili, sidang para Uskup, dan sinode;
c. pada Misa konventual dan Misa utama di gereja-gereja serta kapel;
d. pada Misa selama pertemuan para imam, baik diosesan maupun biarawan.[119]

Akan tetapi, setiap imam diizinkan untuk memimpin perayaan Misa sendiri, asal tidak bersamaan waktu dan tempatnya dengan Misa konselebrasi yang sedang dirayakan.Tetapi pada Kamis Putih petang dan Malam Paska, imam tidak diizinkan memimpin Misa sendirian.

200. Para imam tamu hendaknya diterima dengan senang hati untuk ikut berkonselebrasi, asal saja status imamat mereka tidak diragukan.

201. Bila ada banyak imam, bila perlu atau demi manfaat pastoral, dapat juga diselenggarakan beberapa kali Misa konselebrasi pada hari yang sama. Tetapi Misa-misa itu hendaknya tidak dirayakan pada waktu dan dalam ruang yang sama.[120]

202. Sesuai dengan kaidah hukum, Uskup berwenang mengatur tata cara Misa konselebrasi di semua gereja dan kapel dalam wilayah keuskupannya.

203. Misa konselebrasi yang dirayakan oleh para imam bersama dengan Uskupnya harus dijungjung tinggi, terutama pada hari-hari raya sepanjang tahun liturgi, pada misa tahbisan Uskup baru untuk diosis setempat atau Uskup koajutor atau Uskup pembantunya, pada Misa Krisma, pada Misa sore mengenang Perjamuan Malam Tuhan pada Kamis Putih, pada perayaan pendiri Gereja setempat atau pelindung keuskupan, pada ulang tahun Uskup, dan pada kesempatan sinode atau kunjungan pastoral Uskup.

Demikian pula dianjurkan Misa konselebrasi dilaksanakan setiap kali imam-imam berkumpul bersama dengan Uskupnya, entah waktu retret, entah pada pertemuan-pertemuan lain. Sebab dalam Misa konselebrasi semacam itu tampaklah dengan lebih jelas maksud Misa konselebrasi, yaitu kesatuan imamat dan kesatuan Gereja.[121]

204. Dengan alasan istimewa, pada kesempatan-kesempatan tertentu, bila suatu perayaan atau suatu pesta mempunyai arti penting, diperbolehkan merayakan Misa atau Misa konselebrasi lebih dari satu kali sehari, yaitu :

a. Pada hari Kamis dalam Pekan Suci, Imam yang sudah merayakan Misa atau berkonselebrasi dalam Misa Krisma pagi hari, boleh merayakan Ekaristi atau ikut berkonselebrasi dalm Misa sore mengenang Perjamuan Malam Tuhan.

b. Pada Hari Raya Paskah, imam yang telah merayakan Misa atau ikut berkonselebrasi dalam Misa Malam Paskah, boleh merayakan Misa atau ikut berkonselebrasi pada Misa hari Minggu Paskah.

c. Pada Hari Raya Natal semua imam boleh merayakan Misa atau ikut berkonselebrasi tiga kali, asal masing-masing Misa dirayakan pada waktunya.

d. Pada Peringatan Arwah Semua Orang Beriman, semua imam boleh tiga kali merayakan Misa atau ikut berkonselebrasi asal Misa itu dirayakan pada waktu yang berbeda, dan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan Misa kedua dan Misa ketiga dipatuhi.[122]

e. Imam yang ikut Misa konselebrasi dengan Uskup atau wakilnya dalam sinode atau pada kunjungan pastoral, atau ikut konselebrasi pada pertemuan antar imam, boleh merayakan Misa lagi untuk kepentingan umat beriman. Kaidah yang sama berlaku juga untuk pertemuan tarekat-tarekat religius.

205. Misa konselebrasi, apapun bentuknya, diatur menurut kaidah yang sudah lazim (bdk. no. 112-198). Tetapi harap diperhatikan beberapa hal yang dipertahankan atau diubah sebagaimana disebut di bawah ini.

206. Sama sekali tidak diperbolehkan, seorang imam menggabungkan diri dalam Misa konselebrasi yang sudah dimulai atau meninggalkan Misa konselebrasi sebelum selesai.

207. Untuk Misa konselebrasi, di panti imam hendaknya disiapkan tempat duduk dan teks / buku untuk para imam konselebran, sedangkan di meja-samping disiapkan satu piala dengan ukuran yang cukup memadai atau beberapa piala.

208. Jika dala Misa konselebrasi tak ada diakon, tugas-tugas khusus diakon diambil alih oleh beberapa imam konselebran.

Kalau para pelayan lain juga tidak hadir, tugas-tugas mereka dapat diserahkan kepada anggota jemaat yang layak; kalau tidak, tugas-tugas itu diambil alih oleh beberapa imam konselebran.

209. Imam-imam konselebran mengenakan busana liturgis di sakristi atau di suatu tempat lain. Pakaiannya sama dengan pakaian untuk Misa yang dirayakan oleh satu imam. Tetapi kalau ada alasan wajar, misalnya bila jumlah imam besar dan jumlah busana liturgis kurang, maka cukuplah selebran utama mengenakan kasula, sedangkan imam-imam lain hanya mengenakan alba dengan stola di atasnya.

Ritus Pembuka

210. Bila segala sesuatu sudah siap, maka seperti biasanya diadakan perarakan masuk menuju altar. Para imam konselebran berjalan di depan selebran utama.

211. Setibanya di depan altar, para konselebran dan selebran utama membungkuk khidmat, kemudian semua menghormati altar dengan menciumnya, lalul pergi ke tempat duduk masing-masing. Bila tata cara menyarankan dipakai dupa, selebran utama lebih dulu mendupai salib dan altar, baru kemudian pergi ke tempat duduk.

Liturgi Sabda

212. Selama liturgi sabda para konselebran tetap tinggal pada tempat masing-masing; mereka duduk atau berdiri mengikuti selebran utama.

Bila Misa konselebran dipimpin Uskup dan tidak ada diakon, Injil dimaklumkan oleh salah seorang imam konselebran. Dalam hal ini, sebelum memaklumkan Injil, ia lebih dulu minta berkat dari Uskup. Akan tetapi, hal ini tidak dilakukan kalau selebran utama itu seorang imam.

213. Homili biasanya disampaikan oleh selebran utama atau oleh salah seorang konselebran.

Liturgi Ekaristi

214. Persiapan Persembahan (bdk. no. 139-145) dilakukan oleh selebran utama. Para konselebran tetap duduk pada tempatnya.

215. Sesudah selebran utama memanjatkan doa persiapan persembahan, para konselebran mendekat ke altar dan berdiri di sekelilingnya. Tetapi harus diusahakan agar mereka tidak menghambat jalannya perayaan; juga tidak menghalangi pandangan jemaat beriman agar mereka dapat menyaksikan dengan jelas kegiatan kudus yang dilaksanakan di altar. Hendaknya mereka tidak menghalangi jalan diakon kalau ia harus menghampiri altar untuk melaksanakan tugasnya.

Meskipun dalam suatu Misa konselebrasi hadir banyak imam, diakon tetap melaksanakan pelayanannya di altar, yakni pelayanan yang menyangkut piala dan Misale. Tetapi sedapat mungkin diakon berdiri sedikit di belakang para konselebran.

Cara Membawakan Doa Syukur Agung

216. Prefasi dilagukan atau diucapkan hanya oleh selebran utama. Kudus dilagukan atau diucapkan oleh semua imam konselebran, bersama dengan umat dan paduan suara.

217. Sesudah Kudus, Doa Syukur Agung diteruskan oleh para imam konselebran dengan cara seperti diterangkan di bawah. Kalau tidak ada petunjuk khusus, maka hanya selebran utama melakukan tata gerak yang disarankan dalam Doa Syukur Agung.

218. Dalam bagian-bagian yang diucapkan oleh semua konselebran bersama-sama, terutama kata-kata konsekrasi, yang memang harus diucapkan oleh semua, hendaknya para konselebran memakai suara lembut, supaya suara selebran utama terdengar dengan jelas. Dengan demikian umat dapat mengikuti doa-doa itu tanpa kesulitan.

A. Doa Syukur Agung I atau Kanon Romawi

219. Dalam Doa Syukur Agung I atau Kanon Romawi, doa Maka ya Bapa yang maharahim,... diucapkan hanya oleh selebran utama sambil merentangkan tangan.

220. Doa untuk orang yang masih hidup Ingatlah, ya Tuhan,... dan doa Dalam persatuan dengan seluruh Gereja..., seyogyanya masing-masing dibawakan oleh seorang konselebran. Ia harus mengucapkannya sendirian dengan suara lantang, sambil merentangkan tangan.

221. Doa Maka kami mohon, ya Tuhan, diucapkan hanya oleh selebran utama sambil merentangkan tangan.

222. Dari doa Ya Tuhan, kami mohon... sampai dengan Allah yang mahakuasa, utuslah malaikat-Mu... selebran utama melakukan tata gerak yang disarankan sementara semua konselebran mengucapkan doa bersama-sama dengan cara sebagai berikut :

a. Waktu mengucapkan doa Ya Tuhan kami mohon... semua imam mengulurkan tangan kanan (dengan telapak ke bawah) ke arah persembahan.

b. Waktu mengucapkan Pada hari sebelum menderita dan Demikian pula... para konselebran mengatupkan tangan.

c. Bila dianggap baik, waktu mengucapkan kata-kata Tuhan {Inilah Tubuh-Ku... / Inilah Darah-Ku...}, para konselebran mengulurkan tangan kanan (dengan telapak ke atas) ke arah roti dan piala. Waktu hosti dan piala diperlihatkan, mereka memandangnya, kemudian menghormatinya dengan membungkuk khidmat.

d. Waktu mengucapkan doa Oleh karena itu, ya Tuhan... dan Sudilah memandang persembahan ini... semua imam merentangkan tangan.

e. Waktu mengucapkan doa Allah yang mahakuasa, utuslah malaikat-Mu... sampai pada kata-kata: ... yang mengambil bagian dalam perjamuan altar ini ... para konselebran mengatupkan tangan sambil membungkuk. Kemudian, mereka tegak kembali, dan pada kata-kata: dipenuhi dengan rahmat dan berkat surgawi mereka membuat tanda salib pada diri sendiri.

223. Doa untuk orang yang sudah meninggal Ingatlah juga ya Tuhan... seyogyanya diserahkan kepada seorang konselebran yang mengucapkannya sendirian dengan suara lantang sambil merentangkan tangan.

224. Waktu mengucapkan doa Perkenankanlah juga kami, hamba-hamba-Mu yang berdosa ini semua konselebran menepuk dada.

225. Dengan pengantaraan Dia Engkau menciptakan... diucapkan oleh selebran utama sendirian.

B. Doa Syukur Agung II

226. Dalam Doa Syukur Agung II, Sungguh kuduslah Engkau ya Bapa... diucapkan hanya oleh selebran utama sambil merentangkan tangan.

227. Doa-doa dari Maka kami mohon:... sampai dengan Kini kami ikut ambil bagian... diucapkan oleh semua konselebran bersama-sama dengan cara yang berikut :

a. Waktu mengucapkan Kami mohon:... semua imam mengulurkan tangan kanan (dengan telapak ke bawah) ke arah persembahan.

b. Waktu mengucapkan Sebab pada malam Ia diserahkan,... dan Demikian pula, mengakhiri perjamuan, semua imam mengatupkan tangan.

c. Bila dirasa baik, waktu mengucapkan kata-kata Tuhan {Inilah Tubuh-Ku ... / Inilah Darah-Ku}, para konselebran mengulurkan tangan kanan (dengan telapak ke atas) ke arah roti dan piala. Waktu hosti dan piala diperlihatkan, mereka memandangnya, kemudian menghormatinya dengan membungkuk khidmat.

d. Waktu mengucapkan doa Dengan mengenangkan... dan Kini kami ikut ambil bagian... semua imam merentangkan tangan.

228. Doa untuk orang yang masih hidup Bapa, perhatikanlah Gereja-Mu... serta doa untuk orang-orang yang telah meninggal Selamatkanlah hamba-Mu... seyogyanya masing-masing diserahkan kepada seorang konselebran, yang mengucapkannya sendirian dengan suara lantang sambil merentangkan tangan.

C. Doa Syukur Agung III

229. Dalam Doa Syukur Agung III, Sungguh kuduslah Engkau, ya Bapa... diucapkan hanya oleh selebran utama sambil merentangkan tangan.

230. Doa-doa dari Maka sudilah, ya Bapa... sampai dengan Kami mohon, terimalah persembahan Gereja-Mu ini... diucapkan oleh semua imam bersama-sama dengan cara sebagai berikut :

a. Waktu mengucapkan Maka sudilah, ya Bapa... semua imam mengulurkan tangan kanan (dengan telapak ke bawah) ke arah persembahan.

b. Waktu mengucapkan Sebab pada malam dikhianati dan Demikian pula, mengakhiri perjamuan... semua imam mengatupkan tangan.

c. Bila dirasa baik, waktu mengucapkan kata-kata Tuhan {Inilah Tubuh-Ku ... / Inilah Darah-Ku}, para konselebran mengulurkan tangan kanan (dengan telapak ke atas) ke arah roti dan piala. Waktu hosti dan piala diperlihatkan, mereka memandangnya, kemudian menghormatinya dengan membungkuk khidmat.

d. Waktu mengucapkan doa Bapa, kami mengenang Yesus Kristus,... dan Kami mohon, terimalah persembahan Gereja-Mu ini... semua imam merentangkan tangan.

231. Doa-doa permohonan Semoga kami disempurnakan oleh-Nya,... dan Ya Bapa, semoga berkat kurban pendamai ini... seyogyanya masing-masing diserahkan kepada seorang konselebran, yang mengucapkannya sendirian dengan suara lantang sambil merentangkan tangan.

D. Doa Syukur Agung IV

232. Dalam Doa Syukur Agung IV, doa Kami memuji Engkau, ya Bapa yang kudus... sampai dengan kata-kata ... Roh Kudus itu ... menyucikan dunia... diucapkan hanya oleh selebran utama sambil merentangkan tangan.

233. Doa-doa dari Dari sebab itu kami mohon, ya Bapa,... sampai dengan Ya Bapa, sudilah memandang kurban ini... diucapkan oleh semua imam bersama-sama, dengan cara sebagai berikut :

a. Waktu mengucapkan Dari sebab itu kami mohon, ya Bapa,... semua konselebran mengulurkan tangan kanan (dengan telapak ke bawah) ke arah persembahan.

b. Waktu mengucapkan Sebab ketika tiba saatnya, Putra-Mu... dan Demikian pula Yesus mengangkat piala... semua imam mengatupkan tangan.

c. Bila dirasa baik, waktu mengucapkan kata-kata Tuhan {Inilah Tubuh-Ku ... / Inilah Darah-Ku}, para konselebran mengulurkan tangan kanan (dengan telapak ke atas) ke arah roti dan piala. Waktu hosti dan piala diperlihatkan, mereka memandangnya, kemudian menghormatinya dengan membungkuk khidmat.

d. Waktu mengucapkan doa Bapa yang kudus... dan Ya Bapa, sudilah memandang kurban ini... semua imam merentangkan tangan.

234. Doa-doa permohonan Kami mohon, ya Bapa... dan Perhatikan pula semua... seyogyanya masing-masing diserahkan kepada seorang konselebran, yang mengucapkannya sendirian dengan suara lantang sambil merentangkan tangan.

235. Untuk Doa Syukur Agung lain yang disahkan Takhta Suci hendaknya dipatuhi kaidah-kaidah yang ditetapkan untuk masing-masing Doa Syukur Agung.

236. Doksologi yang menutup Doa Syukur Agung diucapkan bersama-sama hanya oleh selebran utama dan semua konselebran, tetapi tidak oleh umat.

Ritus Komuni

237. Kemudian, sambil mengatupkan tangan, selebran utama mengajak umat untuk membawakan doa Bapa Kami; sesudah itu, sambil merentangkan tangan ia melambungkan Bapa Kami bersama para konselebran, yang juga merentangkan tangan, dan bersama dengan umat.

238. Doa embolisme diucapkan oleh selebran utama sendirian sambil merentangkan tangan. Lalu para konselebran bersama dengan umat menyambung dengan aklamasi Sebab Engkaulah raja...

239. Kemudian diakon atau, kalau tidak ada diakon, salah seorang konselebran mengajak umat saling memberi salam-damai. Lalu semua yang hadir saling memberi salam-damai. Para konselebran yang paling dekat dengan selebran utama menerima salam-damai dari dia sebelum diakon.

240. Selama pemecahan roti, para diakon atau beberapa konselebran dapat membantu selebran utama memecah-mecah hosti baik untuk para konselebran maupun untuk umat.

241. Sesudah memasukan sepotong kecil hosti ke dalam piala, selebran utama berdoa sendirian dalam hati: Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang hidup... atau Ya Tuhan Yesus Kristus, semoga Tubuh dan Darah-Mu,...

242. Sesudah menyelesaikan doa sebelum komuni, selebran utama berlutut, lalu mundur beberapa langkah. Kemudian konselebran satu per satu maju ke tengah, berlutut dan dengan khidmat mengambil Tubuh Kristus dari Altar. Hosti dipegang dengan tangan kanan yang ditopang dengan tangan kiri. Lalu mereka kembali ke tempat masing-masing. Akan tetapi, menurut cara lain, para konselebran dapat tetap tinggal pada tempat masing-masing dan mengambil Tubuh Kristus dari patena yang disampaikan oleh selebran utama atau konselebran lain kepada masing-masing konselebran atau yang diedarkan dari konselebran yang satu kepada yang lain.

243. Kemudian selebran utama mengambil hosti yang dikonsekrasikan dalam perayaan Misa yang bersangkutan. Dengan menghadap ke arah umat, ia mengangkatnya sedikit di atas patena atau di atas piala, sambil mengucapkan : Inilah Anakdomba Allah... bersama-sama dengan para konselebran dan umat, ia melanjutkan Ya Tuhan, saya tidak pantas...

244. Lalu selebran utama dengan menghadap ke arah altar berdoa dalam hati Semoga Tubuh Kristus selalu melindungi aku. Setelah itu ia menyambut Tubuh Kristus dengan khidmat. Hal yang sama dilakukan oleh para konselebran. Sesudah itu diakon menyambut Tubuh Kristus dari tangan selebran utama.

245. Darah Kristus dapat disambut dengan bermacam-macam cara: Dapat diminum langsung dari piala, atau dengan menggunakan pipa kecil atau sendok, ataupun dengan mencelupkan hosti ke dalam piala.

246. Kalau komuni Darah Kristus dilaksanakan dengan minum langsung dari piala, maka dapat diikuti salah satu cara di bawah ini :

a. Selebran utama mengambil pialadan berdoa dalam hati: Semoga Darah Kristus selalu melindungi aku. Sesudah minum sedikit, piala diberikan kepada diakon atau seorang imam konselebran. Kemudian selebran utama membagikan komuni kepada umat (bdk. no. 160-162). Para konselebran menghampiri altar satu persatu, atau, kalau ada dua piala, berdua-dua, berlutut, lalu menyambut Darah Kristus. Sesudah menyambut, mereka langsung membersihkan bibir piala, lalu kembali ke tempat duduk.

b. Selebran utama tetap berdiri pada tempatnya menghadap ke arah altar dan menyambut Darah Kristus. Para konselebran juga tetap berdiri pada tempatnya masing-masing dan menerima piala dari tangan diakon atau salah seorang konselebran. Piala juga dapat diedarkan dari konselebran yang satu kepada yang lain. Setiap kali seorang konselebran minum dari piala, hendaknya bibir piala itu dibersihkan, entah oleh orang yang minum itu sendiri, entah oleh orang yang menyerahkannya. Sesudah menyambut, masing-masing kembali ke tempat duduk.

247. Pada altar, diakon dengan khidmat meminum seluruh Darah Kristus yang tersisa, kalau perlu, dibantu oleh beberapa konselebran. Kemudian ia membawa piala itu ke meja-samping, dan di sana ia atau akolit yang sudah dilantik membersihkan serta merapikannya kembali seperti biasa (bdk. no. 183).

248. Para konselebran dapat juga menyambut Darah Kristus di altar langsung sesudah menyambut Tubuh Kristus.

Kalau begitu, selebran utama menyambut Tubuh dan Darah Kristus seperti dalam Ekaristi yang dipimpin oleh satu imam (bdk. no. 158). Tetapi dalam menyambut Darah Kristus ia mengikuti salah satu cara yang telah ditentukan untuk para konselebran.

Setelah selebran utama menyambut, piala diletakkan di sisi altar di atas sebuah korporale. Para konselebran satu per satu maju ke tengah, berlutut, lalu menyambut Tubuh Kristus. Kemudian mereka pergi ke sisi altar dan menyambut Darah Kristus menurut cara yang ditentukan untuk perayaan Ekaristi yang bersangkutan.

Komuni untuk diakon dan pembersihan piala dilangsungkan seperti tersebut di atas.

249. Jika, dalam konselebrasi, komuni-dua-rupa dilaksanakan dengan mencelupkan hosti ke dalam piala, maka selebran utama menyambut Tubuh dan Darah Kristus seperti biasa. Tetapi ia hendaknya memperhatikan, agar dalam piala itu ada cukup banyak anggur untuk komuni para konselebran. Diakon atau salah seorang konselebran meletakkan piala di tengah atau di sisi altar di atas sebuah korporale. Patena dengan hosti-hosti ditempatkan di samping piala.

Kemudian para konselebran maju ke altar satu per satu, berlutut, lalu mengambil hosti dan mencelupkannya sedikit ke dalam piala. Dengan tangan kiri mereka memegang patena di bawah hosti, dan menyambut. Sesudah menyambut, mereka kembali ke tempat duduk masing-masing.

Diakon juga menyambut dengan mencelupkan hosti ke dalam piala. Salah seorang konselebran berkata: Tubuh dan Darah Kristus. Diakon menjawab : Amin, lalu meyambut. Kemudian, diakon minum seluruh Darah Kristus yang tersisa, kalau perlu dibantu oleh beberapa konselebran. Lalu ia membawa piala itu ke meja-samping. Di sana ia atau akolit yang sudah dilantik membersihkan dan mengeringkan piala itu, lalu merapikannya kembali seperti biasa.

Ritus Penutup

250. Semua hal lain sampai akhir Misa biasanya dilaksanakan oleh selebran utama sendiri (bdk. no. 166-169). Para konselebran tetap pada tempat masing-masing .

251. Sebelum meninggalkan panti imam, semua konselebran membungkuk khidmat ke arah altar, tetapi, seturut ketentuan, hanya selebran utama yang menghormati altar dengan menciumnya.

III. MISA DENGAN HANYA SATU PELAYAN

252. Untuk Misa yang dirayakan oleh seorang imam dan dilayani hanya oleh seorang pelayan, diikuti Tata Perayaan Ekaristi dengan jemaat (bdk. no. 120-169). Dalam hal ini pelayan mengambil alih semua bagian umat.

253. Kalau pelayan itu seorang diakon, ia melaksanakan semua peran khasnya (bdk. no. 171-186); di samping itu, ia melaksanakan bagian-bagian lain, yakni bagian-bagian umat.

254. Misa hendaknya tidak dirayakan tanpa seorang pelayanpun, atau tanpa dihadiri sekurang-kurangnya oleh sejumlah kecil umat, kecuali kalau ada alasan yang berat. Dalam hal seperti itu salam, kata pengantar, dan berkat pada akhir Ekaristi ditiadakan.

255. Sebelum Misa, piala disiapkan di meja-samping dekat altar atau di atas altar pada sisi kanan. Misale ditempatkan di atas altar pada sisi kiri.

Ritus Pembuka

256. Sesudah membungkuk khidmat ke arah altar, imam berdiri di depan altar, dan membuat tanda salib sambil berkata: Dalam (Demi) nama Bapa... Kemudian ia menghadap ke arah pelayan dan memberi salam dengan salah satu teks salam yang tersedia. Kemudian menyusul pernyataan tobat.

257. Sesudah itu, imam menuju altar, dan menyatakan hormat dengan menciumnya; kemudian ia bergeser ke sisi kiri altar, dan sambil berdiri di situ ia membaca teks-teks doa dari Misale. Ia tetap di situ sampai doa umat selesai.

258. Imam membacakan antifon pembuka dan mengucapkan Tuhan Kasihanilah dan Kemuliaan bila diwajibkan.

259. Sambil membuka tangan imam berkata: Marilah kita berdoa, lalu mengatupkan tangan. Sesudah berdoa dalam hati sejenak, sambil merentangkan tangan ia mengucapkan doa pembuka. Pada akhir doa pelayan menyerukan aklamasi Amin.

Liturgi Sabda

260. Sedapat mungkin bacaan-bacaan dimaklumkan dari mimbar atau tempat lain yang cocok.

261. Sesudah doa pembuka, pelayan membacakan bacaan pertama, mazmur tanggapan, lalu juga bacaan kedua, kalau ada, dan bait pengantar Injil.

262. Sesudah itu, imam membungkukdan berdoa dalam hati: Sucikanlah hati dan budiku, ya Allah yang mahakuasa..., lalu memaklumkan Injil. Mengakhiri pemakluman Injil, imam berkata: Demikianlah sabda Tuhan, pelayan menjawab: Terpujilah Kristus. Sesudah itu, imam menghormati Kitab Injil dengan menciumnya sambil berdoa dalam hati: Tuhan, karena pewartaan Injil ini hapuskanlah dosa kami.

263. Kemudian, imam bersama dengan pelayan mengucapkan syahadat, kalau diwajibkan.

264. Lalu menyusul doa umat, yang dalam Misa seperti inipun boleh diucapkan. Ujud-ujud diucapkan oleh imam, jawabannya oleh pelayan.

Liturgi Ekaristi

265. Dalam Liturgi Ekaristi, semuanya dilaksanakan seperti dalam Misa umat, kecuali hal-hal berikut.

266. Sesudah aklamasi pada akhir embolisme Bapa Kami, imam mengucapkan doa : Tuhan Yesus Kristus bersabda..., yang disambung dengan salam-damai: (Semoga) Damai Tuhan kita Yesus Kristus... pelayan menjawab: Sekarang dan selama-lamanya. Tergantung situasi, imam dapat mengungkapkan salam-damai kepada pelayan.

267. Sambil mengucapkan Anakdomba Allah bersama dengan pelayan, imam memecah-mecah roti di atas patena. Sesudah itu imam memasukkan sepotong kecil dari hosti itu ke dalam piala sambil berdoa dalam hati: Semoga Sakramen Tubuh dan Darah...

268. Kemudian, imam berdoa dalam hati: Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang hidup... atau Ya Tuhan Yesus Kristus, semoga Tubuh dan Darah-Mu,... Lalu ia berlutut dan mengambil hosti. Kalau pelayan menyambut, imam menghadap ke arah dia, mengangkat hosti sedikit di atas patena sambil berkata: Inilah Anakdomba Allah... Lalu mereka bersama-sama mengucapkan satu kali: Ya Tuhan, saya tidak pantas... Sesudah itu, imam menyambut Tubuh Kristus dengan menghadap ke arah altar. Kalau pelayan tidak menyambut, imam berlutut, mengambil hosti sambil berdoa satu kali dalam hati dengan tetap menghadap ke arah altar: Ya Tuhan saya tidak pantas... Kemudian, ia menyambut Tubuh Kristus. Sesudah itu, ia mengambil piala dan berdoa Semoga Darah Kristus..., lalu menyambut Darah Kristus.

269. Sebelum memberikan Tubuh (dan Darah) Kristus kepada pelayan, imam mengucapkan antifon komuni.

270. Imam membersihkan piala pada sisi altar atau pada meja-samping. Kalau piala dibersihkan pada altar, kemudian dapat dibawa oleh pelayan ke meja-samping atau dirapikan kembali di atas altar.

271. Setelah piala dibersihkan, imam hendaknya mengupayakan saat hening sejenak. Kemudian ia mengucapkan doa komuni.

Ritus Penutup

272. Ritus Penutup dilangsungkan seperti dalam Misa yang dihadiri umat, tetapi pengutusan Pergilah! Saudara diutus... dihilangkan.
Seturut ketentuan, imam menghormati altar dengan menciumnya, dan sesudah membungkuk khidmat bersama pelayan, ia meninggalkan ruang ibadat.

IV. BEBERAPA KAIDAH UMUM UNTUK SEMUA BENTUK MISA

Penghormatan Altar dan Kitab Injil (Evangeliarium)

273. Sesuai dengan tradisi liturgi, altar dan Kitab Injil dihormati dengan mencium. Akan tetapi, kalau mencium tidak sesuai dengan tradisi atau kekhasan daerah setempat, Konferensi Uskup berwenang menggantinya dengan cara penghormatan yang lain, dengan persetujuan Takhta Apostolik.

Berlutut dan Membungkuk

274. Berlutut, yakni tata gerak yang dilakukan dengan menekuk lutut kanan sampai menyentuh lantai, merupakan tanda sembah sujud. Oleh karena itu, berlutut dikhususkan untuk menghormati Sakramen Mahakudus dan Salib Suci yang digunakan dalam Liturgi Jumat Agung sampai sebelum memasuki Misa Malam Paskah.

Dalam Misa, hanya tiga kali imam berlutut, yaitu pada saat konsekrasi sesudah memperlihatkan hosti dan sesudah menunjukkan piala, dan sebelum imam menyanbut Tubuh Kristus. Ketentuan-ketentuan khusus untuk Misa konselebrasi dipaparkan pada tempat yang bersangkutan (bdk. no. 210-251).

Kalau di panti imam ada tabernakel dengan Sakramen Mahakudus di dalamnya, maka imam, diakon dan pelayan-pelayan lain selalu berlutut pada saat mereka tiba di depan altar dan pada saat akan meninggalkan panti imam. Tetapi dalam Misa sendiri mereka tidak perlu berlutut.

Di luar perayaan Ekaristi, setiap kali lewat di depan Sakramen Mahakudus, orang berlutut, kecuali kalau mereka sedang dalam perarakan.

Para pelayan yang membawa salib perarakan atau lilin menundukkan kepala sebagai ganti berlutut.

275. Di samping berlutut, ada juga tata gerak membungkuk dan menundukkan kepala. Keduanya merupakan tanda penghormatan kepada orang atau barang yang merupakan representasi pribadi tertentu.

a. Menundukkan kepala dilakukan waktu mengucapkan nama Tritunggal Mahakudus, nama Yesus, nama Santa Perawan Maria, dan nama santo/santa yang diperingati dalam Misa yang bersangkutan.

b. Membungkukkan badan atau membungkuk khidmat dilakukan waktu:
(1) menghormati altar;
(2) sebelum memaklumkan Injil, waktu mengucapkan doa Sucikanlah hati dan budiku, ya Allah yang mahakuasa...
(3) dalam syahadat, waktu mengucapkan kata-kata Ia dikandung dari Roh Kudus ... dan Ia menjadi manusia;
(4) dalam persiapan persembahan, waktu mengucapkan doa Dengan rendah hati dan tulus;
(5) dalam Kanon Romawi pada kata-kata Allah yang mahakuasa, utuslah malaikat-Mu... Membungkuk juga dilakukan oleh diakon waktu minta berkat kepada imam sebelum mewartakan Injil. Kecuali itu, imam juga membungkuk sedikit waktu mengucapkan kata-kata Tuhan pada saat konsekrasi: Terimalah...

Penggunaan Dupa

276. Pendupaan merupakan ungkapan hormat dan doa sebagaimana dijelaskan dalam Alkitab (bdk. Mzm 141:2; Why 8:3).

Dalam setiap bentuk Misa boleh digunakan dupa :
a. selama perarakan masuk;
b. pada permulaan Misa untuk menghormati salib dan altar;
c. waktu perarakan dan pewartaan Injil;
d. sesudah roti dan anggur disiapkan di altar, bahan persembahan, salib, dan altar didupai; juga imam dan jemaat.
e. waktu hosti dan piala diperlihatkan kepada umat sesudah konsekrasi masing-masing.

277. Sesudah mengisi pedupaan, imam memberkatinya dengan membuat tanda salib di atasnya, tanpa mengatakan apa-apa.

Sebelum dan sesudah pendupaan, petugas membungkuk khidmat ke arah orang atau barang yang didupai, kecuali dalam pendupaan altar dan bahan persembahan untuk Ekaristi.

Pendupaan dilaksanakan dengan mengayunkan pedupaan ke depan dan ke belakang. Pedupaan diayunkan tiga kali untuk penghormatan:
(a) Sakramen Mahakudus, relikui salib suci dan patung Tuhan yang dipajang untuk dihormati secara publik;
(b) bahan persembahan;
(c) salib altar, Kitab injil, lilin paskah, imam dan jemaat.

Pedupaan diayunkan dua kali untuk penghormatan: relikui dan patung orang kudus yang dipajang untuk dihormati secara publik. Semua ini didupai hanya pada awal perayaan Ekaristi sesudah pendupaan altar.

Altar didupai dengan serangkaian ayunan tunggal sebagai berikut :
a. Kalau altar berdiri sendiri, imam mendupai altar sambil mengelilinginya.
b. Kalau altar melekat pada dinding, maka imam mendupai sambil berjalan ke sisi kanan lalu ke sisi kirinya.

Kalau ada salib di atas atau di dekat altar, maka salib itu didupai sebelum altar. Atau, imam mendupai salib pada saat ia melintas di depannya.

Sebelum mendupai salib dan altar, imam mendupai bahan persembahan dengan mengayunkan pedupaan tiga kali atau dengan membuat tanda salib dengan pedupaan di atas bahan persembahan.

Pembersihan Bejana-bejana

278. Kalau remah-remah hosti melekat pada jari imam, misalnya sesudah hosti dibelah dua atau sesudah komuni umat, hendaknya imam membersihkan jari di atas patena. Bila perlu ia membasuh tangan. Remah-remah yang terletak di luar patena hendaknya dikumpulkan.

279. Bejana-bejana kudus dibersihkan oleh imam atau diakon atau akolit yang dilantik sesudah komuni atau sesudah Misa, kalau mungkin, pada meja samping. Piala dibersihkan dengan air atau dengan air dan anggur, yang kemudian diminum oleh petugas yang bersangkutan. Kemudian, patena dan sibori biasanya dibersihkan dengan purifikatorium.

Sesudah pembagian komuni, hendaknya sungguh diperhatikan agar sisa Darah Kristus langsung diminum oleh pelayan komuni yang bersangkutan pada altar.

280. Hosti atau bagian hosti yang terjatuh harus dipungut dengan khidmat. Kalau ada Darah Kristus tertumpah, hendaknya tempat itu dibersihkan dengan air. Air itu lalu dituangkan ke dalam sakrarium[123] di sakristi.

Komuni-Dua-Rupa

281. Sebagai tanda, komuni kudus mempunyai bentuk yang lebih penuh kalau disambut dalam rupa roti dan anggur, sebab komuni-dua-rupa itu melambangkan dengan lebih sempurna perjamuan ekaristi. Juga dinyatakan dengan lebih jelas bahwa perjanjian yang baru dan kekal diikat dalam Darah Tuhan. Kecuali itu, lewat komuni-dua-rupa tampak jelas juga hubungan antara perjamuan ekaristi di dunia dan perjamuan eskatologis dalam kerajaan Bapa.[124]

282. Para gembala umat beriman hendaknya berusaha, agar orang-orang beriman yang menyambut komuni-dua-rupa atau yang tidak menyambut diingatkan akan ajaran katolik tentang komuni kudus, sesuai dengan dokumen Konsili Trente. Terutama hendaknya ditekankan, bahwa baik dalam komuni-roti maupun dalam komuni-anggur seluruh sakramen dan seluruh Kristus disambut seutuhnya. Jadi, orang yang komuni hanya dalam satu rupa, sama sekali tidak dirugikan karena mengira tidak mendapat cukup rahmat yang perlu untuk keselamatan.[125]

Kecuali itu, hendaknya diajarkan, bahwa Gereja mempunyai wewenang untuk mengatur cara merayakan sakramen, asal tidak mengubah hakikat sakramen. Maka, Gereja dapat menetapkan atau mengubah cara perayaan sakramen, sebagaimana dianggap perlu karena tuntutan zaman dan keadaan setempat, dengan maksud agar sakramen dirayakan dengan lebih hormat, dan umat beriman menerimanya dengan manfaat lebih besar.[126] Hendaknya dianjurkan kepada umat beriman yang akan menyambut komuni-dua-rupa, agar mereka lebih ingin dan lebih mantap ikut dalam perayaan itu, sebab dalam perayaan itu dilambangkan dengan lebih sempurna perjamuan Ekaristi.

283. Kecuali dalam hal-hal yang disebut dalam buku-buku rituale, komuni-dua-rupa diizinkan :

a. bagi para imam yang tidak dapat merayakan Misa sendiri atau tidak dapat ikut dalam konselebrasi;

b. bagi para diakon dan para pelayan lain, yang menjalankan tugasnya dalam Misa;

c. bagi para anggota komunitas biara, dalam Misa konventual atau dalam apa yang disebut Misa komunitas; bagi para seminaris, dan semua yang mengikuti retret, pertemuan rohani atau pastoral.

Uskup setempat dapat menentukan kaidah-kaidah komuni-dua-rupa untuk keuskupannya. Kaidah seperti itu harus dipatuhi juga dalam kapel-kapel biara dan dalam perayaan dengan kelompok kecil. Uskup diosesan juga berwenang memberikan izin kepada imam yang memimpin Misa untuk melaksanakan komuni-dua-rupa kalau dianggapnya baik. Ini dapat dilaksanakan asal umat beriman sudah diberi pengarahan dengan baik, dan tidak ada bahaya pencemaran sakramen atau perayaan menjadi kacau balau karena jumlah umat yang terlau besar atau karena alasan lain.

Akan tetapi, Konfernsi Uskup dapat menentukan kaidah tentang tata cara komuni-dua-rupa untuk umat, dan tentang kemungkinan memperluas izin untuk kouni-dua-rupa. Kaidah-kaidah ini dapat dimaklumkan sesudah diketahui oleh Takhta Apostolik.

284. Kalau komuni dilaksanakan dalam dua rupa :

a. Seturut ketentuan, piala dilayani oleh diakon atau, kalau tidak ada diakon, oleh seorang imam. Dapat juga piala dilayani oleh akolit yang dilantik secara liturgis atau oleh pelayan komuni tak-lazim. Kalau terpaksa, piala juga dapat dilayani oleh anggota jemaat yang diberi tugas hanya untuk kesempatan yang bersangkutan;

b. Seluruh sisa Darah Kristus diminum pada altar oleh imam atau diakon atau akolit yang dilantikyang pada waktu itu melayani piala dan kemudian membersihkan serta mengatur kembali bejana-bejana kudus seperti biasa.

Komuni hendaknya dapat diterimakan hanya dalam wujud roti kepada umat beriman yang barangkali menginginkannya.

285. Yang harus disiapkan untuk komuni-dua-rupa ialah :

a. Kalau komuni-anggur dilaksanakan dengan minum langsung dari piala, hendaknya disiapkan beberapa piala atau satu piala yang cukup besar. Tetapi, hendaknya diusahakan jangan sampai Darah Kristus tersisa terlalu banyak;

b. Kalau komuni-anggur dilaksanakan dengan mencelupkan hosti ke dalam piala, hendaknya disiapkan hosti ?hosti yang tidak terlalu kecil dan tipis, tetapi lebih tebal dari pada biasanya, supaya sesudah dicelupkan masih dapat diberikan dengan mudah kepada orang yang menyambut.

286. Kalau Darah Kristus disambut dengan minum dari piala, sesudah menyambut Tubuh Kristus, orang yang menyambut menghadap petugas yang melayani piala, dan berdiri di depannya. Pelayan berkata: Darah Kristus, penyambut menjawab: Amin. Lalu pelayan menyerahkan piala kepada penyambut. Penyambut memegang sendiri piala itu dan minum darinya, lalu mengembalikan piala kepada pelayan. Kemudian, penyambut kembali ke tempat duduk, dan sementara itu pelayan membersihkan bibir piala dengan purifikatorium.

287. Kalau komuni-dua-rupa dilaksanakan dengan mencelupkan hosti ke dalam anggur, tiap penyambut, sambil memegang patena di bawah dagu, menghadap imam yang memegang piala. Di samping imam berdiri pelayan yang memegang bejana kudus berisi hosti. Imam mengambil hosti, mencelupkan sebagian ke dalam piala, memperlihatkannya kepada penyambut sambil berkata: Tubuh dan Darah Kristus. Penyambut menjawab: Amin, lalu menerima hosti dengan mulut, dan kemudian kembali ke tempat duduk.


BAB V
TATA RUANG DAN PERLENGKAPAN GEREJA UNTUK PERAYAAN EKARISTI

I. Asas-asas Umum

288. Untuk merayakan Ekaristi, umat Allah biasanya berhimpun dalam gereja. Kalau tidak ada gereja, atau kalau gereja tidak memadai, mereka berhimpun di suatu tempat lain yang pantas untuk misteri yang seagung itu. Maka dari itu, hendaknya ruang gereja atau tempat lain itu sungguh-sungguh sesuai untuk perayaan kudus yang dilangsungkan di dalamnya, dan sungguh-sungguh memungkinkan partisipasi umat beriman dalam perayaan tersebut. Rumah ibadat dan segala perlengkapannya hendaknya sungguh pantas, indah, serta merupakan tanda dan lambang alam surgawi.[127]

289. Dari sebab itu, Gereja selalu mengharapkan sumbangan para seniman dan memberikan keleluasaan kepada kesenian segala bangsa serta daerah.[128] Memang, Gereja berusaha memelihara karya seni dari abad-abad yang lalu,[129] dan menyesuaikan seperlunya dengan tuntutan zaman, namun ia berusaha juga memajukan bentuk-bentuk baru yang serasi dengan semangat zamannya.[130]

Oleh karena itu, dalam mendidik para seniman dan dalam memilih karya-karya seni untuk gereja, hendaknya dituntut yang sungguh bermutu. Sebab seni itu harus membantu memperdalam iman dan kesucian, harus selaras dengan kebenaran yang mau diungkapkan dan mencapai tujuan yang dimaksud.[131]

290. Semua gereja hendaknya didedikasikan atau, sekurang-kurangnya, diberkati. Katedral dan gereja-gereja paroki harus didedikasikan dengan ritus meriah.

291. Untuk mendirikan gereja baru, atau memperbarui gereja lama, atau mengubah konstruksi gereja, hendaknya lebih dulu diminta nasihat kepada Komisi Liturgi dan Komisi Kesenian keuskupan. Uskup diosesan hendaknya memanfaatkan nasihat komisi-komisi tersebut, bila ia harus memberikan petunjuk, mengesahkan rencana untuk bangunan baru, atau mengambil keputusan lain di biadang ini.[132]

292. Hiasan gereja hendaknya bermutu, anggun tetapi tetap sedehana. Bahan untuk hiasan hendaknya asli. Seluruh perlengkapan gereja hendaknya mendukung pendidikan iman umat dan martabat ruang ibadat.

293. Perancangan gereja dan lingkungan sekitarnya hendaknya serasi dengan situasi setempat dan sesuai pula dengan tuntutan zaman. Maka dari itu, tidak cukup kalau hanya syarat-syarat mininal untuk perayaan ibadat dipenuhi. Hendaknya juga diusahakan agar umat beriman, yang secara teratur berhimpun di situ, merasa nyaman.

294. Umat Allah yang berhimpun untuk Misa mempunyai susunan organik dan hirarkis. Hal itu tampak dalam bermacam-macam tugas dan aneka ragam tindakan yang dilakukan dalam masing-masing bagian perayaan liturgi. Oleh karena itu, tata ruang gereja haruslah disusun sedemikian rupa, sehingga mencerminkan susunan umat yang berhimpun, memungkinkan pembagian tempat sesuai dengan susunan itu, dan mempermudah pelaksanaan tugas masing-masing anggota jemaat.

Umat beriman dan paduan suara hendaknya mendapat tempat yang memudahkan mereka berpartisipasi secara aktif di dalam liturgi.[133]

Imam, diakon, dan pelayan-pelayan lain hendaknya mengambil tempat di panti imam. Di sini pula hendaknya disiapkan tempat duduk untuk para konselebran; tetapi, kalau jumlah konselebran besar, hendaknya tempat duduk mereka diatur dibagian lain gereja, tetapi masih dekat dengan altar.

Jadi, tata ruang gereja harus menunjukkan susunan hirarkis umat dan keanekaragaman tugas-tugas. Meskipun demikian, tata ruang gereja harus tetap mewujudkan kesatuan, supaya dengan demikian tampaklah kesatuan seluruh umat kudus. Penataan dan keindahan ruang serta semua perlengkapan gereja hendaknya menunjang suasana doa dan mengantar umat kepada misteri-misteri kudus yang dirayakan di sini.

II. Penataan Panti Imam untuk Perayaan Kudus

295. Panti imam adalah tempat di mana altar dibangun, sabda Allah dimaklumkan, dan imam, diakon, serta pelayan-pelayan lain melaksanakan tugasnya. Panti imam hendaknya sungguh berbeda dari bagian gereja lainnya, entah karena lebih tinggi sedikit, entah karena rancangan dan hiasannya. Panti imam hendaknya cukup luas, sehingga perayaan kudus dapat dilaksanakan dengan semestinya dan kegiatan yang dilaksanakan di sana dapat dilihat dengan jelas.[134]

Altar dan Hiasannya

296. Altar merupakan tempat untuk menghadirkan kurban salib dengan menggunakan tanda-tanda sakramental. Sekaligus altar merupakan meja perjamuan Tuhan, dan dalam Misa umat Allah dihimpun di sekeliling altar untuk mengambil bagian dalam perjamuan itu. Kecuali itu, altar merupakan juga pusat ucapan syukur yang diselenggarakan dalam Perayaan Ekaristi.

297. Bila perayaan Ekaristi berlangsung di gereja atau di kapel, harus digunakan sebuah altar. Bila perayaan Ekaristi berlangsung di luar gereja atau kapel, dapat digunakan meja yang pantas. Tetapi meja itu hendaknya di tutup dengan kain altar dan dilengkapi dengan korporale, salib, dan lilin.

298. Sangat diharapkan agar dalam setiap gereja ada satu altar permanen, karena altar seperti ini secara jelas dan lestari menghadirkan Yesus Kristus, Sang Batu Hidup (1Ptr 2:4; bdk Ef 2:20). Tetapi di tempat-tempat lain yang dimanfaatkan untuk perayaan liturgi, cukup dipasang altar geser.

Suatu altar disebut altar permanen kalau dibangun melekat pada lantai sehingga tidak dapat dipindahkan; altar disebut altar geser kalau dapat dipindah-pindahkan.

299. Altar utama hendaknya dibangun terpisah dari dinding gereja, sehingga para pelayan dapat mengitarinya dengan mudah, dan imam, sedapat mungkin, memimpin perayaan Ekaristi dengan menghadap ke arah jemaat. Di samping itu, altar hendaknya dibangun pada tempat yang sungguh-sungguh menjadi pusat perhatian, sehingga perhatian seluruh umat beriman dengan sendirinya terarah ke sana.[135] Seturut ketentuan, altar utama harus berupa altar permanen dan didedikasikan.

300. Baik altar permanen maupun altar geser didedikasikan menurut tata cara yang digariskan dalam buku Pontificale Romanum; tetapi altar geser dapat juga hanya diberkati.

301. Seturut tradisi Gereja, dan sesuai pula dengan makna simbolis altar, daun meja untuk altar permanen harus terbuat dari batu, bahkan dari batu alam. Tetapi Konferensi Uskup dapat menetapkan bahwa boleh juga digunakan bahan lain, asal sungguh bermutu, kuat, dan indah. Sedangkan penyangga atau kaki altar dapat dibuat dari bahan apapun, asal kuat dan bermutu.

Altar geser dapat dibuat dari bahan apapun asal, menurut pandangan masyarakat setempat, bermutu, kuat, dan selaras untuk digunakan dalam liturgi.

302. Hendaknya dipertahankan tradisi Gereja untuk memasang relikui orang kudus, juga yang bukan martir, di dalam atau dibawah altar yang akan didedikasikan. Namun harus dijamin bahwa relikui itu asli.

303. Bila membangun gereja baru, lebih baik dibangun hanya satu altar sehingga dalam himpunan jemaat beriman altar tunggal itu sungguh menjadi tanda Kristus yang satu dan Ekaristi Gereja yang satu.

Akan tetapi, dalam gereja-gereja yang sudah ada, kalau tempat altar menyulitkan partisipasi umat dan tidak dapat dipindah tanpa merusak nilai seninya, hendaklah dibangun altar permanen baru. Altar baru ini hendaknya memiliki nilai seni yang sama dengan altar lama, dan didedikasikan dengan semestinya. Hanya pada altar inilah perayaan-perayaan liturgis dilaksanakan. Agar tidak mengganggu perhatian umat ke altar baru, altar lama hendaknya tidak dihias secara berlebihan.

304. Untuk menghormati perayaan-kenangan akan Tuhan serta perjamuan Tubuh dan Darah-Nya, pantaslah altar ditutup dengan sehelai kain altar berwarna putih. Bentuk, ukuran, dan hiasannya hendaknya cocok dengan altar itu.

305. Dalam menghias altar hendaknya tidak berlebihan. Selama Masa Adven penghiasan altar dengan bunga hendaknya mencerminkan ciri khas masa ini (masa penantian penuh sukacita), tetapi tidak boleh mengungkapkan sepenuhnya sukacita kelahiran Tuhan. Selama Masa Prapaskah altar tidak dihias dengan bunga, kecuali pada Minggu Laetare (Minggu Prapaskah IV), hari raya dan pesta yang terjadi pada masa ini.

Hiasan bunga hendaknya tidak berlebihan dan ditempatkan di sekitar altar, bukan di atasnya.

306. Di atas altar hendaknya ditempatkan hanya barang-barang yang diperlukan untuk perayaan Misa, yakni sebagai berikut :
a. dari awal perayaan sampai pemakluman Injil: Kitab Injil;
b. dari persiapan persembahan sampai pembersihan bejana-bejana: piala dengan patena, sibori, kalau perlu; dan akhirnya korporale, purifikatorium, dan Misale.
Di samping itu, mic yang diperlukan untuk memperkeras suara imam hendaknya diatur secara cermat.

307. Lilin diperlukan dalam setiap perayaan liturgi untuk menciptakan suasana khidmat dan untuk menunjukkan tingkat kemeriahan perayaan (bdk. no. 117). Lilin itu seyogyanya ditaruh di atas atau di sekitar altar, sesuai dengan bentuk altar dan tata ruang panti imam. Semuanya harus ditata secara serasi, dan tidak boleh menghalangi pandangan umat, sehingga mereka dapat melihat dengan jelas apa yang terjadi di altar atau yang diletakkan di atasnya.

308. Juga di atas atau di dekat altar hendaknya di pajang sebuah salib dengan sosok Kristus tersalib. Salib itu harus mudah dilihat oleh seluruh umat. Salib seperti itu akan mengingatkan umat beriman akan sengsara Tuhan yang menyelamatkan. Maka, seyogyanya salib itu tetap ada di dekat altar, juga di luar perayaan-perayaan liturgi.

Mimbar

309. Keagungan sabda Allah menuntut agar dalam gereja ada tempat yang serasi untuk pewartaan sabda, yang dengan sendirinya menjadi pusat perhatian umat selama Liturgi Sabda.[136]

Sebaiknya tempat pewartaan sabda itu berupa mimbar (ambo) yang tetap, bukannya “standar” yang dapat dipindah-pindahkan. Sesuai dengan bentuk dan ruang gereja masing-masing, hendaknya mimbar itu ditempatkan sedemikian rupa, sehingga pembaca dapat dilihat dan didengar dengan mudah oleh umat beriman.

Mimbar adalah tempat untuk membawakan bacaan-bacaan dan mazmur tanggapan serta Pujian Paskah. Juga homili dan doa umat dapat dibawakan dari mimbar. Untuk menjaga keagungan mimbar, hendaknya hanya pelayan sabda yang melaksanakan tugas di sana.

Seyogyanya, sebelum digunakan untuk keperluan liturgi, mimbar baru diberkati menurut tata cara yang diuraikan dalam buku Rituale Romanum.[137]

Kursi Imam Selebran dan Para Pelayan lain

310. Kursi imam selebran harus melambangkan kedudukan imam sebagai pemimpin jemaat dan mengungkapkan tugasnya sebagai pemimpin doa. Oleh karena itu, tempat yang paling sesuai untuk kursi imam selebran ialah berhadapan dengan umat dan berada pada ujung panti imam, kecuali kalau tata bangun gereja atau suatu sebab lain tidak mengizinkannya; misalnya saja kalau dengan demikian jarak antara umat dan imam terlalu jauh, sehingga mempersulit komunikasi; atau kalau tabernakel dibangun di belakang altar persis di tengah garis belakang panti imam. Kursi imam selebran sama sekali tidak boleh menyerupai takhta.[138]

Seyogyanya, sebelum digunakan untuk keperluan liturgi, kursi imam selebran diberkati menurut tata cara yang diuraikan dalam buku Rituale Romanum.[139]

Demikian pula, di panti imam hendaknya di pasang kursi-kursi lain baik untuk para imam konselebran maupun untuk imam-imam yang berhimpun untuk Ibadat Harian tetapi tidak ikut berkonselebrasi.

Kursi diakon hendaknya ditempatkan di dekat imam selebran. Tempat duduk para petugas lain hendaknya jelas berbeda dengan kursi klerus, dan diatur sedemikian rupa, sehingga semua dapat menjalankan tugasnya dengan mudah.[140]

III Penataan Ruang Lain dalam Gereja

Tempat Umat Beriman

311. Tempat umat beriman hendaknya diatur dengan sakama, sehingga mereka dapat berpartisipasi dengan semestinya dalam perayaan-perayaan kudus, baik secara visual maupun secara batin. Sebagaimana lazimnya, baiklah disediakan bangku atau tempat duduk lain bagi mereka. Tetapi kebiasaan menyediakan tempat duduk istimewa bagi orang-orang tertentu harus dihapus.[141] Khususnya dalam gereja-gereja yang dibangun baru, bangku atau tempat duduk lain itu hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga umat dengan mudah dapat melaksanakan tata gerak yang dituntut dalam aneka bagian perayaaan, dan tanpa hambatan dapat maju untuk menyambut Tubuh dan Darah Kristus.

Hendaknya diusahakan, agar umat tidak hanya dapat melihat imam, diakon, dan lektor tetapi juga, dengan bantuan sarana teknologi modern, dapat mendengar mereka tanpa kesulitan.

Tempat Paduan Suara dan Alat Musik

312. Paduan suara merupakan bagian utuh dari umat yang berhimpun namun memiliki tugas yang khusus. Oleh karena itu, dengan memperhatikan tata ruang gereja, paduan suara hendaknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga kedua ciri khas tersebut tampak dengan jelas. Juga agar paduan suara dapat menjalankan tugasnya dengan mudah, dan memungkinkan setiap anggota paduan suara berpartisipasi secara penuh dalam Misa, yaitu berpartisipasi secara sakramental.[142]

313. Organ dan alat-alat musik lain yang boleh digunakan dalam liturgi, hendaknya diatur pada tempat yang cocok, sehingga dapat menopang nyanyian baik paduan suara maupun umat, dan kalau dimainkan sendiri dapat didengar dengan baik oleh seluruh umat.

Seyogyanya, sebelum digunakan khusus untuk liturgi, organ diberkati menurut tata cara yang diuraikan dalam buku Rituale Romanum.[143]

Selama Masa Adven, organ dan alat musik lainnya hendaknya dimainkan secara sederhana sehingga mengungkapkan ciri khas masa ini; jadi, jangan terlalu meriah sehingga memberi kesan bahwa Natal telah tiba.

Selama Masa Prapaskah, organ dan alat musik lainnya hanya boleh dimainkan untuk menopang nyanyian, kecuali pada Minggu Laetare (Minggu Prapaskah IV) dan hari raya serta pesta yang terjadi dalam masa ini.

Tempat Tabernakel

314. Sesuai dengan tata bangun masing-masing gereja dan kebiasaan setempat, Sakramen Mahakudus hendaknya disimpan dalam tabernakel yang dibangun di salah satu bagian gereja. Tempat tabernakel itu hendaknya sungguh mencolok, indah, dan cocok untuk berdoa.[144]

Seturut ketentuan, hendaknya hanya ada satu tabernakel dalam satu gereja. Tabernakel hendaknya dibangun permanen, dibuat dari bahan yang kokoh, tidak mudah dibongkar, dan tidak tembus pandang. Tabernakel hendaknya dilengkapi dengan kunci yang aman, sehingga setiap bahaya pencemaran dapat dihindarkan.[145] Seyogyanya, sebelum dikhususkan untuk penggunaan liturgis, tabernakel diberkati seturut tata cara yang diuraikan dalam buku Rituale Romanum.[146]

315. Sangatlah sesuai dengan makna simbolisnya, kalau tabernakel sebagai tempat menyimpan Sakramen Mahakudus tidak diletakkan di atas altar di mana dirayakan Ekaristi.[147]

Oleh karena itu, sesuai dengan kebijakan Uskup diosesan, tabernakel lebih baik ditempatkan:
a. kalau di panti imam, terpisah dari altar yang digunakan untuk merayakan Ekaristi, dalam bentuk dan tempat yang serasi, tidak terkecuali pada altar lama yang tidak lagi digunakan untuk merayakan Ekaristi (no. 303);
b. di kapel yang cocok untuk sembah sujud dan doa pribadi umat beriman;[148] dari segi tata bangun, kapel ini hendaknya terhubung dengan gereja dan mudah dilihat oleh umat.

316. Selaras dengan tradisi, di dekat tabernakel harus dipasang lampu khusus yang menggunakan bahan bakar minyak atau lilin. Lampu ini bernyala terus-menerus sebagai tanda dan ungkapan hormat akan kehadiran Kristus.[149]

317. Semua hal lain yang berkaitan dengan penyimpanan Sakramen Mahakudus dan ditetapkan oleh hukum, hendaknya selalu diperhatikan.[150]

Patung Kudus

318. Dalam liturgi yang dirayakan di dunia, Gereja mencicipi liturgi surgawi yang dirayakan di kota suci Yerusalem. Gereja ibarat peziarah yang berjalan menuju Yerusalem baru, tempat Kristus duduk di sisi kanan Allah. Dengan menghormati para kudus, Gereja juga berharap agar diperkenankan menikmati persekutuan dengan mereka dan ikut merasakan kebahagiaan mereka.[151]

Maka, sesuai dengan tradisi Gereja yang sudah sangat tua, ruang ibadat dilengkapi juga dengan patung Tuhan Yesus, Santa Perawan Maria, dan para kudus, agar dapat dihormati oleh umat beriman.[152] Di dalam gereja, patung-patung itu hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga dapat membantu umat beriman menghayati misteri-misteri iman yang dirayakan di sana.Maka, harus diupayakan jangan sampai jumlahnya berlebihan, dan patung-patung itu hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga tidak membelokkan perhatian uamt dari perayaan liturgi sendiri.[153]

Tidak boleh ada lebih dari satu patung orang kudus yang sama. Pada umumnya, pemanfaatan patung dalam tata ruang dan tata hias gereja, hendaknya sungguh mempertimbangkan keindahan dan keagungan patung itu sendiri serta manfaatnya untuk kesalehan seluruh umat.


BAB VI
YANG DIPERLUKAN UNTUK PERAYAAN MISA

I. Roti dan Anggur

319. Seturut teladan Kristus, Gereja selalu menggunakan roti dan anggur dengan air untuk merayakan perjamuan malam Tuhan.

320. Roti yang digunakan untuk merayakan Ekaristi harus dari gandum, masih baru, dan menurut kebiasaan Gereja Latin roti itu tidak beragi.

321. Mengingat hakikatnya sebagai tanda, bahan untuk perayaan Ekaristi hendaknya sungguh-sungguh kelihatan sebagai makanan. Oleh karena itu, hendaknya roti Ekaristi, biarpun berbentuk hosti, dibuat sedemikian rupa, sehingga sungguh-sungguh dapat dipecah-pecah oleh imam, dan bagian-bagian itu diberikan juga setidaknya kepada beberapa orang beriman. Namun, hal ini tidak berarti bahwa hosti-hosti kecil harus ditiadakan, sebab hosti-hosti kecil tetap berguna karena banyaknya jumlah orang yang menyambut Tubuh Kristus atau karena alasan pastoral lain. Di zaman para rasul perayaan Ekaristi disebut Pemecahan Roti, sebab kegiatan pemecahan roti itu melambangkan dengan jelas dan nyata, bahwa semua bersatu dalam satu roti. Selain itu dilambangkan juga cinta persaudaraan, sebab roti yang satu dan sama itu dipecah-pecah dan dibagikan diantara saudara-saudara seiman.

322. Anggur untuk perayaan Ekaristi harus berasal dari buah pohon anggur (bdk. Luk 22:18). Anggur itu harus asli dan murni, yaitu tanpa campuran dengan bahan lain.

323. Hendaknya diperhatikan secara khusus, agar roti dan anggur untuk perayaan Ekaristi itu selalau dalam keadaan baik, artinya anggur jangan sampai menjadi masam, dan roti jangan menjadi busuk atau sangat keras, sehingga sukar dipecah-pecahkan.

324. Jika seorang imam, sesudah konsekrasi atau waktu komuni, mengetahui bahwa yang ada dalam piala itu bukan anggur melainkan air, maka air itu harus dituangkan ke suatu wadah. Kemudian, piala diisi dengan anggur dan air. Lalu imam mengulangi kata-kata konsekrasi untuk anggur. Kata-kata konsekrasi untuk roti tidak perlu diulangi.

II. Perabot Ibadat pada Umumnya

325. Seperti untuk pembangunan gereja, demikian juga untuk perabot ibadat, Gereja menyambut baik cita rasa seni setiap daerah. Gereja juga menerima penyerasian dengan tradisi dan kekhasan masing-masing bangsa, asal saja sesuai dengan maksud dan fungsi perabot ibadat itu di dalam liturgi.[154] Dalam hal inipun, hendaknya diperhatikan kesederhanaan yang anggun, yang merupakan bagian utuh dari seni sejati.

326. Mengenai bahan untuk perabot ibadat, di samping bahan tradisional boleh juga digunakan bahan lain, asal menurut penilaian zaman sekarang dianggap sebagai bahan yang luhur, tahan lama, dan serasi untuk digunakan dalam liturgi. Konferensi Uskuplah yang hendaknya menentukan kebijaksanaan dalam hal ini.

III. Bejana Kudus

327. Diantara hal-hal yang diperlukan untuk perayaan Ekaristi, bejana-bejana kudus harus dihormati secara khusus, terutama patena dan piala, tempat roti dan anggur dipersembahkan, dikonsekrasikan, dan disambut.

328. Bejana-bejana kudus hendaknya dibuat dari logam mulia. Kalau bejana itu dibuat dari logam yang dapat berkarat, atau yang lebih rendah dari emas, hendaklah bagian dalamnya dilapis emas.

329. Atas keputusan Konferensi Uskup, yang harus lebih dulu diketahui oleh Takhta Apostolik, bejana-bejana kudus dapat juga dibuat dari bahan lain yang kuat dan yang menurut anggapan umum setempat merupakan bahan bermutu, misalnya kayu eboni atau kayu keras lain, asal serasi untuk digunakan dalam liturgi. Dalam hal ini, hendaknya lebih diutamakan bahan yang tidak mudah pecah dan tidak mudah rusak. Hal ini berlaku untuk bejana-bejana kudus tempat menyimpan atau menaruh hosti, seperti patena, sibori, piksis, monstrans, dan lain-lainnya.

330. Piala dan bejana lain yang digunakan untuk Darah Tuhan, hendaknya dibuat dari bahan yang kedap air. Kaki piala boleh dibuat dari bahan lain yang kuat dan pantas.

331. Untuk konsekrasi hosti, sebaiknya digunakan patena yang besar; dalam patena itu ditampung hosti baik untuk imam dan diakon, maupun untuk para pelayan lain dan umat.

332. Para seniman yang membuat bejana-bejana kudus boleh membuatnya menurut kekhasan budaya setempat. Namun, hendaknya bejana-bejana itu serasi untuk digunakan dalam liturgi, dan jelas-jelas berbeda dari bejana-bejana yang digunakan untuk keperluan sehari-hari.

333. Mengenai pemberkatan bejana-bejana kudus hendaknya diperhatikan tata cara yang terdapat dalam buku-buku liturgis.[155]

334. Kebiasaan membangun sakrarium (sumur suci) di sakristi hendaknya dipertahankan. Ke dalam sakrarium inilah dituangkan air bekas pencuci bejana kudus dan kain-kain (bdk. no. 280).

IV. Busana Liturgis

335. Gereja adalah Tubuh Kristus. Dalam Tubuh itu tidak semua anggota menjalankan tugas yang sama. Dalam perayaan Ekaristi tugas yang berbeda-beda itu dinyatakan lewat busana liturgis yang berbeda-beda. Jadi, busana itu hendaknya menandakan tugas khusus masing-masing pelayan. Di samping itu, busana liturgis juga menambah keindahan perayaan liturgis. Seyogyanya busana liturgis untuk imam, diakon, dan para pelayan awam diberkati.[156]

336. Busana liturgis yang lazim dikenakan oleh semua pelayan liturgi, tertahbis maupun tidak tertahbis, ialah alba, yang dikencangi dengan singel, kecuali kalau bentuk alba itu memang tidak menuntut singel. Kalau alba tidak menutup sama sekali kerah pakaian sehari-hari, maka dikenakan amik sebelum alba. Kalau pelayan mengenakan kasula atau dalmatik, ia harus mengenakan alba, tidak boleh menggantikan alba tersebut dengan duperpli. Juga, sesuai dengan kaidah yang berlaku, tidak boleh pelayan hanya mengenakan stola tanpa kasula atau dalmatik.

337. Busana khusus bagi imam selebran dalam Misa ialah “kasula” atau planeta. Begitu pula dalam perayaan liturgi lainnya yang langsung berhubungan dengan Misa, kecuali kalau ada peraturan lain. Kasula dipakai di atas alba dan stola.

338. Busana khusus bagi diakon ialah dalmatik yang dikenakan di atas alba dan stola. Tetapi, kalau tidak perlu atau dalam perayaan liturgi yang kurang meriah, diakon tidak harus mengenakan dalmatik.

339. Akolit, lektor, dan pelayan awam lain boleh mengenakan alba atau busana lain yang disahkan oleh Konferensi Uskup untuk wilayah gerejawi yang bersangkutan.

340. Imam mengenakan stola yang dikalungkan pada leher, dan ujungnya dibiarkan menggantung, tidak disilangkan. Diakon mengenakan stola yang disampirkan pada bahu kiri dan ujungnya disilangkan ke pinggang kanan.

341. Pluviale dikenakan oleh imam dalam perarakan atau dalam perarakan atau dalam perayaan liturgis lain seturut petunjuk khusus untuk perayaan yang bersangkutan.

342. Konferensi Uskup dapat menentukan bentuk busana liturgis yang lebih sesuai dengan keperluan dan adat wilayah setempat; Takhta Apostolik hendaknya diberitahu tentang penyerasian itu.[157]

343. Di samping bahan-bahan tradisional Gereja, untuk busana liturgis, boleh digunakan bahan-bahan produksi khas daerah; boleh juga digunakan bahan-bahan tiruan yang selaras dengan martabat perayaan liturgis dan pelayan liturgi yang mengenakannya. Konferensi Uskuplah yang hendaknya memutuskan hal itu.[158]

344. Busana liturgis hendaknya tampak indah dan anggun bukan karena banyak dan mewahnya hiasan, melainkan karena bahan dan bentuk potongannya. Hiasan pada busana liturgis yang berupa gambar atau lambang, hendaknya sesuai dengan liturgi. Yang kurang sesuai hendaknya dihindarkan.

345. Keanekaragaman warna busana liturgis dimaksudkan untuk mengungkapkan secara lahiriah dan berhasil guna ciri khas misteri iman yang dirayakan; dalam kerangka tahun liturgi, kebhinekaan warna busana liturgis juga dimaksudkan untuk mengungkapkan makna tahap-tahap perkembangan dalam kehidupan kristen.

346. Warna-warna busana liturgis hendaknya digunakan menurut kebiasaan yang sampai sekarang berlaku, yaitu :
a. Warna putih digunakan dalam Ibadat Harian dan Misa pada Masa Paskah dan Natal, pada perayaan-perayaan Tuhan Yesus (kecuali peringatan sengsara-Nya), begitu pula pada Pesta Santa Perawan Maria, para malaikat, para kudus yang bukan martir, pada Hari Raya Semua Orang Kudus (I November) dan kelahiran Santo Yohanes Pembaptis (24 Juni), pada Pesta Santo Yohanes Pengarang Injil (27 Desember), Pesta Takhta Santo Petrus Rasul (22 Februari) dan Pesta Bertobatnya Santo Paulus Rasul (25 Januari).

b. Warna merah digunakan pada hari Minggu Palma memperingati Sengsara Tuhan dan pada hari Jumat Agung ; pada hari Minggu Pentakosta, dalam perayaan-perayaan Sengsara Tuhan, pada pesta para rasul dan pengarang Injil, dan pada perayaan-perayaan para martir.

c. Warna hijau digunakan dalam Ibadat Harian dan Misa selama Masa Biasa sepanjang tahun.

d. Warna ungu digunakan dalam Masa Adven dan Prapaskah. Tetapi dapat juga digunakan dalam Ibadat Harian dan Misa arwah.

e. Warna hitam dapat digunakan, kalau memang sudah biasa, dalam Misa arwah.

f. Warna merah muda[**] dapat digunakan, kalau memang sudah biasa, pada hari Minggu Gaudete (Minggu Adven III) dan hari Minggu Laetare (Minggu Prapaskah IV).

g. Pada hari-hari yang lebih khusyuk, busana liturgi yang lebih meriah dan indah dapat digunakan, bahkan jika tidak sesuai dengan warna liturgi pada hari itu.[***]

Konferensi Uskup dapat menentukan perubahan-perubahan yang lebih serasi dengan keperluan dan kekhasan bangsa setempat. Penyerasian-penyerasian itu hendaknya diberitahukan kepada Takhta Apostolik.

347. Dalam perayaan Misa Ritual digunakan warna liturgi yang ditentukan untuk perayaan yang bersangkutan, atau putih, atau warna pesta; dalam Misa untuk pelbagai keperluan digunakan warna liturgi yang sesuai dengan hari atau masa liturgi yang bersangkutan, atau dengan warna ungu bila perayaan bertema tobat seperti misalnya Misa di masa perang atau pertikaian, Misa di masa kelaparan, Misa untuk memohon pengampunan dosa; Misa Votif dirayakan dengan warna yang cocok dengan tema Misa yang bersangkutan, atau boleh juga dengan warna hari/masa liturgi yang bersangkutan.

V. Hal-hal Lain

348. Perabot-perabot lain yang digunakan dalam liturgi atau dipakai dalam gedung gereja hendaknya selalu pantas dan sesuai dengan tujuannya masing-masing. Ini juga berlaku untuk bejana kudus dan busana liturgis yang bahan khususnya sudah dijelaskan di atas.[159]

349. Buku-buku liturgis, khususnya Kitab Injil (Evangeliarium) dan Buku Bacaan Misa (Lectionarium) yang dimaksudkan untuk pewartaan sabda Allah, harus diperhatikan secara saksama, karena merupakan tanda dan simbol alam surgawi. Maka, buku-buku seperti itu harus sungguh bermutu., anggun, dan indah, serta mendapat penghormatan khusus.

350. Di samping itu, barang-barang yang langsung terkait dengan altar dan perayaan Ekaristi, misalnya salib altar dan salib perarakan, hendaknya sungguh diperhatikan.

351. Juga, untuk hal-hal yang kurang pentingpun hendaknya diusahakan agar memiliki mutu seni, yang memadukan kesederhanaan yang anggun dengan keindahan.


BAB VII
PEMILIHAN RUMUS MISA DAN BAGIAN-BAGIANNYA

352. Secara pastoral perayaan liturgi akan lebih mengena, bila bacaan, doa, dan nyanyian dipilih sesuai dengan keperluan, taraf pendidikan, dan kemampuan rohani umat yang hadir. Oleh karena itu, hendaknya dimanfaatkan semua kemungkinan yang diberikan dalam memilih, sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

Dalam merancang Misa, imam hendaknya lebih mengutamakan kepentingan rohani umat Allah daripada keinginannya sendiri. Rumus-rumus Misa hendaknya dipilih sesuai dengan pendapat dan persetujuan para pembantu dan petugas dalam liturgi, termasuk saran umat beriman mengenai bagian-bagian yang langsung menyangkut mereka.

Oleh karena ada banyak kemungkinan untuk memilih bagian-bagian Misa, maka diakon, lektor, pemazmur, komentator, dan paduan suara, sebelum perayan masing-masing harus tahu rumus manakah yang akan mereka bawakan, jangan sampai terjadi sesuatu tanpa persiapan. Sebab koordinasi yang baik dan penyelenggaraan yang serasi akan sangat menolong umat untuk terlibat dalam perayaan Ekaristi dan memetik manfaat yang lebih besar.

I. Pemilihan Rumus Misa

353. Pada hari raya imam wajib mengikuti penanggalan liturgi Gereja tempat ia merayakan Misa.

354. Pada hari-hari Minggu, hari-hari biasa dalam Masa Adven, Natal, Prapaskah, dan Paskah, hari-hari pesta dan peringatan wajib, hendaknya diindahkan petunjuk-petunjuk berikut:
a. Kalau Misa dirayakan bersama dengan jemaat, hendaknya imam mengikuti penanggalan liturgi Gereja.
b. Kalau Misa dirayakan tanpa jemaat, imam dapat mengikuti penanggalan liturgi Gereja atau penanggalannya sendiri.

355. Pada hari-hari peringatan fakultatif, aturannya sebagai berikut:

a. Pada hari-hari biasa dalam Masa Adven yang jatuh pada 17-24 Desember, hari-hari selama oktaf Natal dan Masa Prapaskah (kecuali pada hari Rabu Abu dan hari-hari biasa selama Pekan Suci), imam memakai rumus Misa hari biasa yang bersangkutan. Tetapi, kalau pada hari-hari tersebut dalam penanggalan liturgi tercantum suatu peringatan, imam boleh menggunakan doa pembukanya; hal ini tidak berlaku pada hari Rabu Abu atau hari-hari biasa selama Pekan Suci. Pada hari-hari biasa selama Masa Paskah, dan pada peringatan orang kudus dapat digunakan semua teks yang ditentukan untuk peringatan yang bersangkutan.

b. Pada hari-hari biasa dalam Misa Adven sebelum 17 Desember, dalam Masa Natal mulai 2 Januari, dan pada hari-hari biasa dalam Masa Paskah, imam boleh memilih rumus Misa hari biasa yang bersangkutan, rumus Misa orang kudus atau salah satu orang kudus yang diperingati pada hari yang bersangkutan atau yang namanya tercantum dalam martirologium pada tanggal itu.

c. Pada hari-hari biasa dalam Masa Biasa, rumus Misa boleh diambil dari hari biasa yang bersangkutan, dari peringatan fakultatif, dari seorang kudus yang namanya tercantum dalam martirologium pada tanggal itu, dari rumus Misa untuk pelbagai keperluan, atau Misa votif.

Kalau merayakan Misa umat, imam hendaknya mengutamakan kepentingan rohani umat. Janganlah ia memaksakan kesukaannya sendiri kepada mereka. Terutama harap diusahakan agar bacaan bersambung pada hari biasa tidak terlalu sering diputus-putus tanpa alasan yang kuat. Sebab Gereja ingin menghidangkan kepada umat beriman makanan sabda Allah dengan lebih berlimpah.[160]

Dengan dalih yang sama janganlah imam terlalu sering memakai rumus Misa arwah. Sebab setiap Misa dirayakan demi keselamtan manusia baik yang hidup maupun yang sudah meninggal. Lagipula dalam tiap Doa Syukur Agung sudah tercantum juga doa untuk arwah.

Kalau suatu Peringatan Fakultatif Santa Perawan Maria atau seorang kudus tertentu sangat digemari oleh umat, hendaknya sekurang-kurangnya satu Misa dirayakan dengan memakai rumus itu, agar harapan wajar umat beriman terpenuhi.

Kalau boleh memilih antara peringatan yang ada dalam penangalan umum dan yang ada dalam penanggalan khusus keuskupan atau tarekat, maka, menurut tradisi Gereja, peringatan khusus itu mendapat prioritas.

II. Pemilihan Bagian-bagian Misa

356. Dalam memilih bagian-bagian Misa, baik yang berkaitan dengan masa liturgi maupun dengan rumus para kudus, hendaknya diikuti pedoman berikut :

Pemilihan Bacaan

357. Untuk hari Minggu dan hari raya ditentukan tiga bacaan, yaitu satu bacaan dari "Kitab para nabi" satu dari "Kitab para rasul" dan satu Injil. Maksudnya ialah untuk membimbing umat agar memahami kesinambungan karya keselamatan, seturut rencana Allah yang mengagumkan . Ketiga bacaan itu harus diikuti dengan saksama.

Untuk hari-hari pesta ditentukan dua bacaan. Tetapi, kalau, seturut kaidah, suatu pesta ditingkatkan menjadi hari raya, maka ditambahkan satu bacaan lagi, yang diambil dari rumus umum orang kudus yang bersangkutan.

Untuk peringatan orang kudus, biasanya digunakan bacaan-bacaan yang ditentukan untuk hari biasa yang bersangkutan, kecuali kalau untuk peringatan orang kudus itu tersedia bacaan-bacaan khusus. Biasanya, bacaan-bacaan khusus itu disediakan untuk menyoroti segi tertentu dari kehidupan rohani atau kegiatan orang yang kudus yang bersangkutan. Penggunaan bacaan-bacaan seperti itu tidak diwajibkan, kecuali kalau ada alasan pastoral yang mendesak.

358. Dalam Buku Bacaan Misa Harian disediakan bacaan-bacaan untuk setiap hari sepanjang tahun. Maka, hendaknya bacaan-bacaan itu digunakan pada hari yang bersangkutan, kecuali kalau pada hari itu ada hari raya atau pesta, atau ada peringatan-peringatan yang memiliki bacaan khusus dari Perjanjian Baru, dimana disebut nama orang kudus yang dirayakan.

Kadang-kadang bacaan bersambung sepanjang pekan terputus oleh suatu hari raya, pesta atau perayaan khusus lain. Kalau demikian, imam hendaknya memperhatikan semua bacaan dalam pekan itu, lalu menentukan bacaan manakah yang dapat dilewati, mana yang sebaiknya digabungkan dengan bacaan lain, supaya bacaan bersambung berjalan terus dan umat tidak dirugikan.

Dalam Misa dengan kelompok khusus imam dapat memilih bacaan-bacaan yang lebih sesuai dengan kelompok itu, asal bacaan-bacaan itu diambil dari Buku Bacaan Misa yang telah disahkan.

359. Dalam Buku Bacaan Misa disediakan khazanah bacaan yang lebih kaya untuk Misa Ritual dan Misa untuk Pelbagai keperluan.

Daftar bacaan tersebut disusun dengan maksud, supaya pewartaan sabda Allah lebih terarah. Dengan demikian umat dididik untuk lebih memahami misteri yang mereka rayakan dan mencintai sabda Allah dengan lebih nyata.

Oleh karena itu, bacaan-bacaan yang akan dimaklumkan dalam perayaan liturgi hendaknya dipilih atas dasar pertimbangan pastoral.

360. Kadang-kadang untuk bacaan yang sama disediakan kutipan panjang dan kutipan singkat; pemilihannya harus didasarkan pada pertimbangan pastoral. Dalam keadaan seperti itu, hendaknya sungguh dipertimbangkan kemampuan umat untuk mendengarkan dengan baik entah kutipan panjang entah kutipan singkat, juga hendaknya diperrtimbangkan hak mereka untuk mendengarkan kutipan yang lebih lengkap yang akan dijelaskan lewat homili.

361. Kadang-kadang disediakan teks alternatif, entah satu entah lebih. Dalam menentukan pilihan hendaknya dipertimbangkan mana yang paling mengesan untuk umat yang hadir. Beberapa bahan pertimbangan misalnya karena suatu teks lebih mudah ditangkap, atau lebih sesuai dengan jemaat yang berhimpun, atau demi manfaat pastoral umat, perlu mengulang atau mengganti teks yang sudah ditentukan untuk suatu perayaan atau disarankan sebagai alternatif.

Situasi seperti itu bisa muncul kalau teks yang sama harus dibacakan lagi selang beberapa hari, misalnya pada suatu hari Minggu dan pada hari biasa dalam pekan yang bersangkutan, atau kalau dikhawatirkan bahwa suatu kutipan akan menciptakan kesulitan di pihak umat beriman. Akan tetapi, hendaknya diperhatikan, jangan sampai dalam pemilihan teks bacaan ada kutipan-kutipan Alkitab yang selalu disingkirkan.

362. Dalam nomor-nomor tersebut di atas diberikan banyak kemungkinan untuk memilih teks bacaan yang paling sesuai. Namun, dalam keadaan tertentu, Konferensi Uskup dapat memberikan keleluasaan lebih besar lagi untuk memilih bacaan, asal bacaan-bacaan itu diambil dari Buku Bacaan Misa atau Alkitab yang disahkan.

Pemilihan Doa

363. Dalam setiap Misa digunakan doa-doa yang khusus disediakan untuk perayaan yang bersangkutan, kecuali kalau ada ketentuan-ketentuan lain.

Pada peringatan orang kudus, digunakan doa pembuka (kolekta) khusus untuk hari yang bersangkutan atau, kalau tidak ada, di pilih teks yang cocok dari rumus umum yang bersangkutan. Doa persiapan persembahan dan doa komuni, kalau tidak ada yang khusus, diambil dari rumus umum atau dari hari biasa dalam pekan/masa liturgi yang bersangkutan.

Pada hari-hari biasa sepanjang tahun doa-doa dapat diambil dari hari Minggu sebelumnya, dari salah satu hari Minggu lain dalam Masa Biasa, atau juga dari rumus Misa untuk pelbagai keperluan yang tersedia dalam Misale. Boleh Juga, dari rumus-rumus Misa tersebut hanya diambil doa pembukanya.

Dengan demikian tersedia khazanah doa yang sangat kaya, sehingga kehidupan umat beriman dapat dipupuk dengan makanan rohani yang lebih berlimpah.

Untuk masa-masa liturgi yang khusus, doa-doa yang tersedia dalam Misale, sudah disesuaikan dengan ciri khas masa liturgi dan kebutuhan umat yang bersangkutan.

Pemilihan Doa Syukur Agung

364. Dalam Tata Perayan Ekaristi disediakan banyak sekali rumus prefasi. Maksudnya ialah supaya dalam Doa Syukur Agung segi syukur lebih ditekankan, dan masing-masing segi dalam misteri keselamatan lebih diuraikan.

365. Dalam memilih Doa Syukur Agung yang tersedia dalam Tata Perayaan Ekaristi hendaknya diperhatikan petunjuk-petunjuk berikut :
a. Doa Syukur Agung I, atau kanon Romawi, dapat digunakan kapan saja. Doa Syukur Agung I terutama dianjurkan pada hari-hari yang memiliki Communicantes[161] khusus, atau dalam Misa-misa yang memiliki Hanc igitur[162] khusus.

Doa Syukur Agung I juga cocok pada pesta para rasul dan orang-orang kudus yang namanya disebut dalam Doa Syukur Agung ini; juga pada hari-hari Minggu kecuali kalau, karena pertimbangan pastoral, lebih disarankan Doa Syukur Agung II.
b. Doa Syukur Agung II, karena sifatnya yang khusus, lebih cocok untuk hari-hari biasa dan untuk kesempatan-kesempatan tertentu.[163] Memang Doa Syukur Agung ini memiliki prefasi sendiri; tetapi dapat juga digunakan prefasi lain, terutama prefasi-prefasi yang merangkum misteri keselamatan, seperti prefasi-prefasi hari Minggu biasa. Dalam Misa arwah, sebelum Ingatlah (pula) saudara-saudara kami..., dapat disisipkan doa khusus untuk orang yang sudah meninggal.
c. Doa Syukur Agung III dapat digunakan dengan prefasi manapun. Doa Syukur Agung ini sangat cocok untuk hari Minggu dan pesta-pesta. Kalau Doa Syukur Agung III ini digunakan dalam Misa Arwah, doa Sudilah pula...,dapat diganti dengan doa khusus untuk arwah.
d. Doa Syukur Agung IV mempunyai prefasi yang tetap. Dalam Doa Syukur Agung ini dipaparkan seluruh sejarah keselamatan. Doa Syukur Agung ini dapat digunakan dalam setiap Misa yang tidak mempunyai prefasi khusus dan pada hari Minggu dalam Masa Biasa. Karena susunannya yang istimewa, dalam Doa Syukur Agung IV ini tidak dapat disisipkan doa arwah khusus.

Pemilihan Nyanyian

366. Nyanyian-nyanyian yang terdapat dalam Tata Perayaan Ekaristi, misalnya Anak domba Allah, tidak boleh diganti dengan nyanyian lain.

367. Dalam memilih nyanyian pembuka, mazmur tanggapan, persiapan persembahan, dan komuni hendaknya diperhatikan petunjuk-petunjuk yang diberikan dalam kaitan dengan masing-masing nyanyian (bdk.no. 40-41, 47-48, 61-64, 87-88).


BAB VIII
MISA DAN DOA UNTUK PELBAGAI KESEMPATAN DAN MISA ARWAH

I. Misa dan Doa untuk Pelbagai Kesempatan

368. Bagi orang-orang beriman yang cukup matang, liturgi sakramen dan pemberkatan menyucikan hampir setiap peristiwa kehidupan dengan rahmat ilahi yang mengalir dari misteri Paskah.[164] Perayaan Ekaristi merupakan sakramen yang termulia diantara sakramen-sakramen lainnya. Maka dari itu dalam Misale disediakan banyak rumus Misa dan doa yang dapat digunakan untuk pelbagai kesempatan dalam kehidupan kristen, untuk keperluan umat manusia, Gereja Universal dan umat setempat.

369. Mengingat keleluasaan yang cukup besar dalam memilih bacaan dan doa, maka hendaknya rumus Misa untuk pelbagai kesempatan tidak terlalu sering dipakai, artinya hanya bila situasi sungguh menuntutnya.

370. Dalam semua perayaan Ekaristi pada kesempatan-kesempatan khusus boleh dipakai bacaan-bacaan dan mazmur tanggapan dari hari biasa, asal cocok dengan perayaan.

371. Ketentuan-ketentuan dalam bab ini berlaku untuk Misa ritual, Misa untuk pelbagai keperluan atau kesempatan, Misa untuk aneka situasi, dan Misa Votif.

372. Misa Ritual adalah Misa yang dirayakan dalam kaitan dengan sakramen dan sakramentali, Misa ritual dilarang pada hari-hari Minggu selama Masa Adven, Prapaskah, dan Paskah, pada hari-hari raya, pada hari-hari dalam oktaf Paskah, pada Peringatan Arwah Semua Orang Beriman, pada Rabu Abu, dan selama Pekan Suci. Disamping itu hendaknya diindahkan kaidah-kaidah khusus yang diberikan dalam buku-buku rituale atau dalam rumus Misa yang bersangkutan.

373. Misa Untuk Pelbagai Keperluan dirayakan dalam keadaan atau saat-saat tertentu, entah secara insidental entah secara teratur, untuk suatu keperluan khusus. Dari rumus-rumus Misa untuk Pelbagai Keperluan inilah pihak yang berwenang dapat memilih rumus Misa yang sesuai dengan ujud-ujud khusus yang ditetapkan Konferensi Uskup pada saat-saat tertentu dalam kurun tahun Liturgi.

374. Kalau timbul suatu keperluan yang mendesak, atau kalau ada manfaat pastoral, dengan petunjuk Uskup diosesan atau dengan izin beliau, dapat dirayakan Misa khusus yang sesuai dengan keperluan tersebut. Misa seperti ini dapat dirayakan pada hari manapun, kecuali pada hari-hari raya dan hari-hari Minggu dalam Masa Adven, Prapaskah, dan Paskah, pada hari-hari dalam oktaf Paskah, pada Peringatan Arwah Semua Orang Beriman, pada hari Rabu Abu dan selama Pekan Suci.

375. Misa Votif adalah Misa yang merayakan misteri-misteri Kristus atau Misa untuk menghormati Santa Perawan Maria, malaikat,salah satu orang kudus atau semua orang kudus. Demi devosi umat setempat, Misa seperti ini dapat dirayakan pada hari-hari biasa dalam Masa Biasa, juga kalau pada hari itu ada peringatan fakultif. Tetapi Misa yang merayakan misteri-misteri yang terkait dengan kejadian-kejadian dalam kurun hidup Tuhan Yesus dan Santa Perawan Maria, kecuali Misa Maria Dikandung Tanpa Dosa, tidak boleh dirayakan sebagai Misa Votif, karena perayaannya merupakan bagian utuh dari perayaan tahun liturgi.

376. Misa untuk pelbagai keperluan dan Misa Votif dengan sendirinya dilarang pada hari-hari peringatan wajib, pada hari biasa dalam Masa Adven sebelum 17 Desember, pada Masa Natal mulai 2 Januari, pada Masa Paskah sesudah oktaf Paskah. Akan tetapi, kalau ada suatu keperluan khusus atau demi manfaat pastoral, dalam Misa umat dapat digunakan rumus Misa yang sesuai dengan keperluan atau manfaat tersebut. Hal ini hendaknya diputuskan oleh pastor paroki atau oleh imam yang memimpin Misa.

377. Imam selalu boleh memilih rumus Misa dan doa untuk berbagai kesempatan khusus pada hari-hari biasa sepanjang tahun, juga kalau pada hari itu ada peringatan fakultatif. Tetapi, rumus Misa Ritual tidak boleh digunakan.

378. Peringatan Santa Perawan Maria pada hari Sabtu sangat dianjurkan, sebab dalam liturgi Gereja Bunda Sang Penebus dihormati di atas semua orang kudus.[165]

II. Misa Arwah

379. Kurban ekaristi Paskah Kristus dipersembahkan oleh Gereja bagi para arwah. Sebab semua anggota dalam Tubuh Kristus merupakan persekutuan, sehingga dengan demikian yang sudah mati pun menerima pertolongan rohani, sedangkan yang masih hidup dihibur dengan harapan.

380. Misa arwah yang terpenting ialah yang dirayakan pada hari pemakaman. Misa ini boleh dirayakan pada hari liturgi manapun, kecuali hari-hari raya wajib, hari Kamis dalam Pekan Suci, Trihari Paskah, dan hari-hari Minggu dalam masa Adven, Prapaskah dan Paskah. Dalam kaitan ini, harus diperhatikan juga tuntutan-tuntutan hukum lainnya.[166]

381. Misa arwah dapat diselenggarakan pada saat berita kematian diterima, pada hari pemakaman, dan pada peringatan satu tahun kematian, biarpun hari itu jatuh dalam oktaf Natal atau bertepatan dengan suatu peringatan wajib, atau juga pada hari biasa, asal tidak bertepatan dengan hari Rabu Abu atau hari biasa dalam Pekan Suci.

Misa arwah lainnya, atau Misa “harian”, dapat dirayakan pada hari biasa dalam Masa Biasa, kalau pada hari itu dirayakan peringatan fakultatif dan kalau Ibadat Harian diambil dari hari biasa yang bersangkutan, asal betul-betul dipersembahkan untuk orang yang telah meninggal.

382. Dalam Misa pemakaman hendaknya diadakan homili singkat, yang sama sekali tidak boleh diganti dengan sambutan yang memaparkan kebaikan-kebaikan orang yang baru meninggal.

383. Umat beriman, terutama keluarga orang yang baru meninggal, hendaknya diajak menyambut Tubuh (dan Darah) Kristus, sehingga mereka juga mengambil bagian sepenuh-penuhnya dalam kurban Misa yang dirayakan untuk orang yang baru meninggal.

384. Jika Misa pemakaman langsung disusul ritus pemakaman, maka penutup Misa ditiadakan; sesudah doa komuni, langsung diadakan ritus pelepasan; tetapi ini hanya dilakukan kalau jenazahnya ada disitu.

385. Dalam merancang dan memilih bagian-bagian Misa arwah, terutama Misa pemakaman, hendaknya bagiab-bagian tidak tetap, misalnya doa-doa, bacaan-bacaan, dan doa umat, dipilih dengan saksama, sehingga dari sudut pastoral sesuai dengan keadaan orang yang baru meninggal, keluarga yang berduka, dan semua yang hadir. Di samping itu, hendaknya para gembala umat beriman memperhatikan juga orang-orang yang hadir, entah katolik entah tidak, yang hanya pada kesempatan pemakaman seperti ini mengikuti perayaan liturgi dan mendengarkan Injil. Mereka ini biasanya tidak pernah atau jarang sekali menghadiri perayaan Ekaristi atau sudah kehilangan iman sama sekali. Orang-orang itu hendaknya juga mendapat perhatian dari iman, sebab imam harus wewartakan Injil kepada semua orang.


BAB IX
PENYERASIAN YANG MENJADI WEWENANG USKUP DAN KONFERENSI USKUP

386. Pemugaran Misale Romawi, yang dilaksanakan di zaman kita sesuai dengan dekrit Konsili Ekumenis Vatikan II, sangat memperdulikan agar seluruh umat beriman dapat terlibat dalam perayaan Ekaristi secara penuh, sadar, dan aktif. Partisipasi seperti ini dituntut oleh hakikat liturgi sendiri dan merupakan hak serta kewajiban umat beriman atas dasar martabat mereka sebagai oarang yang sudah dibaptis.[167]

Agar perayaan Ibadat seperti itu lebih selaras dengan kaidah dan semangat liturgi kudus, Pedoman Umum Misale Romawi dan Tata Perayaan Ekaristi ini menggariskan sejumlah kaidah mengenai penyesuaian dan penyerasian; keduanya dipercayakan kepada kebijaksanaan entah Uskup diosesan entah Konferensi Uskup.

387. Uskup diosesan hendaknya dipandang sebagai imam agung kawanannya. Dalam batas tertentu, ini berarti bahwa kehidupan umat yang beriman akan Kristus yang ada dalam reksa pastoral Uskup bersumber dari Uskup dan tergantung pada Uskup.[168] Ia harus menggerakkan, mengatur dan mengawasi kehidupan liturgi di keuskupannya. Dalam Pedoman Umum ini Uskup dipercaya untuk :
(1) merumuskan tata cara konselebrasi (bdk. no. 202);
(2) merumuskan kaidah-kaidah yang berkaitan dengan tugas melayani imam di altar (bdk. no. 107);
(3) merumuskan kaidah-kaidah komuni-dua-rupa (bdk. no. 283); dan
(4) merumuskan kaidah-kaidah tata bangun serta tata ruang gereja (bdk. no. 291-294), Akan tetapi tugas utamanya adalah memupuk semangat liturgi kudus dalam diri para imam, diakon, dan umat beriman.

388. Penyerasian-penyerasian yang disebut dalam nomor-nomor berikut menuntut tingkat koordinasi yang lebih luas. Karena itu, seturut kaidah hukum, penyerasian-penyerasian tersebut harus diputuskan oleh Konferensi Uskup.

389. Pertama-tama, adalah wewenang Konferensi Uskup untuk menyiapkan dan mengesahkan edisi Misale Romawi yang resmi dalam bahasa setempat. Edisi ini dapat digunakan di wilayah konferensi yang bersangkutan sesudah diketahui oleh Takhta Apostolik.

Misale Romawi, entah dalam bahasa Latin entah dalam terjemahan bahasa setempat yang sudah disahkan, harus diterbitkan secara utuh.

390. Konferensi Uskuplah yang berwenang memutuskan penyerasian-penyerasian yang ditunjukkan dalam Pedoman Umum dan dalam Tata Perayaan Ekaristi. Sesudah keputusan mereka diketahui oleh Apostolik, mereka harus mencantumkan penyerasian-penyerasian itu dalam buku Misale (bdk. no. 25 di atas). Penyerasian-penyerasian itu mencakup :
a. tata gerak dan sikap tubuh umat beriman (bdk. no. 43);
b. cara menghormati altar dan Kitab Injil (bdk. no. 273);
c. teks nyanyian pembuka, persiapan persembahan, dan komuni (bdk. no. 48, 74, 87);
d. bacaan Alkitab untuk kesempatan-kesempatan khusus (bdk. no. 363);
e. bentuk atau tata gerak salam damai (bdk. no. 82);
f. tata cara komuni (bdk. no. 160, 283);
g. bahan untuk altar dan perlengkapan liturgi, khususnya bejana-bejana kudus; dan warna busana liturgis (bdk. no. 301, 326, 329, 342, 343, 346).

Setelah diketahui oleh Takhta Apostolik, Pedoman atau Intruksi Pastoral yang dirumuskan oleh Konferensi Uskup dapat dicantumkan dalam Misale Romawi pada tempat yang sesuai.

391. Konferensi Uskup harus sungguh memperhatikan terjemahan teks Alkitab yang digunakan dalam perayaan Misa. Karena, dari Alkitab diambil bacaan-bacaan yang dijelaskan dalam homili, dan juga mazmur-mazmur yang harus dilagukan. Dari Alkitab pula doa-doa, doa pembuka, nyanyian ibadat menimba inspirasi dan kekuatan, dan dari sana pula tata gerak serta tanda-tanda memperoleh maknanya.[169] Bahasa yang digunakan hendaknya sesuai dengan daya tangkap umat beriman dan serasi untuk pemakluman kepada jemaat, sekaligus memperhatikan ciri khas aneka gaya bicara yang digunakan dalam buku-buku Alkitab.

392. Juga merupakan wewenang Konferensi Uskup untuk menyiapkan terjemahan teks-teks lain. Terjemahan itu harus didahului studi yang matang, dan dilaksanakan sedemikian rupa dehingga di satu pihak menghargai ciri khas bahasa setempat, serta di lain pihak setia mengungkapkan makna teks asli Latin. Dalam melaksanakan tugas ini, penting sekali diperhatikan aneka bentuk teks yang digunakan dalam Misa: doa presidensial, antifon, aklamsi, jawaban/ulangan, litani permohonan, dan lain-lain.

Semua harus menyadari bahwa maksud utama teks-teks terjemahan itu bukanlah untuk direnungkan, tetapi lebih untuk dimaklumkan atau dilagukan dalam perayaan.

Bahasa yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan umat setempat. Tetapi, terjemahan itu hendaknya anggun dan menunjukkan mutu sastra yang tinggi. Sejumlah kata dan ungkapan tidak mudah diterjemahkan; untuk itu selalu perlu penjelasan kateketis mengenai makna biblis dan kristianinya.

Sangat dianjurkan, untuk wilayah-wilayah yang menggunakan bahasa yang sama, kalau mungkin, digunakan terjemahan yang sama untuk teks-teks liturgis, khususnya untuk teks Alkitab dan untuk Tata Perayaan Ekaristi.[170]

393. Perlu diperhatikan pentingnya nyanyian dalam Misa sebagai bagian utuh dari liturgi.[171] Konferensi Uskuplah yang berwenang mengesahkan lagu-lagu yang serasi, khususnya untuk teks-teks ordinarium, jawaban dan aklamasi umat, dan untuk ritus-ritus khusus yang diselenggarakan dalam kurun tahun liturgi.

Demikian pula, Konferensi Uskuplah yang berwenang memutuskan gaya musik, melodi, dan alat musik yang boleh digunakan dalam ibadat ilahi, semua itu sejauh serasi, atau dapat diserasikan dengan penggunaannya yang bersifat kudus.

394. Setiap keuskupan hendaknya memiliki penanggalan liturgi dan Misa khusus.[172] Sedangkan Konferensi Uskup hendaknya menyusun penanggalan liturgi khusus untuk negara atau, bersama Konferensi Uskup lain, penanggalan untuk wilayah yang lebih luas, untuk disahkan oleh Takhta Apostolik.

Dalam melaksanakan wewenang ini, hari Tuhan (Minggu) sebagai pesta utama harus di jaga dengan amat saksama, dan diamankan. Maka, perayaan-perayaan lain, kecuali kalau sangat penting, tidak boleh menggeser perayaan hari Minggu.[173] Demikian pula, hendaknya dijaga agar tahun liturgi yang dipugar lewat dekrit-dekrit Konsili Vatikan II tidak dikaburkan oleh unsur-unsur sekunder.

Dalam menyusun penanggalan liturgi nasional, hendaknya dicantumkan pula hari-hari doa dan matiraga, termasuk bentuk perayaan dan teks liturgi yang bersangkutan. Keputusan-keputusan khusus lain hendaknya juga dipertimbangkan.

Dalam menerbitkan Misale, seyogyanya perayaan-perayaan khusus untuk seluruh bangsa atau wilayah dimasukkan ke dalam penanggalan umum pada tempat yang bersangkutan, sedangkan penanggalan khusus untuk regio atau keuskupan dicantumkan sebagai lampiran.

395. Akhirnya, bisa jadi partisipasi umat beriman dan kesejahteraan rohani mereka menuntut perubahan dan penyerasian yang lebih radikal supaya liturgi sungguh serasi dengan budaya dan tradisi bangsa. Dalam hal seperti ini, khususnya bagi bangsa-bangsa yang baru saja menerima pewartaan Injil, sesuai dengan kaidah Konstitusi tentang Liturgi Suci, Sacosanctum Concilium, no. 40., Konferensi Uskup dapat mengusulkan penyerasian seperti itu kepada Takhta Apostolik; dengan persetujuannya, penyerasian tersebut dapat dilaksanakan.[174] Hendaknya sungguh diperhatikan kaidah -kaidah khusus yang diberikan dalam Instruksi Liturgi Romawi dan Inkulturasi.[175]

Mengenai prosedur penyerasian seperti itu, hendaknya diikuti langkah-langkah berikut :

Pertama-tama, hendaknya diajukan proposal awal yang rinci kepada Takhta Apostolik. Sesudah diberi izin, Konferensi Uskup dapat melangkah maju: mengembangkan masing-masing tahap penyerasian.

Begitu proposal disahkan oleh Takhta Suci, hendaknya diadakan eksperimen dalam waktu dan lingkup terbatas. Begitu masa eksperimen berakhir, hendaknya dirumuskan kesimpulan-kesimpulan. Lalu, Konferensi Uskup mengambil keputusan lebih lanjut mengenai penyerasian itu, dan mengajukan rumusan penyerasian yang matang kepada Takhta Apostolik.[176]

396. Akan tetapi, sebelum melanjutkan ke penyerasian-penyerasian baru, khususnya yang lebih radikal, hendaknya sungguh diusahakan: pengarahan yang jelas kepada para klerus dan umat beriman secara bijaksana dan cermat; pemanfaatan kemungkinan-kemungkinan yang sudah digariskan; dan pengamalan sepenuhnya kaidah-kaidah pastoral mengenai semangat perayaan.

397. Selanjutnya, hendaknya dipertahankan asas kesatuan Gereja Partikular dengan Gereja universal, bukan hanya dalam ajaran iman dan tanda-tanda sakramental, tetapi juga dalam kebiasaan yang diikuti seluruh Gereja sebagai bagian dari tradisi rasuli yang tak terputuskan. Ini semua harus dipertahankan bukan hanya untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan, tetapi juga supaya khazanah iman dapat diwariskan secara utuh sehingga “tata doa” (lex orandi) Gereja tetap selaras dengan “tata iman” (lex crecendi).[177]

Ritus Romawi merupakan bagian penting dan berharga dari khazanah liturgi serta harta warisan Gereja Katolik. Kekayaan ini hendaknya dipertahankan demi kesejahteraan seluruh Gereja; setiap pengurangan khazanah ini akan sangat merugikan Gereja universal.

Dari abad ke abad, Ritus Romawi tidak hanya mempertahankan kebiasaan liturgis yang berasal dari kota Roma, tetapi juga menampung unsur-unsur lain secara terpadu, organik, dan serasi. Semua itu diambil dari kebiasaan dan kebudayaan aneka bangsa dan beragam Gereja partikular, baik di Barat maupun di Timur. Dengan cara ini Ritus Romawi dalam batas tertentu memiliki corak supra-regional. Baik identitas maupun kesatuan Ritus Romawi dewasa ini diungkapkan dalam edisi acuan buku-buku liturgis, yang dimaklumkan oleh Pimpinan Tertinggi Gereja, dan dalam edisi bahasa setempat yang diterjemahkan dari edisi acuan dan disahkan oleh Konferensi Uskup untuk wilayah yang bersangkutan, serta diketahui oleh Takhta Apostolik.[178]

398. Konsili Vatikan II menetapkan kaidah bahwa pembaruan liturgi hanya boleh dilakukan kalau kebutuhan nyata Gereja menuntutnya demikian. Juga harus sungguh diperhatikan agar bentuk-bentuk baru itu tumbuh secara organik dari bentuk-bentuk yang sudah ada.[179] Kaidah ini juga berlaku untuk inkulturasi Ritus Romawi.[180] Lagi pula, inkulturasi menuntut waktu yang amat panjang; kalau dilakukan secara terburu-buru dan kurang hati-hati tradisi liturgi yang autentik akan tercemar.

Akhirnya, tujuan inkulturasi bukan asal tercipta ritus baru; inkulturasi dimaksudkan untuk menjawab kebutuhan Gereja dalam kaitan dengan budaya tertentu. Inkulturasi harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penyerasian yang dirumuskan dan diperkenalkan baik dalam Misale maupun dalam buku-buku liturgis lain tidak terlalu berbeda dengan ciri khas Ritus Romawi.

399. Maka, Misale Romawi, meskipun dalam bahasa yang berbeda-beda dan mengungkapkan kebiasaan yang beranekaragam,[181] harus dipertahankan sebagai sarana dan tanda nyata dari keutuhan dan kesatuan Ritus Romawi.[182]


 

Catatan kaki :

  1. KONSILI TRENTE, Sessio XXII, Doctrina de ss. Missae sacrificio, 17 September 1562 : DS 1738-1759.
  2. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 47; bdk. Konstitusi Dogmatis tentang Gereja Lumen Gentium, no. 3; bdk. Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam Presbyterorum Ordinis, no. 2,4,5.
  3. Misa Malam Perjamuan Tuhan, doa atas persembahan. Bdk. Sacramentarium Veronense, ed. Mohlberg, no. 93.
  4. Bdk. Doa Syukur Agung III.
  5. Bdk. Doa Syukur Agung IV.
  6. Bdk. KONSILI TRENTE, Sessio XIII, Decretum de ss. Eucharistia, 11 Oktober 1551 : DS 1635-1661.
  7. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 7, 47; Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam Presbyterorum Ordinis, no. 5, 18.
  8. Bdk. PIUS XII, Ensiklik Humani generis: AAS 42 (1950), hlm. 570- 571; PAULUS VI, Ensiklik Mysterium fidei, 3-9-1965: AAS 57 (1965), hlm. 762-769; PAULUS VI, Syahadat Meriah, 30-6-1968, no. 24-26: AAS 60 (1968), hlm. 442-443; Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, 25-5-1967 no. 3f: AAS 59 (1967), hlm. 543- 547.
  9. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam Presbyterorum Ordinis, no. 2.
  10. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 11.
  11. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 50.
  12. KONSILI TRENTE, Sessio XXII, Doctrina de ss. Missae sacrificio, 17 September 1562, bab 8: DS 1749.
  13. KONSILI TRENTE, Sessio XXII, Doctrina de ss. Missae sacrificio, 17 September 1562, bab 8: DS 1759.
  14. KONSILI TRENTE, Sessio XXII, Doctrina de ss. Missae sacrificio, 17 September 1562, bab 8: DS 1749.
  15. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 33.
  16. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 36.
  17. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 52.
  18. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 35:3.
  19. KONSILI TRENTE, Sessio XXII, Doctrina de ss. Missae sacrificio, 17 September 1562, bab 6: DS 1747.
  20. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 55.
  21. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 55.
  22. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 41; KONSILI VATIKAN II, Konstitusi Dogmatik tentang Gereja, Lumen Gentium, no. 11; KONSILI VATIKAN II, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, Presbyterorum Ordinis, no. 2, 5, 6; KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang Tugas Kegembalaan para Uskup, Christus Dominus 30: KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang Ekumenisme, Unitatis Redintegratio 15: Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 3e, 6.
  23. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 10.
  24. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 102.
  25. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, Presbyterorum Ordinis, no. 5; KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 10.
  26. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 14, 19, 26, 28, 30.
  27. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 47.
  28. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 14.
  29. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 41.
  30. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, Presbyterorum Ordinis, no. 13; Kitab Hukum Kanonik, kanon 904.
  31. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 59.
  32. Bdk. Instruksi Actio pastoralis 15-5-1969: SBL 2D, 969-982. Pedoman Pastoral Ekaristi Anak-anak, 1-11-1973, SBL 2D, 983-1037. Cara memadukan bagian-bagian Ibadat Harian dengan Ekaristi: Pedoman Ibadat Harian, no. 93-98: SBL 2F, no. 1234-1239; De benedictionibus: Ibadat Berkat, hlm. 341.
  33. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Dekrit tentang Tugas Kegembalaan para Uskup, Christus Dominus, no. 15; bdk. juga KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 41.
  34. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 22.
  35. Bdk. terutama KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 23, 25; Paulus VI, Konstitusi Apostolik Missale Romanum, 3-4-1969.
  36. Kongregasi Ibadat dan Tertib Sakramen, Instruksi Varietates ligitimae, 25-1-1994: AAS 87 (1995), hlm. 288-314; Sda, Liturgi Romazui dan Inkulturasi: Seri Dokumen Gerejawi, no. 40.
  37. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, Presbyterorum Ordinis, no. 5; KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 33.
  38. Bdk. Sessio XXII, cap. I: DS 1739-1742; bdk. Paulus VI: Syahadat Meriah, 30-6-1969, no. 24: AAS 60 (1968), hlm. 442.
  39. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 7; Ensiklik Mysterium fidei, 3-91965: AAS 59 (1967), hlm. 764.
  40. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 56.
  41. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 48, 51; KONSILI VATIKAN II, Konstitusi Dogmatik tentang Wahyu Ilahi, Dei Verbum 21; KONSILI VATIKAN II, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, Presbyterorum Ordinis, no. 4.
  42. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 7, 33, 52.
  43. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 33.
  44. Bdk. Instruksi tentang Musik di dalam Liturgi, Musicam Sacram, no. 14.
  45. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 26, 27; bdk. Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 3d.
  46. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 30.
  47. Bdk. Instruksi tentang Musik di dalam Liturgi, Musicam Sacram, no. 16a.
  48. Sermo 336,1: PL 38, 1472.
  49. Bdk. Instruksi tentang Musik di dalam Liturgi, Musicam Sacram, no. 7,16.
  50. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 116; bdk. juga Instruksi tentang Musik di dalam Liturgi, Musicam Sacram, no. 30.
  51. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 54; bdk. Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici 26-9-1964, no. 59; Instruksi tentang Musik di dalam Liturgi, Musicam Sacram, no. 47.
  52. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 34; juga no. 21.
  53. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 30.
  54. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 40; Kongregasi Ibadat dan Tertib Sakramen, Instruksi Varietates ligitimae, 25-1-1994: AAS 87 (1995), hlm. 304.
  55. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 30; Instruksi tentang Musik di dalam Liturgi, Musicam Sacram, no. 17.
  56. Yohanes Paulus 11, Surat Apost. Dies Domini, 31-5-1998, no. 50: AAS 90 (1998), hlm. 745.
  57. Bdk. Tata Perayaan Ekaristi: Pernyataan Tobat Cara D.
  58. Bdk. Tertullianus, Adversus Marcionem, IV, 9: Patrologia Latina 2, 376A; Origines, Disputatio cum Heracleida, no. 4, 24: Sources chretinnes, H. de Lubac dkk, ed. (Paris 1941-), hlm. 62; Statuta Concilii Hipponensis Breviata, 21: Corpus Christianorum, Series latina (Turnhout, Belgia, 1953-), 149, hlm. 39.
  59. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 33.
  60. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 7.
  61. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 51.
  62. Bdk. Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Vicesimus quintus annus, 4-12-1988, no. 13.
  63. Komisi Liturgi KWI telah menerbitkan buku khusus: NYANYIAN MAZMUR TANGGAPAN dan ALLELUYA.
  64. Komisi Liturgi KWI telah menerbitkan buku khusus: NYANYIAN MAZMUR TANGGAPAN dan ALLELUYA.
  65. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 52; Kitab Hukum Kanonik, kanon 767 § 1.
  66. Bdk. Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici no. 54.
  67. Bdk. Kitab Hukum Kanonik kan. 767 § 1; Jawaban Komisi Kepausan KHK terhadap kebimbangan sekitar kanon ini: AAS 79 (1987), hlm. 1249; Instruksi Ecclesiae de mysterio, 15-8-1997 no. 3: AAS 89 (1997), hlm. 864.
  68. Bdk. Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici no. 53.
  69. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 53.
  70. Bdk. Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici no. 56.
  71. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 47; Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 3a,b.
  72. Bdk. Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici no. 91; Instruksi tentang Musik di dalam Liturgi, Musicam Sacram, no. 24.
  73. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 48; Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 12.
  74. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 48; KONSILI VATIKAN II, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, Presbyterorum Ordinis, no. 5; Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 12.
  75. Dalam TPE Indonesia disajikan sejumlah embolisme, masing-masing mengacu pada salah satu ayat doa Bapa Kami.
  76. Bdk. Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 31, 32; Kongregasi Ibadat dan Tertib Sakramen, Instr. Immensae caritatis, 29-1-1973, no. 2.
  77. Kongregasi Ibadat dan Tertib Sakramen, Instr. Inaestimabile donum, 3-4-1980, no. 17.
  78. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 26.
  79. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 14.
  80. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 28.
  81. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi Dogmatik tentang Gereja, Lumen Gentium, no. 26, 28: KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 42.
  82. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 26.
  83. Bdk. Caeremoniale Episcoporum, 175-186.
  84. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, Presbyterorum Ordinis, no. 2; KONSILI VATIKAN II, Konstitusi Dogmatik tentang Gereja, Lumen Gentium, no. 28.
  85. Bdk. Paulus VI, Surat Apostolik Sacrum diaconatus ordinem, 18-6-1967: AAS 59 (1967), hlm. 697-704; Pontificale Romanum, Ordo benedicendi episcopi, presbyteri, et diaconi, editio typica altera 1989, hlm. 173.
  86. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 48; Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 12.
  87. Bdk. Kitab Hukum Kanonik, kanon 910 § 2; bdk. juga Instr. Ecclesiae de mysterio, no. 8: AAS 89 (1997), hlm. 871.
  88. Bdk. Instr. Immensae caritatis, no. 1: AAS 65 (1973), hlm. 265-266.
  89. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 24.
  90. Bdk. Instruksi tentang Musik di dalam Liturgi, Musicam Sacram, no. 19.
  91. Bdk. Instruksi tentang Musik di dalam Liturgi, Musicam Sacram, no. 21.
  92. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 22.
  93. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 41.
  94. Bdk. CE no. 119-186.
  95. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 42; Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 26; KONSILI VATIKAN II, Konstitusi Dogmatik tentang Gereja, Lumen Gentium, no. 28; KONSILI VATIKAN II, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, Presbyterorum Ordinis, no. 5.
  96. Bdk. Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 47.
  97. Bdk. Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 26; Instruksi tentang Musik di dalam Liturgi, Musicam Sacram, no. 16, 27.
  98. Bdk. Instruksi Ecclesiae de mysterio, 15-8-1997, no. 6: AAS 89 (1997), hlm. 869.
  99. Di Indonesia persiapan persembahan roti dan anggur tersebut dapat juga digabungkan menjadi satu.
  100. Bdk. Instr. Inaestimabile donum, no. 10: AAS 72 (1980), hlm. 336; Instr. Ecclesiae de mysterio, no. 8: AAS 89 (1997), hlm. 871.
  101. Bdk. Tata Cara Penugasan Pelayan Komuni Untuk Kesempatan Tertentu.
  102. Bdk. Paulus VI: Surat Apostolik Ministeria quaedam, 15-81972, no. VI.
  103. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 57.
  104. Bdk. Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 47
  105. Bdk. Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 47.
  106. Bdk. Benediktus XV, Konstitusi Apostolik Incruentum altaris sacrificium, 10-8-1915: AAS 7 (1915), hlm. 401 404.
  107. Tempat khusus untuk membuang barang suci yang tak digunakan lagi; lazim disebut "sumur suci".
  108. Bdk. Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 32.
  109. Bdk. KONSILI TRENTE, Sessio XXI, Doctrina de communione sub utraque specie et parvulorum, 16 Juli 1562, bab 1-3: DS 1725-1729.
  110. Bdk. KONSILI TRENTE, Sessio XXI, Doctrina de communione sub utraque specie et parvulorum, 16 Juli 1562, bab 2: DS 1725-1728.
  111. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 122-124; KONSILI VATIKAN II, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam, Presbyterorum Ordinis, no. 5; Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici no. 90; Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 24; Kitab Hukum Kanonik, kanon 932 § 1.
  112. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 123.
  113. Bdk. Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 24.
  114. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 123.
  115. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 123.
  116. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 126.
  117. Bdk. Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici no. 97-98.
  118. Bdk. Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici, no. 91.
  119. Bdk. Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici, no. 91.
  120. Bdk. Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici no. 92.
  121. Bdk. De benedictionibus, no. 900-918: Ibadat Berkat, hlm. 306.
  122. Bdk. Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici no. 92.
  123. Bdk. De benedictionibus, no. 880-899: Ibadat Berkat, hlm. 300.
  124. Bdk. Bdk. Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici no. 92.
  125. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 32.
  126. Instruksi tentang Musik di dalam Liturgi, Musicam Sacram, no. 23.
  127. Bdk. De benedictionibus, no. 1052-1054: Ibadat Berkat, hlm. 459.
  128. Bdk. Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 54; bdk. juga Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici, no. 95.
  129. Bdk. Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 52; Instruksi Pelaksana I Konstitusi Liturgi, Inter Oecumenici, no. 95; Instr. Nullo umquam tempore, 28-5-1938 no. 4: AAS 30 (1938), hlm. 199-200; Rituale Romanum, De sacra Communione et de cultu mysterii eucharistici extra Missam, editio typica, 1973, no. 10-11.
  130. Bdk. De benedictionibus, no. 919-929: Ibadat Berkat, hlm. 311.
  131. Bdk. Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 55.
  132. Bdk. Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 53; Rituale Romanum, De sacra Communione et de cultu mysterii eucharistici extra Missam, editio typica, 1973, no. 9; Yohanes Paulus II, Surat Apost. Dominicae cenae, 29-2-1980, no. 3: AAS 72 (1980), hlm. 117-119.
  133. Bdk. Kitab Hukum Kanonik, kanon 940; Instruksi Kongregasi Ritus tentang Kebaktian Ekaristi, Eucharisticum Mysterium, no. 57.
  134. Bdk. khususnya Instr. Nullo umquam tempore, 28-5-1938 no. 4: AAS 30 (1938), hlm. 198-207; Kitab Hukum Kanonik, kanon 934-944.
  135. Bdk. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 8.
  136. Bdk. Pontificale Romanum, Tata Cara Pemberkatan Gereja dan Altar, Bab IV, no. 10; De benedictionibus, no. 318: Ibadat Berkat, Tata Cara Pemberkatan Patung, hlm. 332.
  137. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 125.
  138. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 128.
  139. Bdk. Pontificale Romanum, Bab VII: Tata Cara Pemberkatan Piala dan Patena; De benedictionibus, no. 106: Ibadat Berkat: Tata Cara Pemberkatan Perlengkapan Liturgi, hlm. 354.
  140. Bdk. Pontificale Romanum, Bab VII: Tata Cara Pemberkatan Piala dan Patena; De benedictionibus, no. 106: Ibadat Berkat: Tata Cara Pemberkatan Perlengkapan Liturgi, hlm. 354.
  141. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 128.
  142. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 128.
  143. De benedictionibus, Bagian III: Ibadat Berkat: bdk. Tata Cara Pemberkatan Perlengkapan Liturgi, hlm. 354.
  144. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 51.
  145. Dalam Tata Perayaan Ekaristi 1978: "Kini, dalam kebaktian bersama ; dalam TPE ini: "Dalam kebaktian bersama ..."
  146. Dalam Tata Perayaan Ekaristi 1978: "Terimalah dengan rela"; dalam TPE ini: "Sudilah menerima ..."
  147. Dalam TPE Indonesia ada teks alternatif untuk hari Minggu, khusus kalau Doa Syukur Agung ini digunakan dalam misa hari Minggu.
  148. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 61.
  149. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi Dogmatik tentang Gereja, Lumen Gentium, no. 54; Paulus VI, Marialis cultus, 2-2-1974, no. 9: AAS 66 (1974), hlm. 122-123.
  150. Bdk. khususnya Kitab Hukum Kanonik, kanon 1176-1185; Rituale Romanum, Tata Cara Pemakaman, editio typica, Pengantar, no. 6.
  151. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 14.
  152. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 41.
  153. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 24.
  154. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 36 § 3.
  155. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 112.
  156. Bdk. Pedoman Umum Tahun Liturgi dan Penanggalan Liturgi, no. 48-51; Kongregasi Ibadat dan Tertib Sakramen, Instruksi Calendaria particularia, 24-6-1976, no. 4,8.
  157. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 106.
  158. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 37-40.
  159. Bdk. Instr. Varietates legitimae, no. 54, 62-69: AAS 87 (1995), hlm. 308-309, 311-313.
  160. Bdk. Instr. Varietates legitimae, no. 66-68: AAS 87 (1995), hlm. 313.
  161. Bdk. Instr. Varietates legitimae, no. 26-27: AAS 87 (1995), hlm. 298-299.
  162. Bdk. Surat Apost. Vicesimus quintus annus, no. 16: AAS 81 (1989), hlm. 912; VL, no. 2, 36: AAS 87 (1995), hlm. 288, 302.
  163. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 23.
  164. Bdk. Instr. Varietates legitimae, no. 46: AAS 87 (1995), hlm. 306.
  165. Bdk. Instr. Varietates legitimae, no. 54: AAS 87 (1995), hlm. 308-309.
  166. Bdk. KONSILI VATIKAN II, Konstitusi tentang Liturgi Sacrosanctum Concilium, no. 38; Paulus VI, Konstitusi Apostolik Missale Romanum, hlm. 14
[*] Dalam PUMR terbitan bahasa Indonesia, disebutkan bahwa Sekuensia dilagukan “sesudah” alleluya. Namun dalam teks Institutio Generalis Missale Romanum dalam bahasa Inggris, Italia maupun Perancis, disebutkan bahwa Sekuensia dilagukan “sebelum” alleluya.
[**] Dalam PUMR terbitan bahasa Indonesia, disebutkan sebagai warna 'jingga' (oranye). Namun dalam teks Institutio Generalis Missale Romanum dalam bahasa Inggris, Italia maupun Perancis, disebut sebagai warna 'rose' yang berarti 'merah muda'.
[**] Tambahan yang ada dalam teks Institutio Generalis Missale Romanum dalam bahasa Inggris, Perancis, dan Italia.

 

Teks ini mengacu pada :
Pedoman Umum Misale Romawi/Institutio Generalis Missale Romanum
dalam bahasa Indonesia, Inggris, Perancis dan Italia.

#PUMR #Ekaristi #MisaleRomawi #MissaleRomanum