Header Ads

Terang Sabda

Kisah Kelahiran Musa (Kel 2:1-10)


Aktor utama kisah pembebasan bangsa Israel dari Mesir adalah Yahwe, nama Allah yang sudah dikenal sejak dalam Kitab Kejadian (Kej 4:6), dan dikenal secara penuh sebagai nama diri Allah dalam Kitab Keluaran[1]. Meskipun kisah pembebasan sungguh-sungguh merupakan karya Allah, Musa menduduki posisi penting sebagai perantara pembebasan. Memang, Musa mendapatkan gelar yang hebat dan tinggi di antara bangsa Israel[2], namun ia adalah seorang manusia biasa. Musa, sebagai seorang pangeran Mesir, mempunyai gagasan hebat tentang pembebasan bangsanya yang sedang tertindas. Namun tanpa Allah, semua itu hanya sia-sia. Kehadiran Allah dalam hidup Musa mengubah cara pandang dan arah hidupnya. Allah yang datang menemui dan mewahyukan namaNya pada Musa di padang gurun Sinai memanggil dan mengutus Musa. Inilah salah satu saat terpenting dalam hidup Musa yang menjadi titik balik sejarah hidupnya, dan juga titik balik sejarah bangsa Israel. Menyadari kelemahan-kelemahan dirinya, Musa mengajukan beberapa keberatan. Namun, Tuhan selalu menegaskan bahwa Ia adalah Allah yang mau terlibat dengan hidup manusia, selalu menyertainya. Penyertaan dan penyelenggaraan Allah itu sudah mulai nampak sejak kelahiran Musa.

2.1. Latar belakang kisah kelahiran : Pemenuhan Janji Allah yang Terancam Gagal
12 orang anak Yakub dengan seluruh keluarganya menetap di Mesir. Setelah beberapa generasi, mereka bertambah banyak dan terus berkembang: “Orang-orang Israel beranak cucu dan tak terbilang jumlahnya; mereka bertambah banyak dan dengan dahsyat berlipat ganda, sehingga negeri itu dipenuhi mereka” (Kel 1:7). Dalam hal ini, yang ditekankan adalah kenyataan statistik : ledakan penduduk. Di balik itu semua, Allah sedang memenuhi janjiNya pada Abraham: “Aku akan membuat engkau sangat banyak … dan engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa” (Kej 17:2-4)[3]. Kronologi KS menyebutkan bahwa hal itu terjadi sekitar abad XIX sM sebab mereka tinggal di Mesir selama 430 tahun (Kel 12:40) dan Bait Allah yang selesai dibangun 480 tahun setelah pembuangan (1Raj 6:1) diresmikan Salomo pada tahun 950 sM[4]. Penguasa Mesir pada abad XIX sM adalah bangsa Hyksos yang berasal dari Asia. Maka, tinggalnya anak-anak Yakub di Mesir kemungkinan terjadi pada masa bangsa Hyksos berkuasa. Kitab Suci tidak menyebutkan nama-nama Firaun. Namun yang jelas, Firaun penindasan dan pembebasan adalah Raja Mesir asli yang berkuasa setelah bangsa Hyksos diusir dari Mesir (1550). Kemungkinan, Firaun penindasan adalah Rameses II (1290-1224 sM) sedangkan Firaun keluaran adalah penggantinya, Seti Merneptah II (1224-1214 sM)[5]. Sebab, satu-satunya teks Mesir yang menyebut nama Israel dibuat pada masa Merneptah.


Firaun baru “yang tidak mengenal Yusuf” (Kel 1:8) menganggap keberadaan sekelompok etnis imigran di bagian utara sebagai ancaman serius bagi negeri Mesir. Untuk mencegahnya, Firaun mengambil tindakan keras. Motif politis-militeristis dan ekonomis ini mengakibatkan terjadinya perbudakan. Para imigran yang disambut Firaun dari dinasti terdahulu dengan penuh persahabatan, sekarang dieksploitasi sebagai budak dalam pembangunan kota-kota perbekalan Mesir : Phitom dan Ramses. “Tetapi makin ditindas, makin bertambah banyak dan berkembanglah mereka.” (Kel 1:12) Firaun pun bermaksud mengekang laju pertumbuhan demografis bangsa Israel dengan jalan genocide, pembunuhan secara sistematis pada semua bayi lelaki yang baru lahir. Permasalahannya, bukankah tindakan ini membawa dampak yang tidak diinginkan yaitu berkurangnya para pekerja? Nampaknya yang ditekankan dalam kisah ini bukanlah koherensi kebijakan Firaun namun fungsi unit kisah yang memberikan gambaran dramatis atas situasi baru. Allah mengatur plot cerita dan di sini Ia akan memperkenalkan karya pembebasanNya lewat tokoh Musa.



2.2. Kisah Kelahiran Musa (Kel 2:1-10)
Struktur kisah kepahlawanan secara khas membingkai seluruh kisah Musa, termasuk juga dalam kisah masa kecilnya[6]. Hal itu tidak hanya ditunjukkan dengan adanya ancaman pembunuhan terencana oleh orang Mesir, namun juga dengan ironi dalam keputusan Sang Putri untuk mengadopsi dan membawa anak itu pada seorang ibu Ibrani yang dibayar untuk menjadi inang pengasuh bagi anak itu.

2.2.1 Orang Israel yang Menjadi Orang Mesir
2.2.1.1 Struktur Kisah
Struktur kisah masa kecil Musa terdiri dari tiga unsur utama: (1) ay 1-4, kelahiran dan pembuangan si anak; (2) ay 5-6, ia  ditemukan oleh putri Firaun; dan (3) ay 7-10, pengadopsian. Kisah ini dibuka dengan kisah kelahiran sang bayi. Tidak ada satu pun keajaiban yang terjadi. Yang ada hanyalah suasana keterancaman. Ay 2 melaporkan bahwa sang ibu menyembunyikan si anak. Ay 3-4 membawa suasana keterancaman ini pada titik tragedi: anak itu ditaruh dalam keranjang yang ditempatkan di tengah-tengah teberau di tepi sungai Nil. Hal itu membuka unsur kedua. Anak itu tidak mati. Putri Firaun menemukan keranjang kecilnya pada waktu ia berpesiar bersama para pengiringnya. Ketegangan dalam plot ini meningkat dengan adanya penemuan itu. Sang Putri segera mengetahui bahwa anak itu adalah anak orang Ibrani yang menurut perintah kerajaan Mesir harus dibunuh. Namun, “Ia menaruh belas kasihan pada anak itu ...” Kata waTTaH•möl itu secara sederhana dapat berarti “memisahkannya dari kematian”. Namun juga berarti relasi intim antara orang tua dan anak : “Aku akan menaruh belas kasihan pada mereka seperti seseorang (ayah) menaruh belas kasihan pada anaknya lelaki yang melayani dia” (Mal 3:17). Ketegangan itu pecah dalam unsur ketiga. Anak itu menjadi bagian dari istana Firaun dengan kebaikan hati dari sang putri yang tergerak untuk mengadopsinya sebagai anaknya sendiri. Pengadopsian itu dilakukan dengan prosedur legal zaman itu, yaitu dengan penyewaan seorang pengasuh. Dengan demikian, fokus utama kisah ini bukanlah kelahiran si anak meskipun laporan kelahirannya merupakan bagian dari unit narasi. Fokusnya lebih pada pengadopsian anak itu oleh Putri Firaun[7].

2.2.1.2 Arti nama ‘Musa’
Fokus kisah pada pengadopsian memungkinkan diperkenalkannya nama Mesir dari anak itu. Setelah selesai masa menyusu, anak itu diserahkan pada pemeliharaan sang Putri. Masa depan anak itu sekarang ada di tangan sang Putri. Sang Putri mengadopsi anak itu sehingga anak itu menjadi seorang pangeran Mesir. Ketika mengadopsinya, sang Putri menamainya Musa (ay 10). Dalam narasi ini, Musa adalah orang pertama yang diberi nama.

Nama keluarga kerajaan di Mesir biasanya tersusun dari beberapa ungkapan penghormatan dan nama suatu dewa, misal “dicintai oleh,” “dipilih oleh,” “keturunan dari,” Thoth, Ptah, Ra atau Amon. Karena waktu itu adalah zamannya dinasti Rameses, bayi yang diadopsi oleh putri Firaun itu mempunyai nama keluarga ‘Mes’. Umumnya, kata müš yang artinya “ditarik dari” dihubungkan dengan Ra, dewa matahari, sehingga menjadi Rames atau Rameses atau Ramoses. Dengan demikian, nama Mesir bayi itu adalah Ramoses. Putri Firaun itu kemungkinan adalah anak tertua Seti Merneptah I dan kakak dari raja yang sedang bertakhta, Rameses II[8]. Sebenarnya, dia adalah ahli waris langsung mahkota Kerajaan Mesir tetapi terhalang oleh jenis kelaminnya. Sebagai gantinya, dia menyandang gelar “Putri Firaun” yang menjamin hak atas mahkota kerajaan bagi putra sulungnya. Namun karena ia tidak punya putra, maka Musa-lah yang menjadi ahli waris tahta, bukan dengan hak untuk menggantikan Firaun yang sedang bertakhta, tetapi untuk menggantikan kedudukan salah satu putranya (Josephus, Ant, II, ix, 7).

Kata masa (Ibr, artinya “menarik keluar”) memang homonim dengan kata möšè dari bahasa Mesir. Namun keduanya tidak saling berhubungan. Kata masa hanya digunakan dalam 2 Sam 22:17 (bdk Mzm 18:16). Istilah tersebut digunakan untuk menunjuk pada tindakan pertolongan dari Allah yang maha besar. Dengan demikian, redaktur kisah ini mengubah nama Mesir itu menjadi pujian Israel atas pembebasan. Pertolongan pada bayi ini dari air mengantisipasi pertolongan yang lebih besar yang dibawa melalui kekuatan diri Musa[9].

2.2.1.3 Identitas ke-Israel-an Musa
Kisah pengadopsian ini tidak sekedar memberi keterangan atas pemberian nama pada si anak. Kisah ini menempatkan Musa dalam lingkup kebudayaan Mesir. Musa akan menghabiskan masa kecilnya, paling tidak dari sejak ia lepas menyusu sampai masa dewasanya, di istana Mesir. Kisah ini malah meletakkan tokoh ini dalam ironi : fasilitas kemenangan Israel dan Keluaran dari Mesir datang dari dalam tembok istana Firaun sendiri. Ironi itu memuncak dengan deskripsi atas ibu kandung si anak, yang oleh Putri Firaun dipekerjakan sebagai inang pengasuh dan penyusu yang bertanggung jawab atas tahun-tahun pertama kehidupan Musa. Jelas bahwa unit kisah ini tidak menggambarkan bahwa Musa sebenarnya adalah orang Mesir. Meskipun semua tanda fisiknya menunjukkan bahwa Musa adalah orang Mesir (lih Kel 2:19), namun jelas bahwa Musa masuk dalam kebudayaan Mesir karena pengadopsian secara sah. Maka, sebenarnya kisah pengadopsian ini lebih mau menekankan asal muasal Musa. Musa benar-benar seorang Israel. Ia diadopsi dalam lingkup Budaya Mesir tanpa kehilangan identitas ke-Israel-annya.

2.2.2 Ancaman di awal kehidupan
Kisah kelahiran-pengadopsian tidak terpisah dari kisah dalam 1,15-22. Kisah tentang rencana Firaun membunuh semua bayi lelaki Israel ini merupakan konteks kelahiran si bayi. Firaun telah memerintahkan pembunuhan semua bayi lelaki Israel, pertama di tangan para bidan, kemudian di tangan semua orang Mesir. Maka, kelahiran Musa dari orang tua yang berasal dari suku Lewi terjadi dalam kepanikan. Karenanya, bayi Musa disembunyikan selama tiga bulan setelah kelahirannya namun kemudian diserahkan pada nasib yang tidak tentu. Sang pahlawan memulai hidupnya dalam suasana pertentangan orang Ibrani dengan bangsa Mesir. Kelahiran yang memberi pertanda konflik ini menegaskan posisi diri Musa di masa depan. Pertentangan itu menandai keseluruhan lingkup karirnya.

Asal usul Musa dengan jelas ditempatkan sebelum kisah kelahirannya. Nama orang tua Musa memang tidak dituliskan (Kel 2:1-2, bdk Kel 6:19; Bil 26:59; 1Taw 6:3; 1Taw 23:13), namun jelas bahwa Musa diperlihatkan sebagai orang Israel, dari suku Lewi. Keluarga Musa benar-benar diperlihatkan, termasuk lewat peran saudarinya. Maka, kisah kelahiran dan pengadopsian ini dimaksudkan untuk memperlihatkan hubungan antara si bayi dan bangsanya. Seperti semua bayi lelaki sebangsanya, hidup Musa terancam oleh keputusan Firaun. Namun, Musa bertahan hidup berkat kebaikan hati dan perlindungan dari penghuni istana Firaun sendiri. Meskipun demikian, pengadopsian ini tidak menentukan karirnya di masa depan. Musa bukanlah pahlawan bagi bangsa Mesir. Konteks kelahiran Musa memperlihatkan bahwa ia berada di bawah ancaman bangsa Mesir. Musa adalah pahlawan bagi bangsa Israel. Kisah kelahiran-adopsi Musa lebih mau memperlihatkan identifikasi anak itu dengan bangsanya sendiri.

2.2.3 Allah sebagai sutradara kisah
Allahlah yang menyusun jalinan semua peristiwa itu. Ia adalah pelaku utama kisah ini meskipun secara gramatikal hanya muncul sebagai tambahan saja. Allahlah yang menentukan jalannya sejarah dan cara Ia memasukinya (Mzm 75:2). Allah menunggu, membiarkan keseluruhan generasi bertumbuh, dan membiarkan peristiwa demi peristiwa berjalan. Ketika saatnya tiba, Ia tidak mengirimkan seorang pembebas yang telah dipersiapkan untuk tugas itu, namun seorang bayi. Sang pembebas masih harus bertumbuh dan mendewasakan diri pelan-pelan melalui kesulitan. Peristiwa-peristiwa ironis muncul sesuai dengan proyek pembebasan yang diinginkan dan diatur oleh Allah : Firaun menggunakan tindakan represif, namun yang terjadi adalah bangsa itu bertambah banyak; para bidan menipunya dengan cerdik; dan putrinya sendiri adalah salah seorang yang menyelamatkan anak yang akan menjadi sarana pembebasan di tangan Allah.

[1] W. Brueggemann, Exodus, II, The New Interpreter’s Bibble, Abingdon Press, Nashville 1994, 690
[2] G. von Rad, Musa (terj: M.H. Simanungkalit), BPK Gunung Mulia, Jakarta 1973, 8
[3] L.A. Sch̦kel РG. Guti̩rrez, Moses : His Mission, Biblical Meditations (translated by Dinah Livingstone), St. Paul Publications, Middlegree 1990, 11
[4] St. Darmawijaya, Pr, Pentateukh atau Taurat Musa, 67
[5] A. Niccacci OFM, “Egypt and Israel. An Overview”, The Bible Today, Edisi The middle east, May/June 2005, 149
[6] G. W. Coats, Moses: Heroic Man, Man of God, JSOT Supplement Series 57, Sheffield Academic Press, Sheffield 1988, 43
[7] G.W. Coats, Moses : Heroic Man, Man of God, 44
[8] J. Orr, “Moses”, dalam ISBE Dictionary, BibleWorks, 2001
[9] W. Brueggemann, Exodus, II, 700

No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.