Header Ads

Terang Sabda

PAULUS : Pribadi dan Pewartaannya

Santo Paulus, Rasul

Bagi Gereja Katolik Indonesia, bulan September adalah Bulan Kitab Suci Nasional. Gerak Gereja Keuskupan Purwokerto pun searus dengan Gereja Katolik Indonesia. Secara khusus dalam Bulan Kitab Suci (BKS) di tahun 2008 ini, Keuskupan Purwokerto mengambil tokoh Paulus sebagai sarana untuk "mendekatkan Kitab Suci pada Umat dan mendekatkan Umat pada Kitab Suci". Tema BKS yang digagas Keuskupan Purwokerto adalah "Bersama St. Paulus, Menjadi Rasul Kristus di zaman ini". Maka, postingan kali ini mencoba memaparkan siapa Paulus.

PAULUS adalah Seorang rasul jemaat Kristen perdana yang merupakan tokoh paling penting dan kreatif dalam sejarah Gereja perdana. Rumusan iman kristianinya, sebagaimana terungkap dalam surat-suratnya pada jemaat-jemaat yang sedang berkembang, menjadi bagian dari dasar-dasar teologi Kristen.

 

A. SUMBER-SUMBER

Sumber utama studi tentang Paulus adalah surat-surat aslinya (1 Tessalonika, Galatia, Filipi, Filemon, 1 and 2 Korintus, dan Roma). Informasi historisnya juga bisa didapat dari Kisah Para Rasul, surat-surat deutero-Pauline (Kolose, Efesus, 2 Tessalonika, 1 and 2 Timotius, dan Titus), tulisan-tulisan PB lainnya (Yakobus, 2 Petrus), dan literatur apokriph selanjutnya.

 

B. KEHIDUPAN

1. Nama

Paulus umum dikenal dengan nama Greco-Romawinya, Paulos, namun dari Kisah Para Rasul, kita tahu bahwa ia dilahirkan dengan nama Yahudi Saul[-us] (Kis 7:58; 8:1, 3; 9:1, 4, etc.). Ia sendiri tidak pernah menyebutkan nama Yahudinya dalam surat-suratnya, namun selalu memperkenalkan diri sebagai Paulus (mis, 1 Tes 1:1; 2:18; Rom 1:1; 1 Kor 1:1, 12–13; dll).

2. Leluhur

Bila nama Yahudinya menghubungkan dirinya dengan suku Benjamin (Flp 3:5; Rom 11:1; cf. Kis 13:21), nama Greco–Romawinya kemungkinan diberikan padanya sehubungan dengan statusnya sebagai warga Tarsus, sebuah kota di Kilikia di mana ia dilahirkan dan bertumbuh besar (Kis 9:11; 21:39; 22:3; cf. 9:30; 11:25). Dalam hal politik ia sebenarnya tidak anti-Roma (Rom 13:1–7). Kewarganegaraan Romawinya memainkan peranan penting dalam Kis (16:37–38; 22:25–29; 23:27; 25:8–12, 21; 26:32; 27:24; 28:19). Secara religius, keluarganya sangatlah ortodoks (Flp 3:5; 2 Kor 11:22; Rom 11:1).

3. Pendidikan

Pendidikan dasar diterima Paulus ketika ia bertumbuh di Tarsus (Kis 21:39; 22:3). Dalam Kis 22:3, ia ditampilkan mendapatkan pendidikan terbaik bagi orang Yahudi: “Saya orang Yahudi, saya lahir di Tarsus di negeri Kilikia, tetapi saya dibesarkan di sini di Yerusalem dan dididik dengan cermat oleh guru besar Gamaliel dalam hukum yang diberikan Musa kepada nenek moyang kita.” Pengakuan ini menunjukkan bahwa keluarga Paulus pindah dari Tarsus ke Yerusalem, di mana ia menerima pendidikan lanjutnya (26:4). Ia juga menerima pendidikan Hellenistis yang bagus. Ia belajar berpidato, mengajar, menulis surat yang panjang, dan terlibat dalam debat teologis kelas tinggi. Surat-surat Paulus – dengan retorika yang ciamik, komposisi yang cermat, dan argumentasi teologis yang terperinci – mencerminkan seorang pengarang yang secara unik dilengkapi Allah untuk menjadi “rasul bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi” (Rom 11:13; cf. Gal 2:8, 9; Rom 1:5).

Latar belakang kosmopolitan ini menjadikan Paulus sebagai seorang duta internasional, pertama terhadap otoritas Yahudi (Kis 8:3; 9:1–2, 21; 22:4–5, 19; 26:10–11; Gal 1:13, 23; 1 Kor 15:9; Flp 3:6), dan kemudian sebagai seorang misionaris Kristen. Latar belakang pendidikan itu pula yang membuatnya mampu menjadi perintis gereja-gereja di banyak tempat, bekerja dengan jejaring tingkat internasional. Hal ini menunjukkan bahwa Paulus “mendapat pendidikan Yunani yang sangat baik” namun tidak kehilangan identitas “Keyahudiannya”.

4. Kehidupan sebelum menjadi Kristen

Sebelum pertobatannya, Paulus dengan aktif memelihara dan melindungi tradisi religius nenek moyangnya. Mengaku diri sebagai seorang Yahudi “Ortodoks”, ia bertekad membasmi kemurtadan. Lebih maju ketimbang kawan sebaya, ia menjadi anggota sekte Farisi dan mendapat tugas untuk menganiaya orang Kristen (Gal 1:13, 23; Flp 3:6; 1 Kor 15:9). Alasan mengapa ia menganiaya orang Kristen tidaklah terlalu jelas, meksipun petunjuknya dapat ditemukan dalam ketidaksukaannya secara khusus pada jemaat Kristen di Damaskus (Gal 1:17, 22–23; 2 Kor 11:32; Kis 9:2–25; 22:5–6, 10–11; 26:12, 20) dan ketidakterarikan umum terhadap mereka di Yerusalem dan Yudea (cf. Kis 8:3). Alasan penganiayaan orang Kristen di Damaskus nampaknya adalah bahwa, meskipun Yahudi, mereka tidak lagi memelihara aturan Torah. Hal itu mereka buat secara prinsipial dan bukan sekedar penolakan biasa. Namun Paulus maupun Kis tidak membawanya secara terpisah.

5. Pertobatan

Ketika Paulus sedang dalam perjalanan ke Damaskus, tiba-tiba ia mengalami penglihatan akan Kristus. Pengalaman ini mempunyai konsekuensi dramatis, mengubah seluruh hidupnya, pemahaman dirinya, pandangan teologis, dan tujuan hidup. Penglihatan ini (Gal 1:12, 16; Kis 9:3–8; 22:6–11; 26:12–19) mengubahnya dari seorang penganiaya menjadi seorang Kristen. Kristus sendiri mengutusnya untuk memaklumkan Injil di antara orang bukan Yahudi (lih juga 1 Kor 9:1; 15:8, 9–11; Rom 1:5).

 

C. KARYA KERASULAN

1. Ringkasan Autobiografis dalam Surat Galatia

Sebagaimana dilaporkan dalam Gal 1:17–24, setelah mendapat penampakan Kristus, ia pergi ke Damaskus dan kemudian ke Arab, yaitu Kerajaan Nabataea, yang disebut “Provinsi Arabia.” Karya Pewartaan di Arabia, yang diberikan oleh Kristus kepadanya adalah perwartaan pada orang-orang bukan Yahudi. Paulus tidak memulai sendiri karya pewartaan ini. Ia bergabung dengan karya pewartaan yang telah dirintis oleh Gereja Damaskus. Setelah itu, Paulus kemudian kembali. Apakah dalam karya perutusan di Arab, ia sukses atau tidak, kita tidak tahu (lihat juga Gal 4:25; Kis 2:11; 1 Clem. 25:1, 3; bdk. Rom 15:19).

Paulus menekankan bahwa setelah penampakan dan perutusan dari Kristus, ia memilih untuk tidak berkonsultasi dengan para rasul lainnya di Yerusalem. Mengapa ia mengindari pertemuan dengan otoritas Kristen di Yerusalem? Nampaknya hal ini berhubungan dengan perutusannya di Arabia. Jika Paulus mau menganiaya jemaat Kristen di Damaskus karena ketidakpatuhan mereka pada Taurat, dan jika orang-orang Kristen itu telah memulai perutusan kepada orang-orang non Yahudi di mana Paulus telah menggabungkan diri, maka para pentobat Arab kemungkinan besar cenderung tidak mematuhi Taurat dan hukum sunat. Dan Gereja Yerusalem pun kemungkinan besar memandang jemaat baru ini tanpa sikap yang jelas, atau bahkan tidak menyetujuinya. Maka, masuk akallah bahwa Paulus menghindar untuk bertemu dengan mereka.

Tiga tahun setelah pertobatannya, Paulus akhirnya pergi ke Yerusalem (Gal 1:18–24). Selama berada di sana, Paulus tidak banyak memperlihatkan diri pada publik. Pada waktu itu ia menjumpai Petrus dan menginap di rumahnya selama 15 hari. Perjumpaan itu mengisyaratkan simpati Petrus pada aktivitas Paulus. Namun Gereja secara keseluruhan sebenarnya telah terbelah menjadi dua kubu. Maka ketika Paulus mengatakan “aku tidak melihat seorang pun dari rasul-rasul yang lain, kecuali Yakobus, saudara Tuhan Yesus”, ia sebenarnya mau mengatakan bahwa ia menghindari mereka karena mereka tidak peduli padanya. Yakobus, kemungkinan karena ia bukanlah seorang rasul (misioner), menyambut baik kunjungannya. Apakah gereja-gereja di Yerusalem dan Yudea, ketika mereka memuji Allah bagi Paulus tanpa pernah bertemu dengannya (Gal 1:22-24), mengetahui bahwa ia mewartakan injil tanpa mewajibkan mereka mematuhi Taurat dan hukum Sunat? Paling tidak kita bisa mengatakan bahwa tidak ada keputusan gamblang yang telah dibuat dan ketegangan itu pastilah masih ada. Dari laporan ini kita bisa menyimpulkan bahwa ketegangan antara Paulus dan rasul-rasul lain muncul dari kebijakan mereka yang berbeda dalam hal pwartaan kepada orang bukan Yahudi. Setelah kunjungannya, Paulus melakukan karya pewartaan di daerah asalnya, Syria dan Kilikia (Gal 1:21). Tidak jelaslah apakah Petrus dan Yakobus setuju dengan karya pewartaan ini.

Ketika Paulus datang lagi ke Yerusalem “setelah empat belas tahun” (Gal 2:1), pewartaan di Syria dan Kilikia telah terlaksana dengan sukses. Paulus menyebutkan rekan kerja utamanya adalah Barnabas, seorang Yahudi Kristen seperti dirinya sendiri. Barnabas adalah guru Kristen Paulus (Kis 4:36–37; 9:27). Gereja Yerusalem mengutusnya ke Antiokia di mana ia menjadi tokoh pemimpin di antara orang-orang Kristen Yahudi dari Fenisia, Cyprus, dan Syria/Kilikia. Ia pergi ke Tarsus untuk mencari Paulus dan membawanya ke Antiokia (Kis 11:25-26), di mana pewartaan pada orang-orang Yunani dimulai (Kis 11:20) dan di tempat itu nama “Kristen” (Christianoi) pertama kali digunakan (11:26). Dari sini, Barnabas and Paulus diutus bersama-sama untuk melakukan karya pewartaan (13:1–3) mulai dari Syprus (13:4–12), kemudian ke Pamphylia dan Pisidia (13:13–14:28).

Karya pewartaan itu kemudian juga membawa permasalahan yang tidak bisa lagi dibiarkan tanpa pemecahan : Apakah para pentobat baru yang non Yahudi harus disunat atau tidak ? Apakah Gereja bagian dari Yudaisme ataukah agama Kristen yang sungguh mandiri? Permasalahan ini mengerucut pada permasalahan : "Apakah Gereja (: orang Kristen, para pengikut Yesus Kristus) akan tetap tinggal menjadi eksklusif Yahudi ataukah mau membentangkan diri untuk merangkul seluruh umat manusia?"

Setelah diskusi panjang (Kis 15:1–2) dan bahkan ada pewahyuan (Gal 2:2), Paulus dan Barnabas pergi ke Yerusalem, sambil membawa serta Titus, seorang pentobat Kristen non Yahudi yang tidak disunat, sebagai contoh kasus. Konsili Yerusalem (Gal 2:1–10; Kis 15:2–29) terbelah menjadi diskusi tiga kubu, dua di antaranya mempunyai jawaban yang saling berlawanan terhadap permasalahan utama itu, sedangkan kubu ketiga berusaha tetap netral. Setelah diskusi yang cukup hangat, Paulus dkk (Barnabas dan Titus) menang, mendapatkan pengakuan bahwa Titus adalah seorang Kristen tanpa harus sunat. Namun dibuatkan suatu kompromi. Karya pewartaan Kristen dibagi menjadi dua arah, yang pertama pada orang-orang Yahudi, (di bawah wibawa Rasul Petrus), dan yang kedua di bawah kepemimpinan Paulus dan Barnabas, tanpa gelar resmi (Gal 2:8–9). Yang menjadi penghubung bagi kedua arah pewartaan ini adalah iman yang sama akan satu Allah (Gal 2:8; Rom 3:30; 10:12). Persetujuan itu, yang juga meliputi janji pengumpulan uang bagi orang-orang miskin di Yerusalem (2:10), disetujui oleh ketiga “soko guru” (Yakobus, Kephas, dan Yohanes), dan utusan dari Antiokia (Paulus dan Barnabas), namun tidak disetujui oleh kubu lain yang sangat keras kepala, yang disebut oleh Paulus sebagai “saudara-saudara palsu yang menyusup” (2:4). Konferensi ini mempunyai konsekuensi besar tidak hanya bagi Gereja, namun juga khususnya bagi masa depan hidup Paulus.

Satu pertanyaan yang masih belum diputuskan adalah apakah orang-orang “Christianoi” bukan Yahudi mendirikan suatu agama baru, ataukah orang Kristen, baik Yahudi maupun non Yahudi, masih merupakan bagian dari Yudaisme. Tiadanya keputusan jelas soal ini menjadi benih konflik selanjutnya (misal, kasus Timotius, Kis 16:1–4), benih konflik yang akan memuncak di Antiokia (Gal 2:11–14). Perselisihan itu muncul setelah kunjungan Petrus ke Antiokia dan makan bersama dengan orang-orang Kristen non Yahudi. Perjamuan itu menandakan kesamaan mereka untuk ambil bagian dalam keselamatan Allah melalui Yesus Kristus. Namun kemudian dengan kedatangan “Orang-orang Yakobus” yang datang dari Yerusalem, situasi berubah. Setelah debat yang sangat panas, Petrus dan orang-orang Kristen Yahudi lainnya mengecam habis-habisan dan memutuskan meja persaudaraan dengan orang-orang Kristen bukan Yahudi. Dengan demikian, mereka menegakkan lagi batas-batas antara makanan halal dan najis, dan mengeluarkan orang-orang Kristen bukan Yahudi dari lingkaran mereka. Namun Paulus tetap berpihak pada orang-orang Kristen bukan Yahudi. Ketika melakukan debat terbuka dengan Petrus, Paulus mengecam ketidak konsistenan dan kemunafikan Petrus dalam hal teologi dan praktik religius. Hasilnya adalah terputusnya hubungan sama sekali antara Paulus dan para misionaris Yahudi-Kristen lainnya, termasuk juga dengan mantan gurunya, Barnabas (lihat juga Kis 15:36–39). Dengan demikian Paulus dan gereja-gereja bukan Yahudi berdiri sendiri, meskipun terus menerus diganggu oleh para misionaris Kristen Yahudi. Namun, Paulus tidak pernah kehilangan harapan bahwa suatu rekonsiliasi dengan Gereja Yerusalem pasti akan tercapai. Harapan ini diwujudkannya dengan pengumpulan dana bagi kaum miskin di Yerusalem (1 Kor 16:1–4; 2 Kor 8 dan 9); dengan dukungan dari gereja Roma (Rom 15:30–32).

2. Data lebih lanjut berkaitan dengan Karya Pewartaan di Galatia

Ringkasan biografis di Gal 1:12–2:14 berakhir dengan episode Antiokia, namun data selanjutnya bisa disimpulkan dari surat itu juga. Meskipun tidak ada data selanjutnya, surat itu mengindikasikan pendirian gereja-gereja di Galatia. Kemudian, datanglah para penghasut yang anti-Paulus. Hasutan mereka membuat Paulus menuliskan surat itu. Jika kunjungan dan pendirian gereja-gereja itu bisa dihubungkan dengan Kis 16:6, juga bila dikoordinasikan dengan Gal 4:13, maka kunjungan kedua Paulus pastilah yang disebutkan dalam Kis 18:23. Namun tidaklah jelas apakah Kis memang memberi informasi soal gereja-gereja di Galatia. Perjalanan Paulus yang dikisahkan dalam Kisah Para Rasul nampaknya didasarkan pada informasi yang baik hanya dalam beberapa bagian, sedangkan keseluruhannya adalah ciptaan pengarang Kis yang mencoba menempatkan potongan-potongan tradisi ke dalam suatu naskah yang dipandangnya konsisten. Kemungkinan memang ada perjalanan Paulus yang tidak dikisahkan dalam Kis. Surat Galatia menyebutkan suatu kunjungan untuk mendirikan Gereja (Gal 1:9; 4:13). Kunjungan kedua yang cocok dengan Kis 18:23 tergantung pada penafsiran khusus terhadap kata-kata to proteron (Gal 4:13). Setelah pendirian gereja-gereja ini, para misionaris Yahudi–Kristen terdengar hadir di antara mereka. Untuk mencegah dampak negatif hasutan mereka Paulus menuliskan surat ini.

3. Karya Pewartaan di Makedonia dan Yunani

Untuk informasi berkaitan dengan karya pewartaan di Makedonia dan Yunani kita harus mempercayai data dalam surat-surat Paulus pada jemaat Tesalonika dan Korintus, dan juga Kisah Para Rasul. Menurut Kis 16:6–10, Paulus pergi melalui Phrygia, Galatia, dan, lewat Mysia, menuju Troas. Dari sana ia memutuskan pergi ke Macedonia, menjawab penglihatan bahwa seorang Makedonia memintanya untuk datang. Timotius menyertainya dalam perjalanan ini (Kis 16:1–4), seperti juga Silas (Kis 15:40; 16:19, 25, 29; 17:4, 10, 14, 15; 18:5; meskipun, menurut 15:33 ia sudah pergi ke Yerusalem). Bersama-sama, ketiga orang ini (yang relasinya dibuktikan dalam surat-surat Paulus, 1 Tes 1:1 [2 Tes 1:1]; bdk 1 Tes 3:2, 6; 2 Kor 1:19) berlayar dari Troas lewat Samothrace menuju Neapolis, pelabuhan Filipi. Mereka mendapatkan sukses pertama di Filipi, di mana mereka mendirikan gereja pertama di Makedonia (16:11–40). Dari Filipi mereka pergi ke Tesalonika, juga mendirikan sebuah gereja di sana (17:1–9). Perhentian selanjutnya adalah Beroea (17:10–15), Atena (17:16–34; 1 Tes 3:1–2), dan Korintus (18:1–17; 1 Kor 1:1–2, 14, 16; 3:5–15; 16:15, 17); di semua kota ini, didirikanlah gereja-gereja. Menurut Kis, Korintus menutup perjalanan misioner yang kedua. Perjalanan ketiga dimulai dengan berlayarnya Paulus menuju Efesus bersama dengan Priscilla dan Aquila (18:18–21). Yang lebih membingungkan adalah perjalanan aneh Paulus yang disebut dilakukan dari Efesus “turun” ke Kaisarea, kemudian “turun” ke Antiokia, dan melalui Galatia dan Phyrigia kemabli ke Efesus (18:22; 19:1).

4. Perjalanan ke Yerusalem

Pewahyuan lain membuat Paulus merencanakan perjalanan kedua ke Makedonia dan Akaia, dan kemudian ke Yerusalem dan Roma (Kis 19:21–22). Terlebih dahulu mengutus Timotius dan Erastus, Paulus segera menyusul mereka setelah terjadi keributan di Efesus yang didalangi oleh Demetrius (20:1). Ia pergi melalui Macedonia melalui Yunani, yaitu Korintus (20:2). Catatan langka ini, yang didasarkan pada beberapa sumber yang diketahui Lukas, kira-kira hanya bisa dihubungkan dengan apa yang sekarang kita kenal dengan surat-surat Paulus, terutama. 1 Kor 16:1–11; 2 Kor 1:8–11, 15–18; 2:12–13; 7:5–7, 13–16; Rom 15:22–31. Perbedaan utamanya adalah (1) bahwa situasi itu lebih rumit dari pada yang dikisahkan oleh Kisah Para Rasul; (2) bahwa Paulus mengubah rencana perjalanannya beberapa kali; dan (3) bahwa ia hampir kehilangan gereja Korintus yang dirintisnya karena perselisihan dan konflik internal.

Rom 15:22–31 menyebutkan bahwa Paulus pergi ke Korintus dan kemudian segera pergi ke Yerusalem. Kis 20:1–6 mengisahkan bahwa para musuh Yahudi mencegahnya supaya jangan pergi dari Korintus menuju Syria. Malah, ia dipaksa kembali ke Makedonia dan Troas. Utusan yang disebut dalam 20:4 akhirnya berkumpul di Troas dan pergi dari Assos, berlayar sepanjang pantai Mitylene, Chios, Samos, dan Miletus, di mana Paulus menyampaikan salah perpisahan pada para tua-tua yang ditemuinya di sana (20:13–38). Perjalanan menuju Palestina dijelaskan dengan detil dalam 21:1–7.

Setelah tiba di Palestina, mereka singgah di Kaisarea dan berencana untuk melanjutkan perjalanan ke Yerusalem, meskipun jemaat sudah mengingatkan Paulus bahwa malapetaka menunggu mereka di sana (21:8–15, cf. 20:22–24; Rom 15:30–31). Di Yerusalem, Paulus dan utusannya pertama-tama disambut dengan ramah (21:17), namun ketika ia mengunjungi Yakobus (21:18), ia diberitahu tentang kebencian orang Yahudi. Laporan Paulus tentang kesuksesan karya pewartaan di antara orang-orang bukan Yahudi (21:19–20a) berlawanan dengan sejumlah besar orang Kristen Yahudi di tanah air Yahudi yang masih setia pada Taurat. Mereka pun menganggap karya pewartaan Paulus di antara orang-orang bukan Yahudi sebagai Bidah karena ia tidak mengharuskan para pentobat baru untuk setia pada Taurat Musa, hukum sunat dan gaya hidup orang Yahudi (21:20b–21). Namun, para sesepuh Gereja, termasuk Yakobus, mengajukan rencana cerdik pada Paulus, menasihatinya untuk menjadi salah satu dari empat orang yang akan membawa rencana itu di antara mereka untuk memenuhi hukum nazar, mencukur kepala mereka, menyampaikan persembahan yang perlu, dan dengan demikian secara publik menunjukan pada pengikut mereka agama Yahudi (21:22–26). Rencana itu hampir berhasil, namun gagal di menit-menit terakhir ketika orang-orang Yahudi dari Asia Kecil mengenali Paulus yang sedang berada di Bait Allah dan menghasut orang banyak untuk menangkap dia (21:27–30). Tentara Romawi ikut campur tangan, menolongnya dari hukuman massa, namun kemudian menahannya (21:31–36).

5. Perjalanan ke Roma

Dengan demikian, bersama dengan para tahanan lainnya, Paulus dikirm ke Roma. Di bawah perlindungan Yulius, seorang tentara Romawi pengawal Kaisar Agustus, mereka berlayar dari Adramyttium lewat Sidon sepanjang pantai Asia kecil ke Myra di Lycia (27:1–5). Dari Myra mereka berlayar ke Itali (27:6–8). Perjalanan ini hampir saja berakhir dengan bencana ketika mereka dihantam badai laut yang hebat, kapalnya karam, dan kapalnya kandas di Malta (27:9–44), tidak menyadari di mana mereka berada (28:1). Paulus tinggal selama tiga bulan dan diingat karena mukjizatnya yang luar biasa di sana (28:2–10). Ketika musim dingin berakhir dan perjalanan dimulai lagi, Paulus yang masih disertai oleh Yulius, sekarang temannya, memakai kapal lain menuju Syracuse di Sicilia, kemudian ke Rhegium dan Puteoli di Italy (28:11–14). Kemudian ia pun tiba di kota Roma, di mana orang Kristen Roma menemuinya di luar tembok kota (28:15–16). Usaha oleh Paulus untuk menerangkan sendiri di hadapan para pemimpin Yahudi di kota Roma gagal (28:17–28). Kisah Para Rasul kemudian menyimpulkan dengan mengatakan bahwa Paulus hidup di kota Roma selama dua tahun dengan biaya sendiri, “dengan terus terang dan tanpa rintangan apa-apa ia memberitakan Kerajaan Allah dan mengajar tentang Tuhan Yesus Kristus.”

 

D. KEMATIAN

Kedatangan Paulus ke Roma memenuhi rencananya sendiri (dan juga kehendak Allah) bahwa ia akan pergi ke Roma. Meskipun demikian, jalan untuk sampai ke Roma berbeda dengan yang dibayangkannya semula (19:21; 23:11; 27:24). Kemungkinan besar, setelah dua tahun berada di kota Roma sebagai tahanan rumah, Paulus dieksekusi sebagai seorang martir (bdk. Kis 20:22–24; 21:11, 13).

 

Disadur dari : Freedman, David Noel, ed., The Anchor Bible Dictionary, (New York: Doubleday) 1997, 1992

No comments

Note: Only a member of this blog may post a comment.